Virus PMK di Bali
Virus PMK Sudah Menyebar Luas di Bali Sebelum Kasusnya Diumumkan, Ini Kata Ahli Virologi
Ahli virologi dan biologi molekuler dari Universitas Udayana (Unud), Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika yang diwawancarai Minggu, 3 Juli 2022 menduga
Penulis: Putu Supartika | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali I Wayan Sunada menyebut kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) sudah masuk Bali.
Dimana ditemukan sebanyak 63 kasus yang tersebar di tiga wilayah yakni Buleleng, Karangasem, dan Gianyar.
Terkait hal tersebut, Ahli virologi dan biologi molekuler dari Universitas Udayana (Unud), Prof I Gusti Ngurah Kade Mahardika yang diwawancarai Minggu, 3 Juli 2022 menduga jika virus ini sudah menyebar luas sebelum diumumkan oleh pemerintah.
“Saya curiga ini penyakit sudah sempat menyebar ke mana-mana. Karena mestinya begitu ketemu di satu titik, hari itu juga titik itu harus diisolasi,” kata Prof. Mahardika.

Ia pun mengatakan semestinya dinas terkait segera melakukan aksi begitu ada satu hewan yang terkonfirmasi dan tidak harus menunggu lama.
Baca juga: VIRUS PMK Mewabah: Daging Hewan yang Terjangkit PMK Dapat Dikonsumsi
“Aksinya yakni meliputi hewan yang kontak dan positif tersebut dalam radies tertentu apakah 1, 2, 3, atau 5 km. Kalau sudah lakukan aksi berarti sudah ditangani dengan baik,” katanya.
Ia pun mengatakan untuk risiko dari PMK ini bukanlah kematian.
Akan tetapi penurunan produksi dan hewan akan menjadi infertil atau jubeng atau tidak bisa bunting.
“Dan yang lain, dampaknya larangan pengiriman dari daerah tertular ke daerah lain dan ke luar negeri. Dampaknya juga bisa di luar peternakan kalau negara itu melarang pengiriman produk pertanian dari Indonesia bahkan Bali,” katanya.
Selain itu, PMK ini juga bisa berdampak pada sektor pariwisata.
Hal ini dikarenakan bisa saja negara-negara bebas seperti Australia, Thailand maupun Amerika akan melakukan pelarangan kepada warganya untuk datang ke Bali.
“Sehingga publik juga harus tahu bahwa PMK itu penyakit serius dan dampaknya besar tidak hanya peternakan tapi di luar peternakan,” katanya.
Untuk saat ini menurutnya langkah yang tepat digunakan adalah perintah diam di tempat atau hewan tidak boleh keluar kandang.
Karena meskipun tidak diperbolehkan mengirim hewan ke luar Bali ataupun sebaliknya, penyakit ini masih bisa menyebar ke daerah yang belum tertular, baik ke kecamatan, ataupun desa di Bali.
Usulan DPRD Terkait PMK

Kasus Penyakit Mulut dan Kuku yang mulai ditemukan di Bali diantaranya dibeberapa Kabupaten seperti Gianyar, Buleleng dan Karangasem tidak menutup kemungkinan dapat mewabah di Kabupaten/Kota lainnya di Bali.
Maka dari itu pemerintah khususnya Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali yang juga dibantu oleh DPRD Provinsi Bali mengajukan permintaan vaksin PMK ke pusat.
Ketika dikonfirmasi, Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bali, IGK Kresna Budi mengatakan ia mendukung penanganan kasus PMK ini dengan cepat, agar PMK dapat tertangani dengan baik.
“Kami mendukung kebijakan pemerintah untuk PMK ini salah satunya adalah kebijakan isolasi pada hewan yang daerahnya terkena PMK agar tidak menyebar,” katanya pada, Minggu 3 Juli 2022.
Ia juga mengimbau agar daerah lain juga melakukan isolasi jika terdapat hewan ternak sapinya yang terjangkit PMK. Hal tersebut harus terus dilakukan agar Bali kembali menjadi zona hijau atau bebas dari PMK. Salah satu vaksin yang harus digencarkan adalah mengambil di Jakarta (pusat,red).
“Bali ini kan menjadi salah satu sentra yang menghasilkan sapi di Indonesia. Ketika ditemukannya PMK di Bali bukan yang menanganinya Bali saja, tapi pemerintah pusat juga,” tambahnya.
Sementara langkah yang harus dilakukan dalam situasi sekarang, Kresna Budi menegaskan adalah memberikan para peternak bantuan obat-obatan dari dinas. Bantuan itu harus segera diberikan.
"Peternak sapi kita di Bali notabene masyarakat yang terbawah, kalua ternak mereka terjangkit tentunya banyak modal yang harus dikeluarkan kembali,” imbuhnya.
Kresna Budi juga mengatakan telah melakukan koordinasi dengan Gubernur Bali termasuk dengan Dinas Pertanian. Khususnya dalam mencari solusi untuk penanganan yang tercepat dalam menangani kasus PMK yang telah ditemukan di Provinsi Bali. Meski baru puluhan, namun kasus itu dapat merebak dengan cepat kepada ternak sapi lainnya.

