Human Interest Story
Janarti Kumpulkan Sampah Buah Sisa Upakara, Lalu Diolah Menjadi Pupuk
Janarti Kumpulkan Sampah Buah Sisa Upakara, Lalu Diolah Menjadi Pupuk di buleleng
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Harun Ar Rasyid
Untuk membatasi penggunaan pupuk kimia, jatah untuk Buleleng pun telah dibatasi oleh Kementerian Pertanian. Dimana dalam setahun, Buleleng hanya mendapat jatah sebanyak 30 ribu ton. Distribusi pupuknya pun menggunakan sistem pengamprahan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), yang dikoordinasikan oleh masing-masing subak. Harganya dinaikan menjadi Rp 400 per kilogram. Dengan kenaikan harga ini, diyakini akan sangat berpengaruh bagi petani yang memiliki lahan lebih dari dua hektar.
Siladharma menjelaskan, penggunaan pupuk kimia tidak bisa dihapus. Pupuk kimia dan organik harus berdampingan, namun jumlah pemakaian pupuk organik memang harus lebih banyak. Pupuk kima menyuplai unsur hara utama seperti nitrogen, kalium dan phosfor. Zat hara itu tidak bisa disuplai dari pupuk organik. Sementara pupuk organik keunggulannya untuk memperbaiki sifat tanah. Bakteri yang berkembang dari pupuk organik dapat membantu kesuburan tanah.
Siladharma pun tidak memungkiri, selain belum percaya akan manfaat dari pupuk organik, petani juga merasa bahwa proses penggunaan pupuk organik lebih memakan waktu. Petani harus mencampurkan pupuk organik ke tanah saat membajak sawah, baru lah sawah dapat diairi. Untuk menghasilkan produk pertanian organik, air yang digunakan untuk mengairi sawah pun juga tidak boleh terkontaminasi dengan zat kimia.
Mengingat proses penanamannya cukup ruwet, harga jual hasil produk pun praktis lebih mahal. Namun sayangnya, daya beli masyatakat berkurang. "Masyarakat itu lebih memilih harga yang murah. Lebih memilih beli sayur harga Rp 2 ribu seikat, ketimbang yang organik Rp 5 ribu misalnya seikat. Padahal yang organik lebih sehat. Kami mencoba memfasilitasi petani untuk memasarkan produk pertanian organiknya lewat Perumda Swatantra Buleleng. Bali ini kan daerah parwisita, produk organik itu biasanya lebih diincar oleh wisatawan," ujarnya.
Sementara Ketua Komisi II DPRD Buleleng, Putu Mangku Budiasa mengatakan, pihaknya telah membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Sistem Pertanian Organik. Perda tersebut telah disahkan beberapa bulan yang lalu. Politisi dari partai PDIP itu menyebut, Perda ini dibuat oleh pihaknya karena tingginya tingkat pencemaran di pertanian, akibat masifnya penggunaan pupuk kimia.
Dengan adanya Perda ini, diharapkan bisa memulihkan kesuburan tanah pertanian. Dalam Perda tersebut kata Budiasa, pemerintah harus mendorong petani agar bercocok tanam dengan pola organik, salah satunya dengan membantu suplai pupuk organik, dan membantu memasarkan hasilnya.
Dalam 2023 mendatang, Budiasa menargetkan paling tidak ada 10 hektar lahan pertanian di sembilan kecamatan yang ada di Buleleng, yang melakukan pola pertanian organik. "Menggunakan pola pertanian organik memang tidak bisa instan. Namun melalui Perda ini kami harapkan ada pemahaman dari kelompok petani untuk beralih secara perlahan dari anorganik menjadi organik," tandasnya. (rtu)