Berita Tabanan
Teraso Botol Bekas, Indah dan Ramah Lingkungan
Kopernik bersama Diageo Indonesia menciptakan peluang untuk memanfaatkan botol kaca menjadi teraso
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI, TABANAN - Teraso Botol Bekas, Indah dan Ramah Lingkungan.
Botol bekas telah menjadi salah satu fokus permasalahan sampah di Bali.
Berdasarkan survei Diageo Indonesia bersama Kopernik pada tahun 2021, diketahui bahwa limbah botol kaca belum termanfaatkan dengan baik.
Hal ini dikarenakan keterbatasan kapasitas pengolahan botol kaca.
Oleh karena itu, limbah ini banyak dikirim ke luar Bali untuk diolah kembali.
Associate Manager for the Last Mile Consulting Kopernik Kevin Aditya Prathama mengatakan, ada potensi untuk bisa mengumpulkan dan memanfaatkan limbah botol kaca.
Pemanfaatan ini tentu memerlukan usaha yang besar sehingga dapat menciptakan hasil yang bermanfaat.
"Di Bali ini banyak hotel, resoran, dan bar yang menghasilkan sampah botol kaca. Sayangnya memang belum dimanfaatkan dengan baik.
Tapi saya melihat ada potensi untuk mengubah dan memperbaiki itu," ujar Kevin saat melakukan presentasi Hari Bumi, Jumat 22 April 2022, di Kantor Desa Nyambu, Kabupaten Tabanan, Bali.
Melihat kondisi ini, Kopernik bersama Diageo Indonesia menciptakan peluang untuk memanfaatkan botol kaca menjadi teraso.
Teraso berasal dari bahasa Inggris yaitu terazzo.
Teraso adalah salah satu material bangunan yang terbuat dari campuran semen dengan kepingan atau pecahan material lain.
Ciri khas dari teraso ini adalah material yang bercorak dan memiliki berbagai macam warna.
Hal ini lah yang membuat teraso cocok untuk memperindah bangunan atau lingkungan.
Kevin menjelaskan, teraso yang diproduksi oleh Diageo Indonesia dan Kopernik memanfaatkan campuran limbah botol kaca.
Botol kaca yang utuh dipecahkan menjadi beberapa bagian kecil dan dikumpulkan sesuai warnanya.
Setelah itu, kepingan dihaluskan dan dicampur dengan semen.
Semen yang digunakan juga bisa diwarnai sehingga memberikan nuansanya tersendiri.
Setelah itu, adonan dimasukjan ke dalam cetakan secara manual dengan tenaga manusia.
Kali ini teraso yang dihasilkan berupa wastafel dan coffee table.
Setelah kering, cetakan dipoles sehingga menghasilkan permukaan yang halus.
Untuk menghasilkan enam wastafel dan dua coffee table, Kevin mengatakan, ia harus mengumpulkan 270 kilogram botol bekas.
Botol bekas ini ia dapatkan dari restoran, bar, dan hotel di Bali, khususnya di daerah Ubud Gianyar.
Setelah terkumpul, botol bekas diangkut ke tempat pembuatan yang berlokasi di Mengwi Badung.
Proses daur ulang botol kaca bekas menjadi produk yang mempunyai nilai jual dapat digolongkan sebagai kegiatan upcycling.
Jika diuangkan, teraso yang dihasilkan oleh DIageo Indonesia dan Kopernik bisa mencapai harga Rp1.500.000.
Sementara dari Diageo Indonesia, Dendy Borman mengatakan, pengolahan limbah botol kaca sebagai teraso sesuai dengan tujuan lembaganya.
Diageo Indonesia berkomitmen membangun dunia yang rendah karbon dan tanpa limbah sesuai dengan rencana aksi 10 tahun Society 2030 : Spirit of Progress.
Pada tahun 2022, Diageo Indonesia dan Kopernik akan memperluas jangkauan pengumpulan botol kaca.
Untuk itu pihaknya akan bekerjasama dengan cafe, restoran, serta hotel di Bali.
"Target, kami akan mengumpulkan total 8.000 botol, pertengahan tahun 2.000 botol, dan kuartal ketiga serta keempat masing-masing 3.000 botol," ujar Dendy Borman.
Ia berharap kedepannya sampah akan dapat diolah dengan baik.
Selain untuk melestarikan bumi, melalui ini juga dapat memajukan pariwisata Bali ramah lingkungan dan berkelnajutan.
(*)