Berita Bali

Diduga Korupsi, Mantan Ketua LPD Desa Adat Ungasan Ditahan, Polda Bali Incar Tersangka Lain

kasus tindak pidana korupsi LPD Desa Adat Ungasan Badung, Ketua LPD Desa Adat Ungasan ditahan

Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribu Bali/Ida Bagus Putu Mahendra
Mantan Ketua LPD Desa Adat Ungasan, NS ditahan Polda Bali, Rabu 10 Agustus 2022. Ia menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi LPD sebesar Rp 26 miliar - Diduga Korupsi, Mantan Ketua LPD Desa Adat Ungasan Ditahan, Polda Bali Incar Tersangka Lain 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Ditreskrimsus Polda Bali menahan mantan Ketua LPD Desa Adat Ungasan, NS, terduga pelaku dalam kasus tindak pidana korupsi LPD Desa Adat Ungasan Badung, di Mapolda Bali, Rabu 10 Agustus 2022.

“Saat ini, tersangka sudah kita tahan. Selanjutnya kita akan melimpahkan ke Kejaksaan,” kata Kasubdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Bali, AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci saat ditemui Tribun Bali pada jumpa pers yang digelar di Mapolda Bali, Rabu.

AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci menuturkan, saat ini tengah melakukan pendalaman kasus guna mengungkap adanya kemungkinan tersangka lain.

AKBP Gusti Ayu Putu Suinaci mengatakan, dalam melakukan aksinya, terduga pelaku tidak dapat melakukannya seorang diri.

Baca juga: Marak Pengurus LPD Terjerat Korupsi, Modus Kredit Tanpa Jaminan, Bendesa Adat Diminta Intens Awasi

“Kemungkinan tersangka lain masih kita dalami. Karena di dalam melakukan pekerjaannya, tidak mungkin dilakukan sendiri. Tetapi, kita masih melakukan pendalaman-pendalaman untuk lebih memastikan peran masing-masing orang yang dimaksud,” ujarmya.

Beberapa modus operandi yang digunakan terduga pelaku NS yaitu mengeluarkan kredit besar kepada nasabah.

Agar tidak melampaui batas maksimum pemberian kredit, terduga pelaku kemudian memecah pemberian kredit kepada beberapa nama yang merupakan keluarga dari si peminjam.

Karena pemberian kredit tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan, LPD Desa Adat Ungasan mengalami kredit macet.

Kredit macet yang dialami LPD Desa Adat Ungasan sekitar Rp 22 miliar.

Setelah sebelumnya berjumlah Rp 28 miliar dan dilakukan beberapa kali pemulihan dana.

Selain pencairan kredit yang tak sesuai ketentuan LPD Desa Adat Ungasan, NS juga membuat laporan pertangunggjawaban dana investasi yang tidak sesuai.

Dalam laporan pertanggungjawaban atas Investasi (pembelian aset) di Desa Tanak Awu dan Desa Mertak, Lombok Tengah yang berjumlah Rp 28 miliar, terdapat selisih lebih penggunaan dana yang dilaporkan.

Besaran selisih lebih dana yang dilaporkan NS yaitu Rp 4,5 miliar.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, pihaknya telah mengamankan beberapa barang bukti dari tangan NS, di antaranya uang tunai Rp 80.400.000, 42 sertifikat hak milik, 3 buah surat tanah sporadik, 1 bundel rekening koran atas nama NS, 29 buah perjanjian kredit, dan lain-lain.

Terduga pelaku disangkakan Pasal 2 UU No 20 Tahun 2001, Pasal 3 UU No 20 Tahun 2001, Pasal 8 UU No 20 Tahun 2001, Pasal 9 UU No 20 Tahun 2001, Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Saat ini, polisi tengah mendalami kasus guna mengungkap kemungkinan tersangka lainnya serta akan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan.

Terpisah, seluruh bendesa adat diminta untuk lebih intens melakukan pengawasan terhadap Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang ada di wilayahnya masing-masing.

Hal ini dilakukan mengingat banyak pengurus LPD yang belakangan ini terjerat hukum, karena melakukan tindak pidana korupsi.

Hal tersebut disampaikan dalam sosialisasi pencegahan korupsi kepada kelian desa adat dan pengurus LPD se-Buleleng, yang digelar Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Bali, di Gedung Wanita Laksmi Graha, Singaraja, Rabu 10 Agustus 2022.

Dalam sosialisasi itu dihadirikan narasumber dari Kejati Bali, Polda Bali, MDA Bali dan Inspektorat Bali.

Ditemui di sela-sela kegiatan sosialisasi, Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng, AA Jayalantara mengatakan, pengawasan LPD sejatinya menjadi tupoksi bendesa adat.

Namun sejauh ini, hampir 95 persen bendesa adat, tidak melakukan pengawasan dengan baik terhadap LPD yang ada di wilayahnya masin-masing.

Salah satunya terjadi karena bendesa terlalu sibuk dengan kegiatan adat, serta terlalu memberikan kepercayaan penuh terhadap pengurus LPD.

Serta bendesa adat juga sebagian besar telah berkolusi dengan ketua LPD.

Selain bendesa adat, pengawasan LPD, katak Jayalantara, juga bisa dilakukan oleh LPLPD.

Namun pengawasan yang dilakukan hanya bisa dalam bentuk pemberian rekomendasi untuk memperbaiki sistem keuangan LPD, apabila ditemukan adanya dugaan penyimpangan.

Namun rekomendasi tersebut hanya bisa diberikan kepada Bendesa Adat, untuk selanjutnya ditindaklanjuti oleh bendesa adat.

Namun perkaranya, rekomendasi dari LPLPD itu sebagian besar tidak pernah dilaksanakan oleh Bendesa Adat.

"Jadi seperti gunung es. Lama kelamaan masalah di LPD semakin menunpuk. Kalau kami di kejaksaan, pengawasannya kami lakukan apabila ada laporan dari masyarakat. Kami kaji, kami koordinasikan dengan LPLPD untuk mengedepankan perbaikan keuangan LPD itu dulu. Tapi kalau tidak bisa diselesaikan, dan kami menemukan adanya kesengajaan melakukan tindak pidana korupsi, ya mau tidak mau kami proses hukum," jelasnya.

Disinggung terkait modus tindakan korupsi yang dilakukan pengurus LPD, Jayalantara menyebutkan, sebagian besar berupa kolusi, yang memberikan kredit tanpa jaminan.

Atau memberikan kredit tanpa pertimbangan.

"Itu semua kewenangannya ada di ketua LPD. Setelah kredit disalurkan, baru lah pengurus LPD memintakan persetujuan ke bendesa. Jadi itu yang sering terjadi," terangnya.

Sejak 2019 hingga saat ini, tercatat ada tiga LPD yang terjerat kasus korupsi yang ditangani Kejari Buleleng, di antaranya LPD Tamblang, LPD Unggahan dan LPD Anturan.

Terkait total kerugian negara yang ditimbulkan, kasus korupsi LPD Tamblang Rp 1,2 miliar, LPD Unggahan masih dihitung oleh Inspektorat Buleleng, dan LPD Anturan Rp 151 miliar.

Kabid Pembinaan Perekonimian Desa Adat Dinas PMA Bali, Ni Luh Putu Seni Artini mengatakan, hingga saat ini ada 38 LPD di Bali yang masuk ke ranah hukum.

Sebagai langkah pencegahan, integritas pun dinilai Artini sangat penting.

Sebab melalui integritas maka pengelolaan, maupun pengawasan di LPD akan lebih baik.

"Harus ada hubungan yang bagus juga antara pengurus LPD dengan bendesa adatnya juga. Bagi LPD yang bermasalah, kami akan bangkitkan lagi. Sehingga nanti ada peluang untuk mengembalikan dana nasabah," tandasnya. (mah/rtu)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved