Berita Denpasar
Sucikan Roh Bayi yang Meninggal dalam Kandungan, Upacara Warak Kruron Digelar di Pantai Padang Galak
Lebih dari 50 orang datang ke pantai Padang Galak, untuk mengikuti prosesi upacara yang diselenggarakan hingga pukul 10.30 WITA
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Wema Satya Dinata
Kemudian apabila meninggal sebelum bayi tersebut kepus puser (udel), maka keluarga dan orang tua si bayi dianggap tidak kasebelan.
Akhirnya kala itu banten pun tidak ada, karena dianggap tidak cuntaka. Biasanya bayi yang lahir sebelum kepus puser, maka bayi tersebut dikubur saja tanpa menggunakan upacara dan upakara yang lengkap layaknya ngaben.
“Tetapi seiring perkembangan zaman, dan dewasa ini banyak terjadi hal-hal yang tidak kita ketahui,” sebut beliau.
Antara lain ketika seorang ibu melahirkan dan anaknya meninggal, atau keguguran sebelum melahirkan.
“Percaya atau tidak, terjadi hal yang aneh. Ada yang sakit, ada yang usahanya selalu hancur, dan cekcok. Intinya semua tidak damai dalam hidupnya,” tegas beliau.
Kisah ini pun banyak beliau dapatkan dari pamedek yang hadir ke gria.
Untuk itu, beliau berinisiatif membantu dengan menggelar upacara warak kruron, lengkap dengan sarana upakaranya.
Sehingga peserta bisa langsung datang dan mengikuti ritual upacaranya, tanpa harus ikut sibuk memikirkan sarana bebantenannya.
Upacara ini diperuntukkan bagi si ibu yang masih hidup, dan sang bayi yang telah meninggal tersebut.
“Upacara warak kruron adalah upacara pembersihan bagi si ibu. Walaupun ibu tersebut, hanya hamil beberapa minggu saja lalu keguguran. Tetap harus dilaksanakan upacara pembersihan ini,” tegas beliau.
Kemudian untuk upacara pembersihan si bayi, dilakukan dengan ngelangkir.
Untuk ngelungah, kata beliau, adalah upacara bagi bayi yang lahir dan telah kepus puser hingga sebelum ketus gigi lalu meninggal. Untuk ngelungah dan ngelangkir, tidak perlu ada upacara ngalinggihang.
“Sebab yang harus dilakukan adalah upacara inisiasi pembersihan saja, dan dibakar lalu dibuang ke laut,” ujar beliau. Kecuali ngaben bagi orang dewasa, baru perlu ngalinggihang setelah upacara ngaben dan mamukur.
Tak perlu ngelinggihang ini, jelas ida, karena sang bayi masih dalam tatanan konsep dewata. Bak kertas putih kosong yang masih suci, belum terkena dosa.
“Dianggap sebagai dewa, sehingga tidak perlu lagi ngalinggihang,” jelas beliau.
Untuk itu, bagi peserta yang hendak mengikuti upacara warak kruron, ngelangkir, dan ngelungah ini. Hanya perlu membawa diri dan tirta dari kamulan (rong tiga) di rumahnya. (*)
Artikel lainnya di Serba Serbi