PMK di Bangli
Dua ekor sapi milik warga asal Banjar Tabih, Desa Buahan, Kintamani diduga terinfeksi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Kendati telah kuat dugaan berdasarkan gejalanya, namun pihak dinas masih menunggu hasil uji lab dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar.
Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli, I Made Alit Parwata mengungkapkan, kasus ini berawal saat seorang peternak membeli seekor sapi di pasar hewan Kayuambua, Kecamatan Susut pada Kamis (23/6). Tiga hari setelah dikandangkan, sapi itu menunjukkan gejala-gejala yang mengarah ke PMK dan menular ke satu ekor sapi lainnya.
"Hingga akhirnya hari Jumat (1/7), yang bersangkutan melapor ke Dinas untuk dilakukan pemeriksaan," jelasnya.
Mendapat laporan tersebut, pihaknya bersama tim BBVet serta Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali telah melakukan uji sampel terhadap sapi itu. Berdasarkan rapat zoom, imbuhnya, kepala balai menyampaikan gejala pada dua sapi itu positif mengarah pada PMK.
"Gejalanya dari mulut dan hidung berbuih. Tapi kami belum menerima hasilnya, jadi itu masih sebatas dugaan. Kami akan segera memastikan hasil pemeriksaan," ucapnya.
Tindak lanjut dari itu, Alit mengaku pihaknya telah melakukan penyemprotan desinfektan pada kandang sapi peternak bersangkutan. Selain itu juga sudah memberikan edukasi pada peternak. Misalnya pemberian pakan yang hanya dibolehkan satu orang saja, tidak boleh bergantian. "Selain itu sapi juga harus dikarantina. Tidak boleh dipindahkan ke kandang lain," jelasnya.
Alit menampik saat disinggung pihaknya kecolongan akan sebaran kasus PMK di Bangli. Sebab pada saat dijual di Pasar Kayuambua, sapi dalam kondisi sehat.
Pihaknya juga menegaskan sudah menugaskan seorang dokter hewan di pasar untuk melakukan pengecekan hewan. Pengecekan dilakukan secara fisik, dengan melihat kuku dan mulut.
Selain itu sejak merebaknya kasus PMK di Jawa dan Lombok, Pemkab Bangli telah mengeluarkan surat kewaspadaan pada para camat, perbekel, hingga Petugas Pengawas Lapangan (PPL) untuk mewaspadai penyebaran PMK. "PPL kami sudah melakukan sosialisasi kepada kelompok-kelompok," ujarnya.
Lantas apakah jual beli hewan akan lebih diperketat, Kadis asal Dusun Sala, Desa Abuan, Kecamatan Susut itu mengaku akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Satgas PMK Bangli.
Pihaknya menyebut, hingga kini harga sapi di Bangli masih relatif stabil belum ada tanda-tanda penurunan. Di mana harga sapi rata-rata Rp 15 juta per ekor, tergantung berat dan usia sapi.
Alit juga mengimbau pada para peternak agar tidak perlu khawatir dengan adanya kasus PMK ini, serta tergesa-gesa menjual sapinya dengan harga murah. Ia menegaskan pihak dinas akan berupaya mengobati sapi yang terinfeksi PMK.
Terkait vaksin PMK, pihaknya menambahkan saat ini sedang melakukan pendataan lebih lanjut jumlah populasi ternak di Bangli. Selanjutnya akan diusulkan kepada pemerintah pusat melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali. (mer)