Berita Bali

Dampak Minyak Goreng Bersubsidi Rp 14 Ribu di Bali, Suci: Satu pun Tak Ada yang Beli

Harga Minyak goreng subsidi Rp 14 ribu telah masuk ke wilayah Kabupaten Bangli, Bali, Kamis 20 Januari 2022.

Tribun Bali/Arini Valentya Chusni
Ilustrasi minyak goreng - Dampak Minyak Goreng Bersubsidi Rp 14 Ribu di Bali, Suci: Satu pun Tak Ada yang Beli 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Harga Minyak goreng subsidi Rp 14 ribu telah masuk ke wilayah Kabupaten Bangli, Bali, Kamis 20 Januari 2022.

Kondisi ini dikeluhkan oleh para pedagang.

Pasalnya stok minyak goreng masih merupakan harga lama, sehingga sulit untuk menjualnya pada masyarakat.

Seperti yang diungkapkan Ni Ketut Suci, pedagang sembako di Pasar Kidul itu mengaku baru kemarin dulu mengambil minyak goreng 60 dus.

Baca juga: Minyak Goreng Kemasan Masih Dijual Rp 22.000 di Minimarket Denpasar, Konsumen Harap Bisa Lebih Murah

Memang di satu sisi, pihaknya bersyukur karena ada penurunan harga.

Namun di sisi lain, ia kesulitan menjual minyak goreng yang sudah ada di tokonya.

"Bersyukur sih penurunan harganya bagus. Tapi kita masih punya stok banyak. Kita nggak dapat jualan jadinya," ucap dia.

Menurut Suci, apabila pemerintah ingin memberikan subsidi, alangkah baiknya diberikan jeda waktu.

Sehingga barang lama yang sudah distok oleh para pedagang, bisa dikeluarkan lebih dulu.

"Biasanya saya jual minyak (goreng) lima dus sehari. Hari ini satu pun minyak saya tidak ada yang beli," ujarnya.

Dijelaskan Suci, satu dus minyak goreng berisi 12 kemasan minyak.

Per kemasan berisi 1 liter.

Dengan harga minyak yang tergolong tinggi, dirinya juga tidak banyak mengambil untung.

"Kalau dari perusahaan harganya Rp 208 ribu per dus, saya jualnya paling Rp 209 ribu atau 210 ribu per dus. Untung cuma seribu atau dua ribu," katanya.

Pedagang asal Banjar Siladan, Desa Tamanbali, Bangli itu juga mempertanyakan mengapa toko berjejaring diberikan harga subsidi, sementara pedagang kecil di pasar tidak diberikan harga subsidi.

"Kenapa bos-bos yang sudah besar dikasih subsidi sama pemerintah, kenapa ndak rakyat kecil gini dikasih subsidi? Di mana letak kebijaksanaan pemerintah kalau gitu? Masa sudah bos dikasih subsidi, sedangkan rakyat yang jualan sembako sekeprit-sekeprit gini ndak dikasih subsidi," ucapnya bertanya-tanya.

Suci mengatakan, saat sedang berjualan ada pembeli yang mempertanyakan kenapa harga minyak di tempatnya masih mahal.

Pihaknya pun mengaku belum ada penurunan, karena baru dua hari lalu datang orderan 60 dus.

"Masa dua hari saya habiskan 60 dus, kan nggak mungkin. Saya sudah SMS bosnya (distributor minyak), yang intinya menanyakan penurunan harga, karena di minimarket sudah Rp 14 ribu. Saya tidak bisa jual minyak, karena semua orang beli ke minimarket. Tapi belum ada jawaban," ungkapnya.

Saat ini, stok minyak goreng Ketut Suci masih sekitar 40 dus.

Apabila masih belum ada kepastian penurunan harga, Suci pun terpaksa mengembalikan stok minyak goreng tersebut.

"Kalau perusahaan mau menurunkan harga, saya tetap akan jual. Kalau perusahaan tidak mau menurunkan harga, sementara di minimarket harganya Rp. 14 ribu, ya saya kembalikan. Karena saya belum bayar. Toh apa yang dipakai bayar, karena saya nggak bisa jualan. Belum lagi saya harus bayar tempat di pasar. Untungnya saja jualan sembako, kalau hanya minyak saja saya mau makan apa," keluhnya.

Hal senada juga diungkapkan Ni Ketut Sutriani. Sejak harga minyak goreng mahal, dirinya belum berani order minyak goreng.

"Apalagi sekarang harga turun, sedangkan di pasar masih tetap. Orang lebih memilih beli di minimarket. Walaupun pembeliannya dibatasi dua kemasan per orang, bisa saja mereka membeli di minimarket satu, dan beli lagi ke minimarket lainnya," ucap dia.

Di Jembrana, harga minyak goreng di pasar tradisional berkisar Rp 19 hingga 20 ribu.

Terkait dengan penetapan harga oleh pemerintah pusat Rp 14 ribu per liter, membuat pedagang kebingungan.

Hal itu disebabkan, penurunan harga minyak goreng sudah ditetapkan di pasar modern.

Tentu saja ini membuat masyarakat lebih memilih membeli di pasar modern, ketimbang di pasar tradisional.

Aprilia Ramadani, seorang pedagang, mengatakan, minyak goreng baru datang, kemarin.

Dia baru kemarin mendapat harga dari pabrik Rp 18 ribu, dan dijual Rp 19 ribu.

Dengan penurunan harga minyak goreng ini membuatnya galau.

“Baru kemarin datang, harga segitu (Rp 18 ribu). Belum tahu gimana ini kalau harus diturunkan. Soalnya pasaran masih mahal, harga naik dan belum turun. Sepertinya masih harga mahal, karena dirinya belum ada membeli harga minyak di bawah Rp 14 ribu,” ucapnya, Kamis.

Menurut dia, dengan penurunan ini dia tidak tahu nasib minyak goreng yang sudah dibeli.

Apakah dengan hal ini, pemerintah memberikan solusi?

Dahulu harga minyak melambung hingga Rp 21 ribu saja, ia tetap menjual dengan harga Rp 20 ribu.

Karena memang harga beli masih bisa mengambil untung Rp 1000.

“Dengan keadaan sepi dan minyak tidak bisa di-retur atau pengembalian terus bagaimana? Saya juga bingung kalau begini,” ungkapnya, sembari mengaku kalau tahu diberi waktu seminggu oleh pemerintah untuk menjual di angka Rp 19 ribu.

Pedagang lainnya, Pak Eken mengatakan, dirinya juga membeli dari supplier di harga pokok Rp 18 ribu kemudian dijual hingga Rp 19 ribu dan Rp 20 ribu.

Baca juga: Pasar Tradisional dan Warung Kelontong di Buleleng Diberi Waktu Seminggu Habiskan Stok Minyak Goreng

Baru dua minggu lalu ia membeli dan masih belum laku, stoknya masih ada.

Di Klungkung, para pedagang eceran di Pasar Galiran, hingga Kamis, belum mendapatkan minyak goreng subsidi dari pemerintah.

Para pedagang eceran saat ini tidak berani membeli minyak goreng dengan jumlah banyak, karena menunggu didistribusikannya minyak goreng harga subsidi.

Seorang pedagang minyak goreng eceran, Riski menjelaskan, harga minyak goreng curah saat ini berkisar Rp19.000 per liter. Harga ini masih tergolong tinggi.

"Informasinya memang ada minyak goreng subsidi, tapi tadi saat distributor turunkan barang (minyak goreng), harganya masih tinggi," ujar Riski.

Menurut Riski, mahalnya harga minyak goreng sudah dirasakannya sejak pertengahan 2021.

Terkait informasi adanya minyak goreng dengan harga subsidi, Riski tidak berani membeli atau menyetok minyak goreng dengan jumlah banyak.

Ia berharap pemerintah segera menormalkan harga minyak goreng.

Apalagi sejak harga minyak goreng tinggi, penjualannya menurun drastis.

Kemarin, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) memantau harga minyak goreng ke Pasar Galiran, termasuk ke swalayan dan toko berjejaring di Klungkung.

Hal ini untuk memastikan para pedagang sudan melakukan penyesuaian harga, pasca adanya kebijakan subsidi terhadap komoditi minyak goreng di pasaran.

Fakta di lapangan, Kamis, belum semua toko grosir atau swalayan yang menyesuaikan harga.

Pedagang pengecer minyak curah di Pasar Galiran Klungkung, rata-rata masih menjual dengan harga Rp 19 ribu sampai Rp 20 ribu per liter.

Lalu pemantauan dilakukan ke beberapa toko di grosir di Pasar Galiran, yang juga masih menjual minyak goreng dengan harga tinggi.

"Setelah saya tanya, mereka mengaku belum ada koordinasi dengan distributor," ujarnya.

Nyoman Suwirta yang kebetulan mengenal salah seorang distributor utama dari satu produk, langsung menghubungi distributor tersebut.

Ia ingin meminta pihak distributor bisa menginformasikan penyesuaian harga ke toko grosir atau ke swalayan yang menjadi lokasi pemasaran produknya.

Di Badung, beberapa pedagang di pasar tradisional di sana masih menjual minyak goreng dengan harga lama.

Hasil pendataan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Kabupaten Badung, Kamis, pedagang di beberapa pasar masih menjual minyak goreng Rp 22 ribu sampai Rp 24 ribu per liter.

"Tadi pagi saya memantau langsung harga minyak ke pasar tradisional, seperti Pasar Blahkiuh, Sempidi dan Mengwi. Dari hasil pemantauan harga minyak masih dijual dengan harga lama yakni sampai Rp 24 ribu bergantung merk," ujar Kadis Koperasi, UKM, dan Perdagangan Badung, I Made Widiana.

Dia mengakui, sebagian besar pedagang tidak mau menurunkan harga, mengingat pedagang membeli minyak dengan harga yang cukup tinggi.

Kendati demikian beberapa pedagang tidak banyak stok minyak.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Ekosistem Usaha Ritel GAPPARI yang juga Pendiri Manajemen Ritel Bli Wayan, I Wayan Dana Ardika menjelaskan, ada potensi kerugian dari selisih harga beli di tingkat pemilik warung, kios dan peritel sebelum kebijakan dan setelah kebijakan diterapkan.

"Ada total 29.000 pemilik warung, kios, toko lokal di Bali yang berpotensi mengalami kerugian, jika tidak ada upaya mediasi oleh Pemerintah Provinsi Bali dalam hal ini melalui Gubernur Bali untuk mempertemukan pengelola dan pemilik ritel unit mikro dengan Distributor minyak goreng," kata Ardika dalam rilis yang diterima Tribun Bali, Kamis.

Dijelaskan Dana, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memang meanggarkan lebih dari Rp 7,6 Trilun untuk menanggulangi potensi kerugian dengan metode rafaksi dari distributor ke peritel atau pemilik unit ritel mikro.

Namun yang terjadi hingga saat ini, belum ada kejelasan bagaimana metode ini dilaksanakan.

"Sekaligus dalam kesempatan ini, kami ingatkan kepada seluruh pemilik warung, kios dan toko ritel, jadi metodenya adalah rafaksi, selisih kerugian yang diderita dipotong atau dikembalikan, bukan retur barang," katanya.

Hal ini berkebalikan dengan kondisi di lapangan dimana Jaringan Peritel Nasional bahkan Minimarket Jaringan Nasional sudah langsung bisa menerapkan, sehingga terjadi aksi panic buying, dengan pembelian jumlah besar yang dilakukan oleh masyarakat di beberapa Minimarket Jaringan Nasional.

"Inilah bentuk dikotomi yang kami alami, proses untuk kami di peritel lokal seperti pemilik toko kecil, minimarket lokal, warung, kios sangat lambat. Ini berpotensi akan menjadi masalah saat dilakukan sidak, karena tentu saja kebijakan satu harga Minyak Goreng tersebut belum bisa diterapkan seketika seperti halnya Minimarket Jaringan Nasional," katanya. (mer/ang/mit/gus/sup)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved