Berita Bali
ETLE Akan Dipasang di 12 Titik, Tilang Elektronik di Bali Sudah Berlaku, 5 Pelanggar Didenda
Kapolda Bali meluncurkan Elektronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Nasional Presisi Tahap II di Gedung Pesat Gatra Polresta Denpasar
Penulis: Firizqi Irwan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra bersama jajaran dan instansi terkait lainnya meluncurkan Elektronic Traffic Law Enforcement (ETLE) Nasional Presisi Tahap II di Gedung Pesat Gatra Polresta Denpasar, Bali, Sabtu 26 Maret 2022.
Tilang elektronik di Bali ini sudah berlaku dan lima pelanggar sudah dikenakan denda.
“ETLE nantinya tak hanya untuk mengawasi, tapi juga berfungsi menerapkan hukum berlalu lintas yakni penindakan tilang secara elektronik. Dilakukan penilangan sistem elektronik. Tadi rekan-rekan sudah lihat simulasinya, bagaimana mekanisme kerjanya ketika didapati suatu pelanggaran, ter-capture dalam kamera ETLE. Kemudian ditentukan jenis pelanggarannya apa, dicetak bukti pelanggarannya kemudian dikirim ke alamat yang bersangkutan (para pelanggar)," kata Kapolda Bali.
Kapolda Bali mengatakan, jika para pelanggar sudah mendapatkan bukti penindakan atau pelanggaran nantinya mereka harus membayar biaya tilang (Bukti pelanggaran) dan langsung masuk ke aplikasi.
Baca juga: ETLE Dilaunching di Bali, Sosiolog Soroti Sistem Panoptikon dan Ruang Kompromi untuk Kemanusiaan
Menurutnya, langkah ini sangat bagus dan teratur dibandingkan di saat ada interaksi antara petugas polisi lalulintas dengan para pelanggar.
"Jadi sama sekali mengurangi interaksi antara petugas dan pelanggar. Pelanggar akan mengetahui apa pelanggarannya, karena betul-betul real ada fotonya dan pelanggarannya apa dan apa sanksinya," tambahnya.
Kapolda Bali menyebutkan, akan ada pengembangan lebih lanjut dalam penggunaan dan penerapan ETLE di wilayah hukumnya.
Bahkan Jayan Danu menyebutkan, nantinya tidak hanya di satu titik penerapan ETLE di wilayah Polda Bali, khususnya Kota Denpasar.
Kapolda Bali mengatakan, saat ini penerapan ETLE di wilayah hukumnya baru ada satu titik, tepatnya di Simpang Buagan, antara Jalan Imam Bonjol dan Jalan Teuku Umar, Pemecutan Kelod, Denpasar Barat, Kota Denpasar.
Dukungan dari Korlantas Polri nantinya akan turun membantu dalam menyukseskan penerapan ETLE di wilayah Polda Bali.
Tak hanya itu, ETLE juga dihadirkan untuk mendukung dan menyukseskan acara KTT G20.
"Kita tahu dalam kegiatan Presidensi G20, dukungan untuk Bali menjadi salah satu perhatian dan salah satunya adalah Korlantas Polri terkait pemasangan ETLE," kata Jayan Danu.
Nantinya, untuk menyukseskan penegakkan hukum berlalu lintas dan kegiatan KTT G20, Polda Bali akan kembali memasang ETLE di 12 titik di wilayah Bali.
Mengenai titik lokasi itu, Kapolda belum bisa menentukan secara pasti, namun wilayah Denpasar, Badung dan beberapa tempat lainnya, termasuk di pintu masuk menuju Bali akan ia perhatikan.
"Kami survei lagi yang paling ideal di mana, karena ini mendukung juga, Bali dengan smart city-nya, Denpasar dan Sarbagita. Saya kira seluruh wilayah Bali akan ter-cover. Terutama pintu masuk," jelas Jayan Danu.
ETLE tidak hanya berfungsi sebagai cara menindak pelanggar berlalulintas, tapi juga difungsikan untuk keamanan di wilayah Bali.
"Karena kamera face reconection, bisa mendeteksi wajah dan plat conection. Jadi di situ juga bisa mengetahui mobil ini, siapa pemiliknya dan apa, bagaimana masalah keamanan bisa kita cover dari tampilan ETLE tersebut," ujar Kapolda Bali.
Dirlantas Polda Bali Kombes Pol Prianto memastikan, rencana pemasangan 12 titik kamera ETLE tersebut bisa diterapkan dua bulan sebelum KTT G20 berlangsung.
"Kemungkinan dua bulan sudah siaplah itu (penambahan ETLE di 12 Titik)," ujar Kombes Pol Prianto di lokasi yang sama, Sabtu.
Mengenai lokasi, Prianto menyebutkan 12 titik penambahan ETLE nantinya akan ditempatkan di jalur yang dilalui para delegasi berbagai negara KTT G20 saat berada di Bali.
Namun ia masih menelusuri lebih lanjut alias survei ke beberapa titik yang dilalui para petinggi tingkat dunia di Bali, Oktober 2022 mendatang.
"Itu sudah kita survei, terutama yang dilalui, rute-rute G20. Untuk prioritas pertama kita tempatkan di semua rute G20. Seperti Bandara, Kempinski, GWK dan lainnya," katanya.
Mengenai penindakan tilang ETLE, kata Prianto, saat ini sudah ada lima pengendara yang ditilang dan sudah ada yang dibebankan denda saat bayar pajak kendaraan.
"Sudah ada lima, ada dibebankan saat bayar pajak. Pelanggarannya ada melanggar rambu-rambu. Roda dua dan juga roda empat (pelanggar)," kata Prianto.
Disinggung seberapa efektif ETLE saat diterapkan, Dirlantas Polda Bali memastikan ETLE sangat efektif.
"Menurut kami ini sangat efektif dalam arti kata itu kan fair, sistem. Dia (ETLE) tidak ada keberpihakan atau mungkin sentimen anggota terhadap pengguna jalan, kan berdasarkan scientifik kamera," jelasnya.
Baginya, penerapan ETLE juga berfungsi mencegah oknum petugas yang berlaku curang atau nakal. "Iya, yang disampaikan Pak Kapolri tadi, ini untuk mengurangi interaksi antara petugas dengan pelanggar, korupsi anggota dan lain sebagainya," imbuh Prianto.
Ia mengakui interaksi antara anggota polisi dengan pelanggar masih ada ditemukan, namun setelah ada penerapan ETLE ini tahun ke tahun itu akan semakin berkurang.
"Masih ada. Namanya juga petugas, kan manusia juga. Tapi kita berharap kepada masyarakat, semakin banyaknya ETLE nanti, ya tolong harus semakin patuhlah. Itu juga untuk keselamatan masyarakat sendiri," katanya.
Penindakan berdasarkan ETLE bagi para pelanggar lalu lintas sudah mulai diterapkan beberapa hari terakhir ini.
Beberapa pelanggar sudah ada yang dipanggil dan melakukan pembayaran melalui aplikasi dari BRI yakni BRIVA.
"Hasilnya sudah ada. Pemanggilan melalui aplikasi juga, BRIVA. Meskipun hanya satu titik, sudah ada kegiatan berkaitan dengan penegakkan hukum berdasarkan ETLE. Ini kita akan evaluasi terus," kata Kapolda.
Baca juga: Launching ETLE, Kapolda Bali Sebut Tujuannya untuk Lebih Menertibkan Lalu Lintas
News Analisys Sosiolog Universitas Udayana Bali Wahyu Budi Nugroho, Bisa Ubah Perilaku Berkendara
SEPERTI apa penerapan ETLE ditilik dari perspektif sosiologis masyarakat. Sosiolog Universitas Udayana Bali, Wahyu Budi Nugroho menyampaikan kepada Tribun Bali, Sabtu 26 Maret 2022 berikut ini:
Penerapan ETLE tentu memiliki dampak yang positif dan juga menyisakan sebuah tanda tanya.
Fungsi ETLE dapat berdampak positif jika ke depan dapat membuktikan perannya untuk mengubah perilaku berkendara masyarakat ke arah yang lebih baik dan mengurangi angka pelanggaran dan tentunya kecelakaan lalu lintas di jalan raya.
Memang ada beberapa teknologi yang berhasil mengubah perilaku masyarakat, misalkan HP.
Awalnya digunakan untuk mendekatkan yang jauh, sekarang justru menjauhkan yang dekat.
Kemudian laptop dan lain lain.
Kunci agar teknologi bisa mengubah perilaku masyarakat dia harus bersentuhan langsung dengan masyarakat dan harus berdampak langsung.
Bagaimana ETLE dapat mengubah perilaku berkendara? ETLE harus bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Dalam hal ini misalkan ketika terjadi pelanggaran sanksi atau hukuman harus betul-betul konsisten dan konsekuen.
Selama kemudian dia punya sanksi yang konsisten saya pikir lambat laun bisa mengubah cara atau budaya berkendara masyarakat yang kurang baik menjadi tertib.
Masyarakat butuh ajakan persuasif ada yang perlu represif atau tekanan, dalam istilah lain mekanisme reward and punishment.
Baca juga: Polda Bali Kebut Pemasangan ETLE Jelang KTT G20, Prioritas Dipasang di Jalan yang Dilalui Delegasi
Kalau Denpasar, saya pikir mungkin tidak sekadar persuasif untuk mengubah budaya dalam berkendara.
Memang sejak lama budaya berkendara di Denpasar kurang tertib. Jadi saya pikir tidak sekedar persuasif.
Maka dari itu, asalkan ETLE bisa memberikan sanksi secara konsisten, ini bisa mengubah perilaku berkendara masyarakat.
Ddalam kajian sosiologis ada yang namanya sistem untuk memantau atau mengontrol atau mengawasi masyarakat yang dinamakan sistem Panoptikon.
Panoptikon prinsipnya bagaimana kita bisa mengawasi orang lain tanpa orang lain tahu kalau dia sedang diawasi.
Panoptikon paling awal adalah penjara yang bentuknya colosseum di tengah penjara ada menara pengawas.
Menara itu seolah selalu mengawasi semua tahanan.
Padahal belum tentu.
Bisa jadi penjaga di dalamnya sedang tidur.
Konsep Panoptikon ini pun dipraktikkan dalam pos-pos polisi di persimpangan jalan.
Yang paham dengan konsep ini, mereka membangun Panoptikon dengan kaca hitam.
Seolah dari dalam selalu mengawasi di luar.
Padahal sebetulnya yang di dalam belum tentu mengawasi.
Bahkan kadang tidak ada personel, tapi kita yang lewat selalu merasa diawasi dengan adanya pos polisi.
Dalam perkembangan modern, Panoptikon sekarang paling mutakhir menjelma seperti CCTV, ETLE, yang kemudian menjadi teknologi yang membuat kontrol atau pengawasan terhadap masyarakat semakin mudah, tapi di sisi lain masyarakat selalu merasa dalam kontrol dan pengawasan.
Ada sisi baiknya dan tidaknya.
Sisi baiknya, masyarakat mengalami pendisiplinan secara otomatis, tetapi sisi buruknya teknologi tidak bisa diajak kompromi.
Misalkan seringkali ada hal-hal darurat di jalanan, seperti orang harus terpaksa melanggar lalin, misalnya karena mengantar istrinya yang mau melahirkan.
Kemudian orang terpaksa cepat-cepat ke IGD karena menyelamatkan korban kecelakaan di jalan.
Apakah fungsi ETLE bisa berkompromi? Apakah jatuhnya pelanggaran? Dan apakah ada ruang kompromi atau diskusi dari pengguna jalan untuk alasan kemanusiaan? Saya pikir ini yang perlu ditekankan atau diingatkan pada pemangku kebijakan. Apakah ada ruang negosiasi diskusi dan kompromi untuk pelanggaran semacam ini?
Ada pelanggran atau penyimpangan yang diperbolehkan atau disebut pelanggaran primer yang istilahnya dengan alasan kemanusiaan.
Baca juga: Siap-siap Terima Tilang Elektronik, Polda Bali Launching ETLE Maret atau April Ini
Apakah semakin ke sini Panoptikon semakin otoriter karena sulit diajak berdiskusi atau kompromi karena dijalankan oleh robot atau mesin, atau bisa berkompromi.
Kadang di lapangan ada orang melanggar lalin karena sebab khusus, di situ seringkali polisi malah membantu.
Tetapi untuk teknologi ini, besok semakin ke depan jumlah aparatur di lapangan digantikan teknologi ETLE.
Hal-hal seperti ini akan sulit terjadi lagi. Ini sudah menjadi masalah sejak dulu.
Bagimana teknologi mau tidak mau sedikit mengikis kemanusiaan atau gagal menempatkan manusia sebagai makhluk yang punya perasaan. (riz/ian)
Kumpulan Artikel Bali