Parjuma Modom, Kisah Perjuangan Hidup Orang Simalungun

Di balik kehidupan normal tersebut ternyata ada kehidupan yang tidak normal atau tidak wajar di komunitas huta tersebut yaitu Marjuma Modom.

Editor: Kander Turnip
Istimewa
Riasman Damanik, ST 

Setelah berkembangnya zaman di era kemerdekaan Indonesia dan runtuhnya kekuasaan kerajaan (revolusi sosial Simalungun tahun 1946), pola hidup masyarakat  berubah menjadi lebih mandiri, namun tetap hidup secara berkelompok dalam suatu huta.

Biasanya akan muncul tokoh lokal yang menjadi penatuai yang disebut gamot. Kalau di daerah lain semacam kepala suku.

Dalam satu huta pada umumnya ditempati oleh penduduk yang masih berkaitan antarkeluarga (ada hubungan tali darah) dan bahkan dalam satu rumah tempat tinggal (jabu) ditempati oleh beberapa keluarga yang biasa disebut jabu banggal.

Jabu banggal ini dibangun bersama-sama dengan bergotong-royong (marharoan bolon) memakai bahan yang diambil dari hutan (bahan alam) dan biasanya dibangun tinggi di atas tiang balok kayu (martukkarang).

Tujuan martukkarang ini utamanya supaya manusia aman dari hewan liar di bawah. Saya sendiri pernah menikmati jabu martukkarang yang dibangun pada 1970-an.

Ciri-ciri satu huta (kampung) adalah terdapat beberapa jabu (na etek dan na banggal, tergantung jumlah anggota keluarga), dekat dengan sumber air, ada balei sarana perjumpaan (acara adat lokal), ada losung (untuk mengolah padi menjadi beras), ada juga kodei (warung), ada parsinumbaham, ada bah paridian, dan lain-lain.

Nah, dalam huta ini bisa dikatakan hanya sebagai tempat tinggal saja, sedangkan ladang pertanian (juma) tersebar di sekitarnya, baik yang jauh dan dekat.

Setiap penduduk melakukan perjalanan berangkat pagi ke ladang (juma) dan sore kembali ke huta.

Demikian seterusnya setiap hari. Begitulah kehidupan yang normal dan wajar waktu itu.

Di balik kehidupan normal tersebut ternyata ada kehidupan yang tidak normal atau tidak wajar di komunitas huta tersebut yaitu Marjuma Modom.

Kalau didefinisikan secara sederhana, marjuma artinya berladang. Modom artinya tidur. Jadi marjuma modom bisa diartikan tidur di ladang.

Secara realitas, kehidupan parjuma modom (orang yang tinggal di ladang) ini tidak ada tempat tinggal di huta.

Dia tinggal hanya di gubuk (sopou) di ladang. Biasanya terpencil.

Tidak ada interaksi langsung secara rutin dengan komunitas karena tidak pernah ke huta (pusat tempat tinggal). Hidupnya hanya menyendiri di ladang.

Mengapa dan bagaimana bisa muncul penduduk yang menjadi parjuma modom?

Halaman
1234
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved