Berita Tabanan
BULE NGEYEL! Kembali Panjat Pohon Sakral di Tabanan, Ini Kata PHDI Bali
Bule ngeyel kembali panjat pohon suci di Pura Dalem Bakbakan, Tabanan, Bali. Ini Kata PHDI Bali
TRIBUN-BALI.COM - Belum lama ulah bule wanita, berpose melalung di Tabanan.
Kini kembali warga negara asing berulah di tempat suci, yang ada di Bali.
Bule bernama Samuel Lockton, mengagetkan masyarakat Desa Abian Tuwung, Kecamatan Kediri, Tabanan.
Karena nekat memanjat pohon beringin di Pura Dalem Dakdakan, yang disakralkan oleh masyarakat setempat.
Kejadian itu, Sabtu (11/6/2022) sore.

Ironisnya, Samuel sebetulnya sempat diingatkan warga untuk turun dari pohon tersebut.
Namun, Samuel yang saat itu sedang bikin konten, untuk media sosial Tiktok dan tidak mengenakan baju, menolak turun.
Barulah ketika petugas kepolisian dari Polsek Kediri datang.
Dan memerintahkannya turun,
Samuel akhirnya mengikuti.
Kapolres Tabanan, AKBP Renfli Dian Candra, Minggu (12/6/2022), membenarkan adanya kejadian tersebut.
Kini, kata kapolres, bule asal Austrealia itu diserahkan ke pihak Imigrasi Denpasar untuk ditangani lebih lanjut.
Baca juga: Bule Australia Panjat Pohon Sakral di Tabanan Diserahkan ke Imigrasi Denpasar
Dijelaskan Kapolres, penyerahan ke pihak Imigrasi karena proses hukum terhadap yang bersangkutan tidak dapat dilakukan oleh pihak kepolisian.
Unsur gangguan kamtibmas, atau tindak pidana lainnya tidak dapat diproses, karena tidak memenuhi untuk dilakukan penyidikan.
“Karena unsur pidananya tidak ada, maka tidak kami proses, tapi diserahkan ke Imigrasi Denpasar,” ucap AKBP Renfli.
Terkait pidana penodaan agama pun tidak ditemukan karena tidak ada unsur niat dari si bule.

Dari pengakuan Samuel.
Dia memanjat pohon beringin sakral itu, karena ingin membuat konten untuk TikTok.
Samuel mengaku tidak mengetahui, bahwa pohon yang dipanjat itu disucikan oleh masyarakat setempat.
Karena tidak ada unsur pidana, kata Kapolres, maka penyelesaiannya apakah dia akan dideportasi atau tetap bisa tinggal dengan pemantauan adalah ranah pihak Imigrasi untuk menanganinya.
“Jadi mereka yang akan melakukan proses, akan melihat apakah ada unsur pelanggaran UU Keimigrasian,” bebernya.
Lulusan Akpol tahun 2001 itu menjelaskan, kejadian tersebut berlangsung pada Sabtu (11/6) sekitar pukul 15.00 WITA.
Saat itu, Bhabinkamtibmas Desa Abiantuwung melaporkan bahwa di pohon beringin di Pura Dalem Dakdakan ada seorang WNA yang memanjatnya.
Ia telah disuruh turun oleh warga, namun tidak mau.
Setelah petugas dari polsek datang, barulah yang bersangkutan mau turun dan kemudian Samuel dibawa ke kantor polsek setempat.
Samuel disebutkan tinggal di sebuah hotel di Jimbaran, Badung.
Dia mengaku naik ke pohon hanya untuk membuat konten buat medsos pribadi, sesuai hobinya.
Baca juga: Bule Australia Panjat Pohon Sakral di Tabanan Diserahkan ke Imigrasi Denpasar
“Jadi katanya untuk konten pribadi (Tiktok).
Yang bersangkutan tidak tahu bahwa pohon itu adalah pohon yang disucikan.
Ia kemudian meminta maaf dan mengakui kesalahannya,” ungkap Renfli.
Renfli menambahkan, selanjutnya Samuel dipertemukan dengan bendesa adat dan warga setempat.
Dari pertemuan, Samuel dituntut membiayai Upacara Guru Piduka sebesar Rp 500.000.
Namun, Samuel mengaku hanya membawa uang Rp 150.000.
Kemudian, disepakati kekurangan akan dibayar minggu depan.
“Semua sudah disetujui oleh Bendesa Adat Dakdakan dan perwakilan warga yang hadir.
Dengan demikian, permasalahan pun dianggap selesai dan Samuel sudah diserahkan ke Imigrasi,” imbuhnya.
Sementara itu, akibat dipanjatnya pohon yang disakralkan itu, pihak prajuru Desa Adat Kelaci Kelod, Banjar Dakdakan, Desa Abiantuwung, harus membersihkan pohon keramat itu.
Upacara Prayascita Durmanggala untuk mareresik atau membersihkan direncanakan akan digelar Senin (13/6/2022) hari ini.
Hal ini disampaikan Bendesa Adat Kelaci Kelod, I Gusti Made Astawa.
“Kami akan gelar upacara besok (hari ini, red). Bukan guru piduka, namun prayascita durmanggala,” ucap Astawa, Minggu (12/6).
Dijelaskannya, nantinya upacara itu ada menggunakan sarana banten prayascita dan tebasan durmanggala.
Dan ini merupakan petunjuk dari pencangkul yang diminta setelah kejadian pemanjatan pada Sabtu itu.
Mengenai biaya upacara, kata Astawa, akan diberikan oleh Samuel, yang rencananya ia akan diantar ke tempat upacara oleh pihak Imigrasi.
Sebelumnya, Samuel hanya memberikan sekitar Rp 150 ribu, karena tidak membawa uang lebih banyak.
"Tadi pertemuan dengan Imigrasi lagi. Kami sudah buat berita acara perdamaian. Saat upacara nanti, dia akan datang diantar pihak Imigrasi," ungkapnya.
Menurut Astawa, upacara prayascita durmanggala ini dilakukan setelah sebelumnya juga pernah dilakukan hal serupa.
Sekitar sebulan lalu ada prajuru adat yang memangkas beberapa bagian dari pohon beringin sakral tersebut.
Dia melakukannya, karena adanya angin kencang dan khawatir akan ada ranting atau dahan tumbang, sehingga membahayakan bangunan pura dan juga warga yang melintas.
Usai pemangkasan itu digelar upacara yang sama pada esok harinya.
"Di bawah beringin itu ada patung raksasa celuluk. Patung itu sudah ada sejak tahun 80-an. Pohon beringin yang ada sekarang tumbuh dari bagian lengan kanan patung itu.
Awalnya cuma di kepala.
Pas di ubun-ubun.
Habis itu dicabut karena takut merusak patung.
Tapi beberapa tahun kemudian muncul lagi di lengan kanannya.
Sejak itu masyarakat tidak berani lagi mencabutnya," ungkap Astawa.

Terulangnya penodaan tempat suci oleh turis asing.
Membuat Ketua PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali, Nyoman Kenak, mengaku sangat prihatin.
Apalagi kejadian ini tak berselang begitu lama, dari kejadian serupa sebelumnya yang menimpa pohon tua yang disucikan di Desa Tua, Kecamatan Marga, Tabanan.

Alasannya pun sama.
Yakni pelaku yang mengotori kesucian pohon yang disakralkan itu beraksi karena ingin membuat konten di media sosial (medsos).
Oleh karena itu, sebagai Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak mengingatkan dan mendorong agar pihak yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membuat pengumuman tentang status sakral pada pohon ataupun tempat suci di wilayah kewenangannya.
Harapannya, kejadian yang serupa tidak terulang kembali.
“Pada lokasi palinggih, mata air, dan lain-lain yang disakralkan perlu dipasangi papan pengumuman yang permanen. Apalagi untuk tempat-tempat sakral yang tidak ada penjaganya,” katanya.
“Kalau pengempon punya anggaran, mereka bisa mengalokasikannya sendiri.
Baca juga: BULE Melalung DIDEPORTASI! Terbukti Melanggar Aturan Administrasi di Bali
Bagus juga kalau Pemda dengan perangkat daerahnya memprogramkan ini, karena kejadian-kejadian pelanggaran tempat suci ini masih bisa terjadi lagi jika tidak diantisipasi.
Simbol suci Hindu sudah diatur perlindungan fasilitasinya dalam Peraturan Gubernur.
Tinggal aplikasinya dalam program dan disiapkan anggarannya,” katanya.
Ia pun berharap pemandu wisata juga tahu dan memberitahu tamunya apa yang boleh dan tidak.
Jangan sampai mereka hanya tahu tentang urusan holiday, tapi tidak mengerti hal-hal yang bisa menghancurkan Bali.
“Begitu wisatawan itu masuk ke Bali, baik wisatawan mancanegara maupun domestik, mereka harus diberikan pemahaman tentang Bali.
Dengan demikian, mereka tahu mana yang boleh dan tidak,” kata Nyoman Kenak.(ang/sup)