Berita Bali

Lanjutan Sidang Perkara DID Tabanan, Eks Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Syukuri Hadirnya Saksi Ahli

Lanjutan Sidang Perkara DID Tabanan, Eka Bupati Tabanan Eka Wiryastuti Syukuri Hadirnya Saksi Ahlli

Penulis: Putu Candra | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Putu Candra
Saksi ahli, pakar hukum pidana Prof. Dr. Mudzakkir (kemeja putih) memberikan pendapatnya sebagai ahli hukum pidana dalam perkara dugaan suap DID Tabanan di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (4/8). Mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, menjadi salah-satu terdakwa dalam perkara itu. 

TRIBUN-BALI.COM - Sidang dugaan dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan anggaran 2018 kembali bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (4/8).

Sidang kali ini mengagendakan mendengar pendapat ahli yang dihadirkan oleh tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).

Selain KPK, tim penasihat hukum terdakwa eks Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti dan terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja yang merupakan dosen Universitas Udayana sekaligus mantan staf khusus Eka Wiryastuti masing-masing mengajukan ahli.

Namun jaksa penuntut KPK tidak bisa menghadirkan Dr Noor Aziz Said sebagai ahli di muka persidangan. Pakar hukum pidana juga dosen di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto dan IAIN Purwokerto ini tidak bisa hadir karena alasan kesehatan. Namun demikian, pendapat ahli tersebut dibacakan di muka persidangan.

Saksi ahli, pakar hukum pidana Prof. Dr. Mudzakkir (kemeja putih) memberikan pendapatnya sebagai ahli hukum pidana dalam perkara dugaan suap DID Tabanan di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (4/8). Mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, menjadi salah-satu terdakwa dalam perkara itu.
Saksi ahli, pakar hukum pidana Prof. Dr. Mudzakkir (kemeja putih) memberikan pendapatnya sebagai ahli hukum pidana dalam perkara dugaan suap DID Tabanan di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (4/8). Mantan Bupati Tabanan, Eka Wiryastuti, menjadi salah-satu terdakwa dalam perkara itu. (Tribun Bali/Putu Candra)

Sedangkan tim penasihat hukum terdakwa Dewa Wiratmaja menghadirkan ahli hukum pidana, Dr Gede Made Suardana yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Tim penasihat hukum Eka Wiryastuti menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Prof. Dr. Mudzakkir.

Dimintai komentarnya usai sidang, Eka Wiryastuti mengatakan, bahwa dirinya masih awam hukum.

"Sebenarnya saya ini tidak mengerti hukum. Saya hanya bupati yang menjalankan tugas dan tanggung jawab. Saya bersyukur mengikuti sidang ini dengan menghadirkan ahli, jadi terbuka bahwa memang dakwaan itu harus sesuai dengan bukti," ucapnya.

Eka Wiryastuti menyampaikan, setelah mendengar pendapat para ahli di persidangan, kini tinggal menunggu seperti apa keputusan dari majelis hakim.

Baca juga: Sidang Dugaan Suap Pengurusan DID Tabanan, Eka Wiryastuti Berharap Keadilan

"Sekarang kami tinggal menunggu keputusan dari hakim. Mudah-mudahan keadilan yang terbaik buat saya," harapnya.

Putri Ketua DPRD Provinsi Bali, I Nyoman Adi Wiryatama ini kembali menegaskan, perintahnya terhadap terdakwa Dewa Wiratmaja bersifat koordinasi. "Semua itu berkoordinasi. Diperbantukan untuk berkoordinasi. Urun rembug. Seperti itu," tegas Eka Wiryastuti.

Dikonfirmasi terkait pendapat ahli, yang menyebutkan bahwa jika di luar koordinasi yang diberi perintah melampaui wewenangnya, itu bukan tanggung jawab si pemberi perintah. Eka Wiryastuti sepakat dengan hal itu.

"Iya betul. Dan sekali lagi, kalau pun koordinasi itu digunakan untuk hal lain, itu bukan kewenangan saya. Kalau pun ada calo yang dekat-dekatin dia (Dewa Wiratmaja) juga bukan kewenangan saya. Artinya, kita harus lihat duduk permasalahannya. Jadi jangan dicampur aduk," ujarnya.

Kembali ditanya apakah benar ada perintah darinya untuk Dewa Wiratmaja mengurus DID Tabanan ke pusat, lagi-lagi Eka Wiryastuti membantah dan mengaku tidak tahu-menahu.

"Saya tidak tahu apa-apa. DID itu kan otomotis, tanpa diurus. Tahun 2017 bukan hanya Tabanan saja yang mendapat sekitar Rp 50 miliar. Buleleng juga dapat DID Rp 50 miliar. Cuma Buleleng tidak ada yang naksir. Kalau Tabanan banyak yang naksir. Harusnya mampirnya ke Buleleng ya," selorohnya tertawa.

Ditanya mengenai minggu depan dirinya akan menghadapi sidang tuntutan dari jaksa penuntut KPK. Eka Wiryastuti hanya bisa pasrah dan ikhlas.

"Saya hanya bisa berdoa, dan saya ikhlas apapun itu. Yang penting, niat saya tidak ada jahat. Niat saya baik untuk mengabdi dan semua saya serahkan kepada Yang di Atas," ucapnya.

Usai sidang mendengarkan pendapat ahli, sidang akan dilanjutkan Kamis (11/8) dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut KPK.(can)

Baca juga: Eka Wiryastuti Bantah Tugaskan Wiratmaja Urus DID Tabanan

Dalam sidang Prof. Mudzakkir diminta pendapatnya terkait pasal-pasal yang diterapkan jaksa penuntut dalam dakwaan, dan beberapa hal penting yang berkaitan dengan perkara. Sebagai saksi ahli hukum pidana, Prof. Mudzakkir berpendapat bahwa norma hukum yang terkandung dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 terkait subyek hukum dibagi menjadi empat.

Yang pertama adalah pelaku sebagai eksekutor, aktor intelektual, orang yang turut serta atau bersama-sama, dan orang yang menganjurkan atau menggerakkan orang lain melakukan kejahatan.

Anggota penasihat hukum Eka Wiryastuti menanyakan ke Prof. Mudzakkir perihal perintah bupati untuk koordinasi sifatnya normatif atau umum, tidak ada perintah khusus DID.

Prof Mudzakkir mengatakan, permufakatan jahat harus disertai mens rea (niat jahat). Sedangkan perintah itu sendiri parameternya adalah hukum administrasi yang sah, sehingga tidak bisa dimasukkan ke dalam perbuatan pidana.

"Apabila perintah kemudian dijalankan menyimpang, maka kejahatan itu menjadi tanggungjawab yang melakukan kejahatan. Kecuali bupati memerintahkan penyimpangan, itu baru bisa kena," ujarnya

Juga terkait perintah seorang kepala daerah kepada stafnya apakah masuk ke dalam delik pidana melakukan permufakatan jahat.
"Parameternya harus hukum administrasi," kata Prof. Mudzakkir saat menjawab pertanyaan yang diajukan anggota penasihat hukum Eka Wiryastuti.

Perintah dalam hukum administrasi, sambung Prof. Mudzakkir, merupakan perintah yang sah dan tidak bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam hukum pidana. Menurutnya, perintah itu linear dengan jabatan.

Pihaknya menambahkan, perintah berkoordinasi bila dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip penyelanggaran pemerintahan yang bersih, tidak menjadi masalah. Terkecuali perintah itu menyuruh melakukan kejahatan.

"Kalaupun dipelesetkan (melampaui yang diperintahkan), itu menjadi tanggung jawab yang bersangkutan (penerima perintah)," papar Prof. Mudzakkir.(can)

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved