Berita Bali
Suporter Bali Sejati Dewa Dadang Satria Meninggal Dunia, Mendiang Tak Pernah Mengeluh Sakit
Jenazah Dewa Putu Artawan atau dalam dunia suporter sepakbola di Bali dikenal dengan nama Dewa Dadang, dikremasi di Setra Adat Singakerta
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Wajah-wajah duka terlihat dari iring-iringan pengantar jenazah.
Sebab mereka kehilangan sosok periang, yang sangat mudah bergaul dengan siapa pun.
Jenazah Dewa Putu Artawan atau dalam dunia suporter sepakbola di Bali dikenal dengan nama Dewa Dadang, dikremasi di kuburan atau Setra Adat Singakerta, Ubud, Gianyar, Bali, Sabtu 4 Juni 2022.
Hasil pantauan Tribun Bali di rumah duka, rumah Dewa Dadang dihadiri oleh banyak pelayat, Sabtu siang.
Baca juga: Selamat Jalan Dewa Dadang: Suporter Bali United Dikremasi Hari Ini
Pelayat dari sanak keluarga, teman-temannya di Baladika Bali hingga sejumlah suporter bola.
Sementara yang tak bisa hadir, mereka mengirimkan karangan bunga berisi ucapa duka cita.
Karangan bunga ini datang dari berbagai kalangan, termasuk Bupati Gianyar, Made Mahayastra.
Sebelum dikremasi atau mekingsan ring gni, jenazah terlebih dahulu dimandikan secara adat.
Setelah itu, barulah jenazah mendiang diarak menggunakan joli atau keranda terbuat dari anyaman bambu yang di atasnya memiliki atap khas bangunan Bali.
Jenazah diarak oleh teman-teman mendiang di Baladika Bali, dengan menempuh jarak sekitar 300 meter dari rumah mendiang.
Saat sampai di kuburan, rekannya di Baladika menggelar suatu doa khusus pada jenazah mendiang, setelah itu jenazah dibakar dalam ritual adat mekingsan ring gni.
Bendesa Adat Singakerta, Anak Agung Raka Sukawati menejalaskan, mekingsan ring gni dilakukan lantaran mendiang Dewa Dadang meninggal saat krama setempat akan menggelar pengabenan massal.
Dalam perarem Desa Adat Singakerta, ketika ngaben massal, tulang belulang akan digali dan dibakar.
Karena waktu meninggalnya Dewa Dadang sangat dekat dengan ngaben massal, sehingga jika dimakamkan dan digali lagi, maka hal tersebut tak bisa dibayangkan.
"Tanggal 20 Agustus 2022 ini akan ada ngaben massal, Karena itu, untuk prosesi jenazah mendiang (Dewa Dadang) dilakukan mekingsan ring gni. Karena dalam perarem, saat ngaben massal, jasad orang yang telah meninggal akan digali untuk dibakar. Biasanya sudah berupa tulang belulang. Jadi, kalau jenazahnya masih baru dan digali, maka tidak bagus untuk kesehatan keluarga. Di sini, jika ada yang meninggal setahun sebelum ngaben massal, wajib mekingsan ring gni," ujar Jro Bendesa.
Saudara mendiang, Dewa Raka mengatakan, mendiang meninggal karena kanker paru-paru, Kamis 2 Juni 2022, sekitar pukul 13.00 Wita.
Meninggalkan seorang istri dan satu orang anak yang masih SMK.
Selama hidupnya, mendiang selain fanatik sepakbola, juga dikenal sangat ramah, periang dan aktif dalam kegiatan adat.
Karena itu, kata Dewa Raka, pihak keluarga pun sangat kehilangan sosok Dewa Dadang.
"Kita sangat kehilangan sosok periang. Sebelum meninggal, keluarga sudah berusaha sekeras mungkin untuk memberikan pengobatan, namun mungkin sudah menjadi takdir beliau, sehingga pihak keluargapun mengikhlaskan kepergian mendiang," ujarnya.
Disebutkan, pihak keluarga baru mengetahui Dewa Dadang mengidap penyakit kanker paru-paru sekitar empat bulan lalu.
Hal tersebut karena sebelumnya, mendiang sendiri tidak pernah mengeluh sakit.
Setelah diketahui sakit, pihak keluarga mengajaknya beberapa kali ke RS.
"Awalnya berobat di RSUD Sanjiwani, lalu ke Sanglah, lalu ke RSU Ari Santi, terakhir di Sanglah lagi. Pengobatannya sudah opname dan juga terapi," ungkap Dewa Raka.
Sebelumnya, dalam kisahnya sebagai suporter Dewa Dadang, Dewa Bagiarsa dan Dewa Cakur terkenal sebagai suporter yang memulai gaya-gaya away day di tahun 90’an.
Mereka kerap mengikuti ke mana pun klub bermain sejak zaman Perseden Denpasar yang mayoritas pendukungnya dari Singakerta Ubud.
Berawal dari sana, Tiga Dewa mengadopsi gaya-gaya suporter di Jawa yang sudah lebih awal terbentuk.
Dari situlah basis-basis suporter kemudian tumbuh.
Bahkan awal mulanya mendukung kesebelasan, Tiga Dewa ini sempat meminjam dan memperbaiki drumband milik sebuah taman kanak-kanak untuk menciptakan chant-chant dukungan bagi kesebelasan.
Mereka hadir sebelum terbentuknya Laskar Catur Muka kala itu.
Saat itu belum banyak masyarakat yang mendukung klub bola secara “gila” seperti Tiga Dewa ini.
Saat masa jayanya, Dewa Bagiarsa bertindak selaku Ketua, Dewa Cakur selaku penasehat dan almarhum Dewa Dadang menjadi dirigen.
Baca juga: BOBOTOH Sampaikan Bela Sungkawa Untuk Putra Ridwan Kamil, ERIL Adalah Bagian Dari Suporter Persib
Begitu pula saat Persegi Gianyar mulai berkiprah berdiri tahun 2006 mereka lah yang dipangggil untuk membentuk kelompok suporter yang saat itu dijuluki Laskar Kuda Jingkrak, Dewa Dadang lah salah satu pendukung berarti bagi Persegi.
Saat Perseden dan Persegi vakum kala itu dan muncul Bali Devata.
Lagi-lagi Tiga Dewa ini lah yang ditunjuk menjadi koordinator suporter hingga saat masa kejayaan sepak bola Bali era Bali United yang masuk di Bali tahun 2015 meneruskan tim era Perserikatan Persisam Putra Samarinda yang kini telah resmi mengadopsi nama Bali United FC.
“Di era Bali United ini mulai kami regenerasi ke anak-anak muda tentu seiring usia harus ada penerus. Dan Bali sudah tumbuh kelompok-kelompok supporter, seperti Brigaz, Semeton Dewata, Semeton Dewata Bulldog, dan lain-lain,” ujarnya.
Bahkan almarhum Dewa Dadang juga masih berkreasi saat Bali United pertamakali meraih trofi juara Liga 2019.
Sebelum pandemi Covid-19 kreativitas koreo, chant gemuruh stadion tak lepas dari peran seorang Dewa Dadang.
Selama 20 tahun lebih Dewa Dadang menghiasi dunia suporter sepak bola Bali.
Banyak kisah lucu diungkapkan Dewa Bagiarsa dalam pengalamannya bersama Dewa Dadang.
Salah satunya saat away day Persegi Gianyar di Stadion Lebak Bulus Jakarta.
Saat itu karena dia menjadi dirigen dan tidak ada stagger, Dadang harus naik pagar tinggi.
Dadang mengaku agak gemetar saat itu, lalu banyak kisah unik lainnya saat away day.
Dalam akhir wawancara dengan Tribun Bali, Dewa Bagiarsa mewakili pihak keluarga menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya apabila semasa hidup almarhum ada kesalahan, baik yang disengaja maupun tidak.
Rasa duka mendalam juga dialami rekan seperjuangan almarhum, yang juga sudah malang melintang di dunia suporter Bali, yakni Ahmad Bersih yang kini menjadi pentolan Brigaz.
Bagi Ahmad Bersih sosok almarhum Dewa Dadang merupakan sosok yang begitu luar biasa banyak dicintai suporter.
“Sosok Dewa Dadang luar biasa. Saya dengan beliau, meski tidak sedarah, tapi sudah seperti sebagai saudara, seperti keluarga bagi saya. Sosok yang luar biasa mencintai klub yang didukung secara totalitas. Saya ingat dulu beliau pernah datang bawa Baleganjur itu menjadi ciri khasnya saat masa Gelora Dewata. Di sana saya kenal Tiga Dewa,” ucapnya.
Ahmad Bersih pun merasa sangat kehilangan sosok Dewa Dadang.
Kabar duka itu pun membuat syok kalangan suporter Bali United.
“Bukan saya sendiri yang kehilangan, tapi seluruh suporter Bali kehilangan. Almarhum sosok yang mengerti situasi. Apa yang dilakukan membangkitkan semangat di kala tim terpuruk. Dia tahu apa yang dilakukan. Dia seorang suporter sejati. Saya sangat sedih kehilangan beliau,” ucap dia.
Ahmad Bersih juga ingin menularkan semangat, kegigihan almarhum Dewa Dadang dalam mempertahankan kecintaan, mempersatukan kelompok suporter dan mengharumkan nama Bali.
“Beliau tanpa pamrih mencintai, totalitas, kalau yang bisa dicontoh kegigihan mempertahankan, seorang suporter mendukung sebuah klub di Bali total diberikan support kepada mereka berjuang yang mengharumkan nama Bali. Almarhum sosok yang begitu berkarakter. Orang lihat pasti gampang mengenal dan mengingat. Tidak peduli kondisi apa pun, almarhum betul-betul total mendukung sepak bola Bali dari era 89 hingga terakhir mengembuskan napas terakhir,” katanya. (i wayan eri gunarta/adrian amurwonegoro)
Kumpulan Artikel Bali