serba serbi

WALAKA dan Bedanya Dengan Sulinggih Dalam Hindu Bali

Banyak pertanyaan di masyarakat, apa bedanya sulinggih dengan walaka. Berikut penjelasan dari Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti.

Tribun Bali/AA Seri Kusniarti
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti 

TRIBUN-BALI.COM – Banyak pertanyaan di masyarakat, apa bedanya sulinggih dengan walaka. Berikut penjelasan dari

Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti, dari Gria Bhuwana Dharma Shanti, Sesetan, Denpasar.

Menjelaskan bahwa dalam Pesamuhan Sulinggih se-Bali tanggal 30 sampai dengan 31 Juli 1986.

Telah dipertegas, tentang peranan dan fungsi sulinggih (pendeta).

Baca juga: PROSESI Ngelukar Gelung, Ini Syarat Seorang Sulinggih Berhenti dan Kembali Menjadi Walaka

Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti bersama para sulinggih saat melakukan puja dalam upacara Caru Bayuh Bumi di Besakih - Gerimis Menemani, Caru Bayuh Bumi Berjalan Labda Karya
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti bersama para sulinggih saat melakukan puja dalam upacara Caru Bayuh Bumi di Besakih - Gerimis Menemani, Caru Bayuh Bumi Berjalan Labda Karya (Tribun Bali/AA Seri Kusniarti)

Bahwasanya, sulinggih juga disebut Dang Acharya, sadhaka, pandita atau juga disebut wiku.

Bertugas sebagai penuntun dalam kehidupan beragama.

Sehingga beliau perlu mengambil langkah-langkah positif, dan terpadu dalam melaksanakan Lokapalasraya.

Guna mengimbangi perkembangan dan kemajuan umat, terutama dalam cara memahami dan mengamalkan agamanya.

Baca juga: PHDI Bali Minta Sulinggih Agar Meminimalisir Penggunaan Medsos Apalagi Sampai Berdebat

Pada dasarnya, umat Hindu mengenal adanya 3 (tiga) lapisan umat dalam masyarakat.

Bila ditinjau dari peranan dan kedudukannya dalam keagamaan.

Adapun ketiga lapisan itu dalam agama Hindu yaitu walaka, pinandita, dan sulinggih.

Ida Pedanda Wayahan Bun, Griya Sanur Pejeng Gianyar. Sulinggih yang memberikan piteket kepada AWK dan mengarahkan agar AWK meminta maaf dan menghaturkan guru piduka. Salah satu piteket beliau adalah mulat sarira atau introspeksi diri.
Ida Pedanda Wayahan Bun, Griya Sanur Pejeng Gianyar. Sulinggih yang memberikan piteket kepada AWK dan mengarahkan agar AWK meminta maaf dan menghaturkan guru piduka. Salah satu piteket beliau adalah mulat sarira atau introspeksi diri. (Tribun Bali/AA Seri Kusniarti)

"Walaka adalah umat atau masyarakat Hindu, yang belum pernah mendapatkan atau melakukan penyucian diri melalui upacara 'padiksan' atau upacara padwijatian. 

Bila dilihat dari hal tersebut, maka walaka merupakan jumlah terbesar dari seluruh umat Hindu.

Bahkan jumlah walaka bisa melebihi 95 persen, dari umat Hindu itu sendiri.

Oleh karena itu, umat yang tergolong walaka, juga disebut sebagai umat awam atau umat kebanyakan.

Baca juga: Ida Rsi Bhujangga Lokantha Putuskan Mundur dari Kesulinggihan: Menjadi Walaka Lebih Bebas Berkarya

Pinandita, kata beliau, adalah umat yang telah mendapatkan upacara penyucuan dengan melaksanakan 'Podgala' melalui 'Pawintenan Pasakapan Widhi'.

"Setelah melaksanakan upacara ini, maka umat ini disebut (dibhiseka) dengan sebutan pinandita, jero mangku atau jero gede," ucap mantan dosen Unhi ini.

Menurut dresta atau kebiasaan umat Hindu di Bali, pinandita ini memiliki kewenangan sedikit lebih tinggi dari para walaka.

Khususnya dalam memimpin upacara keagamaan, namun biasanya yang sifatnya kecil-kecil.

Lapisan masyarakat ini disebut sebagai 'ekajati'.

Acara kegiatan diklat kepemangkuan dan serati banten di Maha Gotra Sanak Sapta Rsi Denpasar Pusat, di ikuti oleh 40 orang Pemangku dan juga Serati.
Acara kegiatan diklat kepemangkuan dan serati banten di Maha Gotra Sanak Sapta Rsi Denpasar Pusat, di ikuti oleh 40 orang Pemangku dan juga Serati. (Tribun Bali/Putu Honey Dharma)

Sulinggih juga disebut pandita, wiku, sadhaka, atau acharya.

Sulinggih adalah umat yang telah mendapatkan upacara penyucian dengan diksa atau padiksan. 

Itu dilakukan oleh seorang nabe.

"Mereka yang telah disucikan ini, kemudian disebut dengan nama sulinggih, pandita, wiku, sadhaka, atau Dang Acharya," sebut beliau.

Sedangkan secara pribadi, atau kekeluargaan mereka mempunyai pula “Abhiseka” (nama  kawikon) masing-masing sesuai dresta warganya.

"Misalnya  ida pedanda, Ida Rsi Bhujangga Waisnawa, Ida Rsi, Ida Pandita Mpu, Ida Sri Empu, Ida Bhagawan, Ida Dukuh. Karena mereka talah menempuh upacara penyucian melalui Padwijatian, maka lapisan masyarakat ini disebut dwijati," imbuh beliau. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved