Human Interest Story

Kisah Tut Jepun Sukses Bisnis Kuliner di Jembrana, Putus Sekolah dan Gagal Jadi Perbekel

Pria 49 tahun ini bergerak di bidang kuliner atau masakan khas Bali yang warungnya cukup terkenal di pusat kota Negara.

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Karsiani Putri
Tribun Bali/I Made Ardhiangga Ismayana
WARUNG JEPUN - Ketut Suartama alias Tut Jepun pemilik warung makan Jepun di Jembrana, Senin (21/3). Tut Jepun terus bertahan dengan bisnis kuliner di masa pandemi. 

TRIBUN-BALI.COM, JEMBRANA- Ketut Suartama alias Ketut Jepun merupakan pebisnis asal Jembrana.

Pria 49 tahun ini bergerak di bidang kuliner atau masakan khas Bali yang warungnya cukup terkenal di pusat kota Negara.

Pendiri dan pemilik “Warung Jepun” di lingkungan civic centre Pemkab Jembrana ini bukan berasal dari keluarga mapan atau kaya.

Perjuangannya melelahkan, karena banyak rintangan yang harus dilewati.

Hingga akhirnya cukup terbilang berhasil seperti saat ini.

Baca juga: Siswa SD di Yehembang “Dipupuk” untuk Lestarikan Alam Jembrana

Baca juga: RINCIAN Harga Minyak Goreng di Aplikasi Happy Fresh, Sayurbox, Tokopedia Hingga Shopee

Baca juga: Termasuk A Business Proposal, Ini Daftar Drakor dengan Rating Tinggi di Minggu Ketiga Maret 2022

Dengan ciri khas celana pendek dan topi melingkar di kepala, pria yang akrab disapa Ketut atau Tut Jepun ini, menceritakan awal mula berjuang di bisnis kuliner.

Dari mulai gagal sekolah hingga perjuangan membangun bisnis yang digeluti selama sekitar 9 tahun tersebut.

Tut Jepun mengaku, dia adalah anak ke delapan dari 12 bersaudara.

Pada saat kecil atau menginjak remaja, bapaknya hanya bekerja serabutan.

Sehingga kesusahan dalam membiayai anak-anaknya. Karena itu, ia berinisiatif bekerja.

Dan akhirnya pada waktu SMP, dia putus sekolah selama setahun dan bekerja di sebuah toko di kota Negara.

“Awal saya memang pernah putus sekolah waktu SMP. Karena memang tidak ada biaya. Jadi, putus sekolah, kerja di toko,” ucapnya, Senin (21/3).

Setelah selama setahun bekerja, kemudian dirinya kenal dengan seorang pegawai bank pemerintah.

Kemudian dia diajak bekerja sebagai sopir sembari melanjutkan sekolah atau SMK di Singaraja.

Dia kemudian pindah ke Singaraja dan melanjutkan ke SMK. Setelah lulus SMK, Tut Jepun tetap bekerja sebagai sopir.

Alasannya, tidak ada pekerjaan lain yang bisa dilakukan. Sehingga, dia tetap sebagai sopir di bank pemerintah.

“Ya pokoknya saat itu saya bisa kerja itu aja. Karena mau yang lebih baik juga tidak bisa,” ungkapnya.

Setelah menjadi sopir, kemudian dia menikah dan akhirnya saat menjadi sopir itulah ada keinginan warga yang meminta dia menjadi perbekel atau kepala desa.

Sayangnya, dalam pemilihan kepala desa itu dirinya gagal.

Padahal pada saat bersamaan itu pulalah, dirinya sedang membangun tempat usaha kuliner yang sekarang berdiri di lingkungan Pemkab Jembrana.

“Saat jadi sopir, saya juga mencalonkan diri menjadi perbekel, dan gagal atau urutan ke dua. Tapi, saya punya niat besar, nggak mesti jadi perbekel. Ketika itu saya tetap bangkit. Saya bersemangat lagi membangun usaha kuliner. Meskipun mandek setahun karena pada waktu ikut pemilihan jadi Kades modal saya habis, bahkan minus,” ungkapnya.

Kemudian dia banyak dibantu oleh teman untuk membangun kembali.

Dan pada dasarnya dia tidak pernah terpikir bahwa akan sukses usaha di bidang kuliner.

Karena, awalnya dia hanya ingin memiliki stand bunga anggrek di civic centre.

Nah, saat membuat stand bunga itulah, dia dan istri kesusahan mencari tempat makan.

Akhirnya tercetus ide untuk membuat warung makan.

Karena itu, kemudian dia memilih resign dari bank pemerintah dan sempat juga meminjam permodalan di bank yang dulu tempatnya bekerja.

Dari modal itu, kemudian warung berdiri dan saat ini masih bertahan dari hantaman pandemi.

“Selain warung, saya juga hobi membuat landscape. Jadi warung kami ini saya kerjakan sendiri dengan adik dan keponakan. Mulai dari penggambaran atau ide dari saya. Pengerjaan ya melibatkan adik dan keponakan saya. Pemeliharaan setiap hari pun saya sendiri. Tanaman kurang subur dan penggemburan semua saya lakukan,” bebernya.

Tut Jepun mengaku sangat bersyukur warungnya masih bertahan, meskipun saat ini dihantam pandemi.

Karena 12 orang karyawannya, mulai tukang masak sampai tukang cuci piring, peracik bumbu dan pelayan masih bertahan.

Meskipun dia tidak menampik, bahwa penurunan omzet sampai 50 persen.

Dari yang biasanya bisa mencapai Rp 7-10 juta per hari.

Saat ini, hanya Rp 4-5 juta per hari.

“Dalam situasi pandemi, omzet saya itu cuma bersyukur. Yang penting kami bisa bertahan mempertahankan karyawan. Kemudian kewajiban di bank bisa dibayar. Itu saja,” katanya.

Warung Jepun menjual masakan khas Bali, nasi, ikan segar dan pepes ikan khas Bali, yang kemudian karena cita rasanya cocok untuk semua lidah, maka dirinya kembali membuka di Denpasar.

Warung Jepun kedua dibuka di Renon. Dia juga membuka usaha lainnya untuk anak-anaknya, seperti cuci mobil dan pembuatan taman atau landscape.

Baca juga: Harga Ayam Broiler di Jembrana Turun Jadi Rp 18.500 Per Ekor, Ayam Kampung Rp 35 Ribu

Baca juga: Rincian Harga Kebutuhan Pokok Nasional Jelang Ramadhan

Baca juga: RINCIAN Harga Minyak Goreng di Aplikasi Happy Fresh, Sayurbox, Tokopedia Hingga Shopee

“Pada intinya saya melakukan semua ini, karena saat itu semuanya saya serba kurang dan mencari cara bagaimana bisa lebih. Lebih dari yang sebelumnya. Dan menjadi pebisnis pada dasarnya adalah bekerja tulus dan melayani sebaik-baiknya kepada pembeli,” katanya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved