Guru di Pesantren Rudapaksa Santriwati

Psikiater Ungkap Herry Wirawan Pelaku Rudapaksa 12 Santriwati Ada Psikopat, Tak Merasa Bersalah

Pskiater Teddy Hidayat mengungkapkan pelaku rudapaksa terhadap 12 santriwati di Pesantren Bandung, Herry Wirawan memiliki karakter psikopat.

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Noviana Windri
Istimewa
Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil. 

TRIBUN-BALI.COM – Pakar kejiwaan atau psikiater Teddy Hidayat, mengungkapkan pelaku rudapaksa terhadap 12 santriwati di Pesantren Bandung, Herry Wirawan memiliki karakter psikopat.

Lewat keterangan tertulisnya, Teddy menuturkan bila Herry harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Pada pelaku ditemukan superego lacunair yang karakteristik untuk psikopat. Seseorang dengan psikopat dapat dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dimuka hukum yaitu di pengadilan anak yang dilakukan secara tertutup," ujar Teddy Hidayat, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 20 Desember 2021.

Dilansir Tribun-Bali.com dari TribunJabar.id pada Senin, 20 Desember 2021 dalam artikel berjudul Pakar Kejiwaan Sebut Ada Karakter Psikopat pada Herry Wirawan, Cenderung Akan Ulangi Perbuatan, Teddy menambahkan bila seseorang dengan psikopat cenderung tidak memiliki penyesalan.

"Pada psikopat sulit belajar dari pengalaman dan tidak ada rasa bersalah, sehingga cenderung akan mengulangi perbuatannya," katanya.

Baca juga: Detik-detik Herry Wirawan Diciduk, Dulu Naik Motor Jadul, Miliki Pesantren hingga Diboikot Warga

Baca juga: Mulai Dari Bansos Hingga BLT, Ini Daftar Bantuan yang Masih Akan Disalurkan di Tahun 2022

Baca juga: Ramalan Zodiak Keuangan Selasa 21 Desember 2021, Taurus Kecewa Cancer Beruntung Pisces Boros

Lebih lanjut, dokter spesialis kedokteran jiwa dan konsultan di RS Melinda 2 Bandung tersebut pun menuturkan bila Herry juga mengalami sebuah judgement atau gangguan penilaian.

Hal tersebutlah yang membuat dirinya tidak mampu membedakan antara suatu perbuatan salah ataupun benar.

"Semua aturan, disiplin dan norma yang berlaku dilanggar untuk memuaskan dorongan id atau nafsunya. Super ego atau hati nuraninya dikuasai oleh id atau nafsunya. Pada pelaku ditemukan superego lacunae yang karakteristik untuk psikopat," ucapnya.

Pelaku Kekerasan Seksual Biasanya Merupakan Orang Terdekat

Teddy menuturkan pelaku kekerasan seksual umumnya dilakukan orang dewasa yang dikenal oleh korban, dapat anggota keluarga yang dipercaya, pengasuh, guru baik di sekolah formal maupun pesantren.

"Semua pihak yang senantiasa berdampingan dengan anak seperti orang tua, pengasuh, guru, lingkungan sekolah harus mengenal dan mampu mendeteksi kekerasan seksual pada anak," katanya.

Seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual, kata Teddy, akan mengalami dampak fisik, psikis, sosial yang  berkepanjangan.

"Stimulasi seksual dan perkosaan adalah faktor predisposisi terhadap gangguan psikiatrik di kemudian hari, fobia, cemas, tidak berdaya, depresi (rasa malu, bersalah, citra diri buruk, perasaan telah mengalami cedera permanen), pengendalian impuls, merusak bahkan terjadi bunuh diri," ucapnya.

Dalam kondisi seperti ini perlu intervensi terhadap korban oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan anak.

"Kondisi fisik termasuk penyakit menular seksual dan HIV  dan gangguan jiwa harus dilakukan penatalaksanaan," katanya.

"Intervensi psikis tidak hanya dilakukan sekitar peristiwa itu terjadi, tetapi diperlukan pendampingan sepanjang hidupnya, meliputi mengembangkan strategi koping, terapi perilaku, psikoterapi, latihan keterampilan sosial dalam lingkungan yang aman," tambahnya.

Herry Rudapaksa 12 Santriwati

Pada beberapa waktu yang lalu, kasus rudapaksa terhadap 12 santriwati di pesantren oleh Herry Wirawan mencuat.

Aksi tak terpuji yang dilakukan Herry itu telah berlangsung selama 5 tahun, dari 2016 hingga 2021.

Baca juga: PROFIL Brigjen TNI Taufan Gestoro yang Terobos Wilayah KKB Papua, Ternyata Jebolan Kopassus

Baca juga: 12 Santriwati Korban Rudapaksa Herry Wirawan Alami Trauma, I Gusti Ayu Bintang: Hukum Kebiri!

Kelakuan bejat Herry Wiraya pertama kali diketahui sejak korban pulang ke rumah saat liburan Hari Raya Idul Fitri.

Selama enam bulan berlalu ternyata kasus tersebut tidak mencuat ke publik lantaran demi menjaga mental korban dan keluarga.

Hal lain dikatakan oleh AN (34), yang merupakan saudara kandung korban dari awal menginginkan kasus tersebut mencuat ke publik karena perlu dikawal.

Ia merasa takut jika kasus tersebut tidak diketahui publik, akan meringankan hukuman bagi pelaku.

"Kita enggak tahu, ya, kasus hukum di negeri kita ini seperti apa. Saya dari dulu, dari awal kasus ini, minta bantuan sana-sini supaya kasus ini diketahui publik," ujarnya.

Dari awal AN menginginkan yang harus diekspos oleh publik itu adalah kelakuan tidak terpuji Herry Wirawan agar jika suatu saat dia bebas, masyarakat akan tahu siapa dia.

“Kalau si Herry ini tidak diketahui publik, saat dia bebas nanti saya takutkan akan ada korban lagi. Tapi saya berharap dia dihukum mati," ungkapnya penuh amarah. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved