Mantan Bupati Tabanan Tersangka
Mantan Bupati Tabanan Ditahan KPK, Bersama Nyoman Wiratmaja Terjerat Korupsi DID Tahun 2018
KPK menetapkan tersangka dan menahan Mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Kamis 24 Maret 2022
Penulis: Ragil Armando | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka dan menahan Mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Kamis 24 Maret 2022.
Ia ditahan lantaran terjerat kasus kasus suap pengurusan dana insentif daerah (DID) tahun anggaran 2018.
Tidak hanya itu, KPK juga menetapkan sebagai tersangka Dosen Universitas Udayana, I Dewa Nyoman Wiratmaja dan mantan Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus Fisik II pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Rifa Surya.
Tetapi, dari tiga nama tersebut cuma Rifa Surya yang belum ditahan KPK.
Baca juga: UPDATE: Mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti Ditahan KPK, Ini Kata Pengurus DPD PDIP Bali
Mantan Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti ditahan di Rutan Polda Metro Jaya, sedangkan dosen Universitas Udayana I Dewa Nyoman Wiratmaja ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.
"Kami menemukan bukti permulaan yang cukup dan kemudian meningkatkan ini pada tahap penyidikan sejak Oktober 2021 lalu," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan secara hybrid, Kamis sore.
Lili mengatakan, Eka Wiryastuti maupun Dewa Nyoman Wiratmaja ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap dalam perkara tersebut.
Sedangkan, Rifa Surya ditetapkan oleh KPK sendiri sebagai penerima suap dari kedua tersangka.
Dia juga menjelaskan, proses penetapan sebagai tersangka itu dilakukan sebagai bagian dari pengembangan penyidikan yang dilakukan oleh KPK terkait perkara yang sebelumnya menjerat mantan Kepala Seksi Pengembangan dan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan Informasi Keuangan Daerah pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Perimbangan Keuangan Kemenkeu Yaya Purnomo (YP).
Yaya Purnomo sendiri sudah dinyatakan bersalah seusai menerima suap senilai Rp 300 juta dari mantan Bupati Lampung Tengah Taufik Rahman berkaitan dengan DAK dan DID tahun 2018.
Pihaknya juga sudah mengantungi keterangan dari sejumlah saksi terkait penyidikan yang dilakukan oleh KPK.
Tidak hanya itu, penyidik KPK juga sudah sempat melakukan berbagai penggeledahan di beberapa kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan Bali beberapa waktu lalu.
Sejumlah kantor di Tabanan Bali yang digeledah penyidik yakni kantor DPRD, Kantor Dinas PUPR, Kantor Bapelitbang, Kantor Badan Keuangan Daerah Tabanan hingga beberapa rumah.
Atas perbuatannya, Eka Wiryastuti dan Nyoman Wiratmaja disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sementara Rifa Surya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Belum Berkomentar
Terkait penetapan tersangka dan penahanan Eka Wiryastuti itu, PDIP Bali memilih tidak mau berkomentar banyak.
Bendahara DPD PDIP Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack saat dikonfirmasi mengaku belum bisa memberikan pernyataan resmi partai terkait kasus yang menjerat kader seniornya tersebut.
Bahkan, ia mengaku pihaknya masih berfokus untuk menyiapkan pembahasan HUT PDIP ke-49 tahun saja.
“Belum, kami belum bisa memberi komentar apa-apa saat ini. Tunggu sampai besok,” jelas Dewa Jack saat dikonfirmasi, Kamis malam.
Ia bahkan meminta awak media untuk bersabar terkait hal tersebut.
“Mudah-mudahan besok ada petunjuk resmi, baru kita berikan komentar resmi,” tandas Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.
Baca juga: Ketua KPK Belum Buka Suara Terkait Perkembangan Kasus Dugaan Suap yang Seret Mantan Bupati Tabanan
Rektor Unud Sangat Prihatin
SALAH satu tenaga pengajar atau dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Udayana yakni I Dewa Nyoman Wiratmaja ditetapkan sebagai tersangka terkait Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan Tahun 2018.
Mengenai kasus tersebut, Rektor Universitas Udayana (Unud), Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU mengatakan sangat prihatin terkait adanya kasus tersebut.
"Saya memang belum lihat langsung terkait kasus ini. Jadi tanggapan saya sebagai Rektor Universitas Udayana sangat prihatin dengan adanya kejadian ini. Mudah-mudahan yang bersangkutan bisa menyelesaikan kasus ini dengan sebaik-baiknya. Jadi kami tetap menghormati praduga tidak bersalah dan berharap proses hukumnya berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada sampai nanti ada keputusan. Kami tetap menghormati beliau," kata Rektor, Kamis 24 Maret 2022.
Menurut Rektor Unud, jika memang betul ada penahanan berarti, Dewa tidak bisa menunaikan tugas untuk melakukan tri darma perguruan tinggi pendidikan penelitian juga pengabdian kepada masyarakat di kampus.
Maka dari itu saat ini Unud akan mencari pengganti Dewa agar proses perkuliahan bisa berjalan sesuai dengan rencana, agar mahasiswa tidak terganggu.
"Sehingga kami carikan penggantinya. Untuk mencari penggantinya kami koordinasikan dulu dengan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Biasanya di Unud itu satu mata kuliah dipegang oleh beberapa dosen. Kemudian karena salah satu dari tim itu tidak bisa memberikan kuliah tentu anggota tim yang lain akan kami tugaskan. Jadi itu biasanya satu mata kuliah diajar oleh beberapa orang dengan tim," tambahnya.
Nantinya setelah adanya keputusan pengadilan berkekuatan hukum, Unud juga akan melihat berapa lama hukuman yang dijatuhkan.
Pihaknya akan sesuaikan dengan sanksi yang bersangkutan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparat Sipil Negara (ASN) yang diatur dalam Disiplin Pegawai Negeri.
Baca juga: Eks Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti Ditahan di Rutan Polda Metro Jaya & Wiratmaja di Rutan KPK
Prof Antara pun ingin menyampaikan kepada unit-unit dan instansi-instansi yang ada di luar Unud yang memohon dan memanfaatkan keahlian dari dosen-dosen Universitas Udayana untuk mengikuti prosedur penggunaan SDM Unud.
Prosedurnya tersebut terdiri dari proses, kemudian permohonan dari institusi di luar itu kepada Rektor.
Kemudian nantinya Rektor akan mencarikan kriteria sesuai dengan kompetensi yang dikehendaki oleh instansi yang dibutuhkan di luar Unud.
"Kalau sudah itu dilakukan nanti harus ada memproses izin yang bersangkutan untuk beraktivitas di luar kampus. Karena selama ini banyak sekali tenaga-tenaga dosen-dosen Unud yang membantu instusi luar Unud baik negeri atau swasta tanpa izin institusi," sambungnya.
Dan dengan adanya masalah seperti ini atau tiba-tiba saja artinya institusi yang bertanggungjawab.
Prosedur tersebut terdiri dari permohonan, penugasan dari Rektor kemudian akan diterbitkan izinnya, lalu dapat lebih selektif atau memberikan izin kepada para dosen di Unud.
"Jangan-jangan yang bersangkutan tidak ada izin dari rektor untuk berkiprah dengan institusi luar. Kan jadi runyam," pungkasnya.
Karena Prof Antara baru saja menjabat menjadi Rektor di Unud, ia pun akan mengecek terlebih dahulu, apakah yang bersangkutan sudah izin dengan rektor sebelumnya.
Namun selama 5 bulan menjabat, Prof Antara mengatakan jarang melakukan proses izin karena tidak ada permohonan.
"Jadi kami sulit mengontrol. Itu saja imbauan saya. Kepada instansi-instansi yang ada di luar Unud manakala memerlukan SDM kami, pasti kami penuhi, tetapi harus ada prosedur, permohonan. Kalau ada yang ditunjuk, kami persilakan. Kalau tidak, kami harus sesuaikan dengan kompetensi yang diminta. Nanti mereka kalau berkiprah di luar tanpa izin atasan akan menjadi masalah," imbaunya.
Sementara untuk sanksi pemecatan, Prof Antara mengatakan, bukan wewenangnya.
Nantinya sanksi pemecatan akan diputuskan oleh Kementerian.
Dan pihaknya hanya dapat menonaktifkan saja. (gil/sar)
Kumpulan Artikel Bali