Berita Pendidikan

Pemerataan Pendidikan Sebagai Gerbang Awal Merdeka Belajar

PEMERATAAN PENDIDIKAN SEBAGAI GERBANG AWAL MERDEKA BELAJAR PEMERATAAN PENDIDIKAN SEBAGAI GERBANG AWAL MERDEKA BELAJAR

Editor: Harun Ar Rasyid
ist
Nama saya adalah Yoakim Zordan Halawa. Saya dipanggil Zordan 

Namun pada kenyataannya, hingga saat ini progarm tersebut masih banyak belum terealisasi.

Banyak bukti nyata yang ditemukan oleh mahasiswa di lokasi, di mana terdapat sekolah memiliki guru olahraga yang memang ahli dan berlatar belakang pendidikan olah raga, namun fasilitas sarana dan prasarana olahraga tidak lengkap dan memadai sehingga siswa hanya paham akan teorinya, namun dari segi praktek hasilnya nihil.

Hal ini terjadi dikarenakan pemerataan pemberian fasilitas sarana dan prasarana dari pemerintah masih belum merata.

Dampaknya sangat berakibat fatal juga dalam kelancaran proses belajar siswa karena selalu belajar teori tidak disertai dengan praktek yang cukup akibat kurangnya fasilitas yang mendukung kegiatan praktek tersebut.

Jika berbicara tentang pemerataan, tentunya segala sesuatu yang diberikan oleh pemerintah dalam memberikan fasilitas bagi sekolah misalnya pembagunan laboratorium komputer, pegiriman buku bacaa, pembangunan gedung baru/renovasi, harusnya dilakukan secara merata dan menyeluruh pada sekolah sekolah yang mana sekolah tersebut diketahui membutuhkan bantuan pemerintah.

Namun saat ini belum ada titik terang atas respon pemerintah. Jika pemerinyah selalu memprioritaskan pendidikan di kota, maka bagaimana nasib pendidikan di desa yang menginginkan pendidikan layaknya bseperti anak kota.

Jika pemerataan ini dilakukan secara cepat, benar, dan tepat pada sasarannya, literasi siswa akan lebih terbuka lebar, dimana mereka yang tinggal didesa yang tidak mengenal apa itu teknologi seperti komputer, laptop dan sebagainya, siswa pasti akan dengan banga dan semangat untuk belajar dan mengenal lebih luas tentang teknologi.

Di daerah ini siswa rata rata tidak mengenal komputer meski ada beberapa yang tau karena saudaranya ada yang kuliah dan memang dikatakan mampu. Lalu bagaimana mereka yang dari keluarga tidak mampu? Tentunya mereka membutuhkan uluran bantuan untuk di perkenalkan pada kemajuan teknologi sekarang ini.

Berbicara sarana dan prasarana sekolah tentunya juga masih sama kasusnya belum merata dimana saat ini banyak sekali sekolah yang memerlukan perbaikan gedung baik pembuatan gedung baru maupun renovasi yang saat ini tidak dilaksanakan merata.

Hal ini juga ada hubungannya dengan biaya operasional sekolah (BOS) yang di terima oleh sekolah dari pemerintah seperti pembuatan gedung baru atau renovasi tidak dapat dianggarkan pada BOS.

Masalah lainnya, pada administrasi perpustakaan yang sekolah miliki, namun kelengkapan buku-buku masih belum memadai. Dan sekolah ini tidak dapat melakukan penambahan buku dikarenakan anggaran dana yang diterima oleh sekolah sangat sedikit ditambah lagi beberapa larangan yang tidak mempebolehkan penganggaran belanja dalam mengisi buku di perpustakaan sekolah.

Kalaupun bisa dianggarkan, dorongan dana yang diterima oleh sekolah tidak mencukupi. Pembatasan anggaran diterima oleh sekolah berdasarkan jumlah siswa juga kurang efektif menurut guru dan masyarakat sekitar (Khususnya Sekolah Dasar) karena jika dilihat dari data statistik jumlah siswa yang mendaftar pertahunnya, sangatlah menurun dalam 10 tahun terakhir. Hal ini disebabkan bukan karena kurangnya minat siswa untuk sekolah pada setiap instansi atau memandang kemajuan sekolah itu, tapi ini disebabkan oleh program pemerintah juga yang menekan angka kelahiran populasi manusia di Indonesia yang sering kita kenal dengan program “Keluarga Berencana (KB) dikatakan berhasil karena jumlah angka kelahiran semakin menurun.

Jika pemerintah mengikuti peraturan pemberian BOS pada setiap sekolah berdasarkan jumlah siswa, sepertinya perlu dikaji kembali. Karena sekolah tidak bisa menjamin untuk meningkatkan jumlah siswa yang mendaftar di sekolah tiap tahunnya. Masalah lainnya dari segi literasi siswa masih kurang, di mana dalam menghargai sesama bahkan guru lebih lebih pada kedisiplinan, siswa masih saja banyak menyepelekan hal itu. Dan dalam hal ini, guru juga tidak bisa terlalu tegas dalam mendidik siswa dalam memberikan tekanan, dimana dulunya dalam sistem pengajaran jika siswa yang bandel tidak mematuhi aturan, maka gurunya bertindak dalam memukul fisik anak guna untuk mengingatkan pentingnya mematuhi aturan. Namun dengan sistem pendidikan sekarang ditambah lagi peraturan perundang-undanga tentang hak perlindungan anak maka guru tidak dapat menindak setiap siswa yang tidak mematuhi perintah.

Berdasarkan penilaian guru dan beberapa masyarakat setempat yang diwawancarai lebih setuju jika metode pengajaran yang lama di terapkan kembali, karena kebanyakan anak didik sekarang lebih menyepelekan setiap aturan karena tidak ada tindakan tegas dari pihak guru sebab terikat peraturan perundang-undangan tersebut.

Sehubungan dengan itu, untuk menindak lanjutinya pemerintah inisiatif melakukan sebuah program yang dapat membantu pemerintah sekaligus membantu perbikan pendidikan bangsa, maka dibuatlah gagasan dalam meluncurkan program Kampus Mengajar.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved