Berita Bali
MDA Izinkan Pawai Ogoh-ogoh Tahun Baru Saka 1944 Dilaksanakan Dengan Perhatikan 11 Aturan Berikut
Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengeluarkan Surat Edaran terkait kegiatwan Pawai Ogoh-ogoh menyambut Hari Suci Nyepit Tahun Baru Saka 1944.
Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM – Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengeluarkan Surat Edaran terkait kegiatan Pawai Ogoh-ogoh menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944.
Kerinduan para pemuda Hindu Bali untuk merayakan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944 sepertinya berbuah manis.
Pasalnya, sebelum dilaksanakannya Catur Brata Penyepian, umat Hindu mengadakan pecaruan atau Tawur Kasanga yang diikuti dengan Pangurupukan (Pawai Ogoh-ogoh).
Baca juga: Kolaborasi Tari Kecak dengan Ogoh-ogoh, Jadi Daya Tarik Tersendiri Bagi Pengunjung GWK Cultural Park
Baca juga: Tahun Baru, BMKG Mengeluarkan Peringatan Dini Banjir ROB di Bali, Kuta hingga Jembrana
Sudah dua kali para pemuda Hindu Bali absen karena tidak diizinkan mengadakan Pawai Ogoh-ogoh demi mengatasi penyebaran pandemi Covid-19 akibat kerumumanan yang dibuat karena Pawai Ogoh-ogoh.
Namun, berdasarkan Surat Edaran SE Nomor 9/SE/MDA-Prov Bali/XII/2021, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali pada Rabu, 22 Desember 2021 memberikan izin diadakannya Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh dalam menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944.
Diizinkannya pelaksanaan Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh berdasarkan hasil Pasangkepan Prajuru Harian Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali pada Jumat (Sukra Paing, Wuku Pahang), 17 Desember 2021 bertempat di Gedung Lila Graha MDA Bali yang memandang perlu mengatur tentang Mekanisme Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh Menyambut Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1944.
Pada SE tersebut juga mempertimbangkan tentang manfaat pembuatan dan diadakannya pawai Ogoh-ogoh, yakni memberikan manfaat, antara lain; memupuk kreativitas seni bernilai positif bagi para remaja atau generasi muda Hindu.
Membangun kebersamaan di kalangan generasi muda dengan para tokoh atau pemuka agama dan masyarakat.
Sebagai bagian atraksi wisata dan kebangkitan ekonomi kerakyatan; dan keberlanjutan regenerasi atau pewaris seni, budaya, adat dan tradisi, yang bersumber dari kearifan lokal Bali.
Baca juga: Kolaborasi Tari Kecak dengan Ogoh-ogoh, Jadi Daya Tarik Tersendiri Bagi Pengunjung GWK Cultural Park
11 Aturan Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh
Pada pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh agar pihak-pihak terkait mencermati kondisi dan situasi penularan gering tumpur agung Covid-19.
Selain itu, turut memastikan sudah dalam kondisi yang melandai serta tidak ada kebijakan baru Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terkait dengan pembatasan aktivitas.
Berikut adalah 11 Aturan Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh;
a. Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh harus dilaksanakan secara kelembagaan, seperti Banjar Adat, Desa Adat, Paiketan Yowana, serta seizin Satuan Tugas Penanggulangan COVID-19 dan Bendesa atau sebutan lain Desa Adat;
b. Harus ada Sekaa atau Panitia yang melaksanakan dan bertanggung jawab secara teknis dengan bentuk organisasi, antara lain, terdapat Ketua (Penanggung Jawab), Sekretaris, Bidang/Baga Keamanan, Bidang/Baga Pawai, dan/atau bidang/baga lain serta anggota, sesuai keperluan;
c. Sekaa atau Panitia membuat dan mengajukan usulan kepada Bendesa/Sebutan Lain Desa Adat setempat untuk mendapatkan izin tertulis;
d. Isi usulan lengkap mencantumkan: nama kegiatan, jumlah anggota, rancang bangun Ogoh-ogoh, bahan yang dipergunakan, lokasi pembuatan, cara pembuatan (tidak menimbulkan kerumunan), lama waktu pembuatan, dan rancangan pelaksanaan pawai atau kegiatan pengarakan;
e. Pembuatan Ogoh-ogoh agar menggunakan bahan yang ramah lingkungan dan tidak menggunakan bahan polysterina (styrofoam) atau plastik sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai;
f. Pembuatan dibatasi hanya satu Ogoh-ogoh di tingkat Banjar Adat/Suka-Duka. Arah dan gerak Pawai Ogoh-ogoh juga dibatasi hanya keliling Wewidangan Banjar Adat. Peserta Pawai Ogoh-ogoh dibatasi paling banyak 50 (lima puluh) orang dengan waktu maksimal sampai pukul 20.00 WITA;
g. Peserta Pawai Ogoh-ogoh harus disemprot dengan cairan pengganti desinfektan non-kimia, misalnya, eco-enzyme;
h. Dibuatkan perjanjian antara Sekaa atau Panitia sebagaimana dimaksud pada huruf b dengan lembaga yang mengeluarkan izin, apabila terjadi pelanggaran maka Sekaa atau Panitia sanggup menerima sanksi;
i. Mengikuti penerapan protokol kesehatan dengan disiplin ketat, antara lain:
Baca juga: Dana Ogoh-ogoh Rp 22 Miliar di Badung, Realisasi Bergantung Surat Edaran PHDI dan MDA
1) sudah mendapatkan suntikan vaksin lengkap (dosis 1 dan dosis 2);
2) tidak menunjukkan gejala terinfeksi COVID-19;
3) menunjukkan bukti tes antigen dengan hasil negatif;
4) tidak hadir dalam pembuatan dan/atau pawai Ogoh-ogoh bila tubuh terasa kurang sehat atau menunjukkan gejala, seperti meriang, demam, flu, batuk;
5) secara ketat menerapkan 6-M, yaitu: memakai masker standar dengan benar; mencuci tangan dengan sabun di air mengalir atau hand sanitizer; menjaga jarak 1-2 meter; mengurangi bepergian; meningkatkan imun tubuh; dan menaati aturan;
j. Ada pengawasan dan evaluasi yang dilakukan oleh Prajuru Desa Adat dan/atau Banjar Adat sejak pembuatan sampai dengan pelaksanaan Pawai Ogoh-ogoh; dan
k. Bagi Sekaa atau panitia yang disiplin menerapkan aturan dalam Pembuatan dan Pawai Ogoh-ogoh agar diberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi.
(*)