Berita Bali
ANAK Terkena HIV Dari Orang Tua, Ika Ayu Tekankan Program Caregiver Untuk ODHIV
Caregiver akan melatih keluarga untuk memberikan pemahaman HIV kepada anak dengan HIV positif dengan cara atau metode yang sesuai.Serta ingatkan obat.
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Kabar terpaparnya anak dengan virus HIV kembali terjadi.
Kali ini menimpa 12 orang anak SD di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Berdasarkan informasi, kedua belas anak itu ditularkan melalui orang tuanya.
Mirisnya, saat ini mereka harus menjadi anak yatim piatu, karena orang tuanya telah meninggal dunia.
Sebelumnya, kasus terkait HIV juga terjadi pada seorang anak SD di Kabupaten Gianyar, Bali.
Diketahui anak itu, juga tertular dari ibunya yang saat ini juga telah meninggal dunia.
Baca juga: KASUS HIV/AID di Gianyar Memprihatinkan, Pertengahan tahun ini Ditemukan 91 Kasus
Baca juga: KABAR BURUK, Seorang Siswa SD di Gianyar terjangkit HIV/AIDS

Melihat hal tersebut, Ika Ayu, aktivis HIV dan AIDS mengatakan anak-anak tersebut perlu pendampingan khusus.
Dan saat ini, pendampingan kepada anak-anak dengan HIV telah ia gencarkan di Bali, khususnya di Kota Denpasar.
“Kalau untuk anak-anak yang memiliki HIV positif sebenarnya mereka butuh caregiver.
Jangankan dengan HIV, anak-anak tanpa HIV juga harus dididik dan didampingi,” ujar Ika Ayu.
Pendukung sebaya di LSM Spirit Paramacitta, ini menegaskan caregiver adalah pendampingan atau pelatihan kepada keluarga, untuk selanjutnya mendampingi anak dengan HIV.
Caregiver memberikan pelatihan kepada keluarga, untuk membangun karakter dan mental anak agar mereka paham bahwa mereka memiliki virus di dalam tubuhnya.

Seperti yang diketahui, orang dengan HIV perlu mengonsumsi obat secara rutin dan tepat waktu.
Salah satu tugas dari caregiver ini, adalah membantu keluarga untuk mengingatkan anak tetap mengonsumsi obat dengan disiplin.
Ika Ayu menegaskan anak-anak dengan HIV ini, tidak perlu perlakuan khusus yang jelas berbeda dengan pendampingan khusus.
Perlakuan khusus akan membuat mereka merasa tidak nyaman, dan bisa menjadikan rasa kebingungan berujung penyesalan.
“Anaknya tidak perlu diperlakukan istimewa juga, namun buatlah mereka merasa sama dengan anak anak lainnya.
Namun tetap diingatkan mereka memiliki virus di dalam tubuh, sehingga perlu untuk mengonsumsi obat,” tegasnya.
Ika mengatakan pendampingan saat ini sering terlalu berfokus kepada orang dewasa.
Padahal anak-anak juga perlu persiapan mental untuk menghadapi dunia pendidikan, pergaulan, dan sebagainya.

Caregiver akan melatih keluarga untuk memberikan pemahaman HIV kepada anak dengan HIV positif dengan cara atau metode yang sesuai.
Beragam motivasi bahwa HIV bukan akhir dari kehidupan, juga bisa diberikan kepada anak melalui keluarga.
“Anak belum semuanya paham jadi keluarga perlu beri pemahaman bahwa sistem kekebalan tubuhnya rendah.
Jadi keluarga perlu untuk mengajarkan banyak hal mulai dari menjaga kebersihan diri, lingkungan, dan sebagainya,” jelas Ika.
Mengingat pentingnya caregiver untuk anak-anak dengan HIV, Ika berharap pemerintah dapat turut serta mendukung.
Dukungannya dapat direalisasikan, dengan memberikan hak yang sama dengan anak-anak lainnya.
Hal tersebut antara lain hak untuk mendapatkan pendidikan yang sama dan akses kesehatan yang sama.
Ika yang juga merupakan Orang Dengan HIV (ODHIV) ini juga berharap pemerintah dapat menyediakan akses untuk pelatihan caregiver.
“Kebetulan kemarin kami pelatihannya mandiri bersama rekanan di Jakarta.
Jadi saya berharap ke depannya pemerintah bisa membantu memfasilitasi pelatihan serupa,” harapnya.
Harapan juga ia gantungkan kepada awak media untuk membantu mengurangi stigma HIV yang tidak sesuai di masyarakat.
Dan kepada anak-anak dengan HIV, ia berpesan agar tetap semangat dan percaya mereka bisa meraih cita-cita seperti anak-anak lain. (*)