Berita Bali

38 LPD di Bali Masuk Ranah Hukum, Kejari: Ada Persekongkolan hingga Pembiaran

Banyak pengurus LPD terjerat hukum karena melakukan tindak pidana korupsi. Setidaknya tercatat ada 38 LPD di Bali yang masuk ke ranah hukum.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: I Putu Darmendra
Tribun Bali/Ratu Ayu Astri Desiani
Sosialisasi pencegahan korupsi kepada bendesa adat dan pengurus LPD di Buleleng, Rabu 10 Agustus 2022. Kejari menyebutkan banyaknya LPD terjerat kasus hukum karena tak ada pengawasan yang baik dari bendesa. 

TRIBUN-BALI.COM - Banyak pengurus LPD terjerat hukum karena melakukan tindak pidana korupsi.

Setidaknya sampai saat ini, di Bali ada 38 LPD bermasalah yang membuat pengurusnya diseret ke ranah hukum.

Atas hal ini, seluruh bendesa adat diminta untuk lebih intens melakukan pengawasan terhadap Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang ada di wilayahnya masing-masing.

Humas sekaligus Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng, AA Jayalantara mengatakan, pengawasan LPD sejatinya menjadi tugas bendesa adat.

Ia menjabarkan hampir 95 persen bendesa adat tidak melakukan pengawasan yang baik terhadap LPD di wilayahnya masin-masing.

Ini karena bendesa terlalu sibuk dengan kegiatan adat serta terlalu memberikan kepercayaan penuh terhadap pengurus LPD.

Baca juga: Kejari Periksa Bendesa Anturan Terkait Aliran Dana Rp 650 Juta dari LPD ke Desa Adat

Jayalantara juga menuding, sebagian besar bendesa adat bersekongkol dengan ketua LPD.

Selain bendesa adat, pengawasan LPD dikatakan Jayalantara juga bisa dilakukan oleh Lembaa Pengawas LPD (LPLPD).

Namun pengawasan yang dilakukan hanya bisa dalam bentuk pemberian rekomendasi untuk melakukan perbaikan terhadap sistem keuangan LPD, apabila ditemukan adanya dugaan penyimpangan.

Rekomendasi tersebut hanya bisa diberikan kepada Bendesa Adat, untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh bendesa adat.

Namun perkaranya, rekomendasi dari LPLPD itu sebagian besar tidak pernah dilaksanakan oleh Bendesa Adat.

"Jadi seperti gunung es. Lama kelamaan masalah di LPD semakin menunpuk," ujar Jayalantara dalam sosialisasi pencegahan korupsi kepada bendesa adat dan pengurus LPD se Buleleng, Rabu 10 Agustus 2022.

"Kalau kami dikejaksaan, pengawasannya kami lakukan apabila ada laporan dari masyarakat. Kami kaji, kami kpordinasikan dengan LPLPD untuk mengedepankan perbaikan keuangan LPD itu dulu.

Tapi kalau tidak bisa diselesaikan, dan kami menemukan adanya kesengajaan melakukan tindak pidana korupsi, ya mau tidak mau kami proses hukum," sambungnya.

Dalam sosialisasi ini, turut menghadirikan narasumber dari Kejati Bali, Polda Bali, Majelis Desa Adat (MDA) Bali dan Inspektorat Bali.

Apa modus korupsi yang dilakukan oleh pengurus LPD? Jayalantara menyebut sebagian besar berupa kolusi, yang memberikan kredit tanpa jaminan atau memberikan kredit tanpa pertimbangan.

"Itu semua kewenangannya ada di ketua LPD. Setelah kredit disalurkan, baru lah pengurus LPD memintakan persetujuan ke bendesa. Jadi itu yang sering terjadi," terangnya.

Peluang Pengembalian Dana Nasabah

Kepala Bidang Pembinaan Perekonimian Desa Adat Dinas PMA Bali, Ni Luh Putu Seni Artini mengatakan, hingga saat ini ada 38 LPD di Bali yang masuk ke ranah hukum.

Sebagai langkah pencegahan, integritas pun dinilai Artini sangat penting. Sebab melalui integritas maka pengelolaan, maupun pengawasan di LPD akan lebih baik.

"Harus ada hubungan yang bagus juga antara pengurus LPD dengan bendesa adatnya juga. Bagi LPD yang bermasalah, kami akan bangkitkan lagi.

Sehingga nanti ada peluang untuk mengembalikan dana nasabah," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved