Human Interest Story

Janarti Kumpulkan Sampah Buah Sisa Upakara, Lalu Diolah Menjadi Pupuk

Janarti Kumpulkan Sampah Buah Sisa Upakara, Lalu Diolah Menjadi Pupuk di buleleng

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Ratu
Janarti saat membuat pupuk eco enzyme dari sampah buah sisa upakara 

Akibat minimnya kesadaran masyarakat untuk memilah dan mengolah sampahnya sendiri, waktu yang dibutuhkan oleh DLH Buleleng untuk mengurangi volume sampah di TPA Bengkala cukup lama. Cantyana menyebut, pihaknya telah menempatkan petugas khusus untuk memilah sampah organik dan anorganik di TPA Bengkala. Khusus untuk sampah organik, hanya 2 meter kubik yang berhasil dikumpulkan setiap hari. Sampah tersebut kemudian dicacah, lalu diolah menjadi pupuk kompos. Sekali produksi, pupuk kompos yang dihasilkan sekitar 400 kilo.

Sayangnya, pupuk kompos yang dibuat oleh DLH Buleleng itu tidak dapat didistribusikan untuk petani, karena tidak ada regulasi yang mengatur. Pupuk kompos yang dibuat hanya digunakan untuk memupuk tanaman kota. Namun Cantyana menyebut, pupuk kompos untuk petani sejatinya bisa diberikan oleh beberapa desa yang sudah memiliki TPS 3R.

"TPS 3R ini juga dibangun untuk membantu pemilahan sampah di masing-masing desa. Tapi masih banyak desa yang juga belum punya TPS 3R. Di TPS ini sampah organik bisa diolah jadi pupuk. Sementara anorganik seperti plastik dijual ke bank sampah. TPS 3R dikelola oleh masing-masing BUMDes. Jadi pupuk organik yang dihasilkan bisa dijual ke petani yang ada di desa masing-masing," terangnya.

Cantyana berharap, meski TPS 3R di desa masih terbatas, ia berharap seluruh warga dapat memilah dan mengolah sampah rumah tangganya sendiri. Seperti sampah organik, bisa diolah menjadi pupuk kompos atau eco enzyme yang dapat diaplikasikan untuk tanaman di rumah masing-masing. Sementara sampah anorganik bisa dijual ke pengepul atau bank sampah.

"Sudah ada Pergub Nomor 47 tahun 2019 Tentang Pengolahan Sampah Berbasis Sumber. Sampah dipiliaj di rumah tangga. Tapi pemilahan ini belum efektif 100 persen. Kami akan terus mengedukasi masyarakat, agar sampah yang dihasilkam dapat dipilah dan diolah," jelasnya.

Pupuk organik untuk lahan pertanian juga masih jarang digunakan oleh petani. Petani cenderung belum percaya, apakah
pupuk organik benar-benar lebih menguntungkan atau tidak, bila dibandingkan dengan penggunaan pupuk kimia.

Padahal sebagian lahan pertanian di Buleleng saat ini tidak lagi subur, akibat dampak dari penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Menurut data dari Dinas Pertanian Buleleng, tingkat keasaman tanah atau pH di Buleleng rata-rata berada diangka 5.8 dan 6. Idealnya pH tanah berada pada angka 6.5 hingga 7.8, yang artinya tanah tersebut mengandung senyawa organik, mikroorganisme, unsur hara dan mineral yang baik.

Lahan pertanian yang pH-nya diangka 5.8 itu berada di wilayah Kelurahan/Kecamatan Sukasada. Terdapat satu hektar sawah di wilayah tersebut yang harus mendapatkan treatment khusus, untuk mengembalikan kesuburan tanahya. Salah satunya dengan memberikan penambahan kapur pertanian dan pupuk organik saat pegolahan tanah sebelum tanam. Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan kesuburan tanah pun cukup lama. Hasilnya baru akan terlihat saat memasuki panen ke tiga.

Hal ini juga terlihat dari keluhan petani anggur hitam di wilayah Kecamatan Seririt. Petani mengeluh, rasa buahnya yang dihasilkan lebih asam lantaran kesuburan unsur tanah menurun. Padahal anggur hitam menjadi buah unggul Buleleng. Akibat kondisi ini, Dinas Pertanian Buleleng merestorasi lahan anggur tersebut dengan menggunakan pupuk organik yang mengandung mirko bakteri.

Restorasi ini dilakukan dengan sistem demplot, secara bertahap. Dimana upaya awal dilakukan di lahan seluas 20 are. Namun hasil restorasi akan terlihat saat memasuki panen ke tiga. Apabila berhasil, lahan tersebut nantinya dapat dijadikan sebagai acuan bagi petani anggur lainnya yang ada di wilayah Kecamatan Banjar dan Gerokgak.

Dinas Pertanian Buleleng juga membuat demplot penggunaan pupuk organik pada penanaman padi varietas sulutan unsrat dua di Subak Babakan, Desa Sambangan, Kecamatan Sukasada, seluas 20 are. Serta penanaman padi varietas Inpari 32 di Subak Mandul, Desa Panji, Kecamatan Sukasada seluas 2 hektar. Dalam uji coba ini, pihaknya mengkaitkan penggunaan pupuk organik 50 persen dan pupuk kimia 50 persen. Membuat demplot ini merupakan langkah pemerintah untuk membuktikan kepada petani, bahwa penggunaan pupuk kimia yang sedikit sejatinya bisa memberikan hasil yang optimal.

Kabid Sarana dan Prasarana Pertanian, Dinas Pertanian Buleleng, Made Siladharma menyebut, sejauh ini pihaknya memang lebih mensosialisasikan penggunaan pupuk organik dari kotoran hewan ke petani. Pihaknya ingin membangkitkan kepercayaan petani terlebih dahulu, bahwa penggunaam pupuk organik juga baik untuk tanaman.

"Untuk eco enzyme belum mengarah kesana. Kami masih perlu mempeluas demplot dulu, karena petani minta bukti. Jika petani sudah mulai percaya, baru lah kami mengenalkan jenis pupuk organik lainnya, seperti eco enzyme," terangnya.

Untuk menyediakan pupuk organik ke petani, sejak 2020 pihaknya telah membangun 15 Unit Pengolahan Pupuk Organik (Uppo) yang tersebar di beberapa desa yang ada di Buleleng. Pembangunan Uppo ini menggunakan bantuan anggaran dari Kementerian Pertanian.

Dalam Uppo tersebut, kelompok petani dapat membuat pupuk organik dari kotoran hewan sendiri. Mereka diberikan anggaran Rp 200 juta untuk membangun rumah kompos dan bak fermentasi. Selain itu juga untuk membeli delapan ekor sapi dan satu unit motor roda tiga. Kotoran yang dihasilkan oleh sapi itu kemudian dicampur dengan sekam bakar, lalu difermentasi selama beberapa hari, untuk menghasilkan pupuk organik.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved