Berita Denpasar
Prosesi Memohon Angin dalam Lomba Layang-Layang di Carik Nyalin Pedungan, Empat Orang Kerauhan
Sebelum lomba layang-layang yang diikuti oleh Rare Angon atau sebutan untuk pelaku layang-layang, digelar prosesi nunas angin atau memohon angin.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebelum lomba layang-layang yang diikuti oleh Rare Angon atau sebutan untuk pelaku layang-layang, digelar prosesi nunas angin atau memohon angin.
Seperti yang dilakukan di Carik Nyalin, Kelurahan Pedungan Denpasar, Bali.
Baca juga: 455 Peserta Ikut Lomba Layang-layang di Carik Nyalin Pedungan Denpasar
Di mana di tempat ini Sekaa Teruna Dwi Tunggal, Banjar Menesa Puseh Kelurahan Pedungan Denpasar menggelar Dwi Tunggal Melesat Kite Festival.
Sebelum peserta menerbangkan layang-layang, Jero Mangku Pura Balun, Desa Adat Pedungan, Jero Mangku Ketut Subeg melakukan prosesi memohon angin.
Di mana dalam memohon angin ini dihadirkan dua layangan duwe Pura Balun yang berbentuk layangan janggan.
Layangan duwe pertama dengan ukuran kecil bernama Janggan Alit Kesenengan, sementara layangan besar bernama Ida Pemayun Cakra Pralina Jagat.
Baca juga: KECELAKAAN Tunggal, Mobil di Denpasar Hindari Motor Hingga Terbalik
“Kami melakukan prosesi memohon angin saat akan ada acara lomba layang-layang di wilayah Pedungan dengan menghadirkan dua layang-layang duwe ini,” kata Mangku Ketut Subeg saat diwawancarai Sabtu, 4 Juni 2022.
Dalam memohon angin ini, sarana upakara yang digunakan yakni banten pejati dan juga segehan.
Banten tersebut dihaturkan di sebuah palinggih non permanen yang dibangun di lokasi acara.
“Kami memohon kepada Pangulun Subak agar Bhatara Bayu napak. Sehingga angin bisa datang,” katanya.
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas ke PN Denpasar, Eka Wiryastuti Akan Disidang 14 Juni 2022
Mangku Ketut juga mengatakan jika Pura Balun berasal dari dua suku kata yakni Ba yang berarti Batur, dan Lun yakni Ulun Danu.
“Kaitannya bersaudara kakak adik. Sementara layang-layang duwe ini adalah pelalian (mainan) Ida Rare Angon,” kata lelaki yang sudah menjadi pemangku 20 tahunan ini.
Saat prosesi nunas angin ini, empat orang kerauhan dan mendekati layang-layang duwe sebelum diterbangkan.
Setelah prosesi memohon angin selesai, angin pun mulai datang berhembus.
Kemudian, satu layangan duwe yang memiliki ukuran lebih kecil diterbangkan.
Saat layangan duwe tersebut diturunkan, barulah lomba layang-layang ini dimulai.
Lomba ini merupakan yang pertama dan digelar ST Dwi Tunggal ini dan digelar selama dua hari yakni Sabtu - Minggu, 4 - 5 Juni 2022.
Pelaksanaan lomba digelar di Carik Nyalin yang masuk wilayah Subak Kerdung, Desa Adat Pedungan.
Ketua Panitia Dwi Tunggal Melesat Kite Festival, Kadek Aiswha Narendra mengatakan lomba layang-layang ini diikuti oleh 455 peserta.
"Tapi kami masih buka pendaftaran dengan target minimal 500 atau kalau bisa 1.000 peserta," kata Narendra saat diwawancarai Sabtu, 4 Juni 2022.
Ada beberapa kategori dalam lomba ini mulai dari layangan plastik, kategori remaja, dewasa, dan celepuk.
Sementara jenis layang-layang yang dilombakan yakni bebean, pecukan, janggan buntut, janggan, dan celepuk.
Untuk peserta lomba ini berasal dari seluruh Bali.
"Pendaftaran lomba ini sudah kami buka sejak 2 Mei 2022 lalu," katanya.
Biaya pendaftarannya berkisar antara Rp60 ribu hingga Rp100 ribu.
Ia mengatakan, terdapat delapan orang juri dalam perlombaan ini.
Pemenang akan mendapat piala, piagam, dan uang pembinaan.
Selain itu ada juga penghargaan untuk pengirim layangan terbanyak, dimana satu sekaa bisa mengirim 20 layangan.
"Untuk pengirim terbanyak mendapat piala, piagam dan dua ekor ayam," katanya.
Ia mengatakan kegiatan bertujuan untuk melestarikan budaya khususnya layangan Bali. (*)