Berita Jembrana
Jembatan Darurat Dianggarkan Rp 1 Miliar di Jembrana, Rencana Perpanjang Status Darurat Bencana
Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, menyiapkan dana sekitar Rp 1 miliar untuk membangun akses jembatan sementara atau jembatan darurat.
Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Bupati Jembrana, I Nengah Tamba, menyiapkan dana sekitar Rp 1 miliar untuk membangun akses jembatan sementara atau jembatan darurat.
Sebab, pasca bencana alam yang menerjang Jembrana, mengakibatkan tujuh jembatan rusak bahkan putus dan mengakibatkan aktivitas masyarakat.
Diharapkan jembatan tersebut, bisa membuat aktivitas masyarakat kembali normal, terutama untuk perekonomian dan sekolah.
Sebelumnya, Jembrana telah melakukan rapat koordinasi terkait recovery pasca bencana dengan Forkompinda Provinsi Bali, termasuk dengan BBPJN dan lainnya.
Untuk persiapan anggaran penanganan, relokasi rumah serta perbaikan jembatan merupakan hasil dari rapat koordinasi dengan Forkopimda Provinsi Bali.
Baca juga: BARU SEHARI, Jembatan Darurat Swadaya di Sungai Gelar Hanyut Kembali, Diterjang Air Bah Lagi
Baca juga: Jembatan Bilukpoh Jembrana Segera Diuji Mendetail, Pastikan Kondisinya Masih Aman

Nengah Tamba menjelaskan, untuk perbaikan jembatan sementara tersebut akan dilakukan dengan anggaran yang bersumber dari BKK Provinsi Bali.
Jika sebelumnya, dana BKK Provinsi Bali diperuntukkan untuk pembangunan tempat ibadah dan infrastruktur lainnya akan dialihkan menjadi penanganan bencana alam.
"Artinya kita alihkan ke penanganan. Sekarang masih dikaji oleh tim kita. Baik itu yang Jembatan Gelar, di Penyaringan, Yehembang dan lainnya juga," ungkapnya.
Dalam kedaruratan ini, kata dia, jembatan yang dibangun ini diharapkan bisa membuat warga melakukan aktivitas seperti sekolah, dagang, dan aktivitas lainnya.
"Ini kecuali mobil ya. Kita sediakan anggaran kurang lebih Rp1 miliar dari BKK. Ini akan berlaku hingga 2023 nanti atau hingga jembatan permanen selesai dibangun," tegasnya.

Kemudian, kata dia, untuk relokasi terhadap rumah warga yang terdampak banjir sudah disediakan tanah milik Provinsi Bali di wilayah Desa Penyaringan dan Tegal Cangkring.
Kemudian untuk ganti rugi, nanti akan dianggarkan per KK.
Nilainya disesuaikan dengan kerusakannya, misalnya rusak ringan atau rusak sedang dan berat.
"Untuk persoalan relokasi rumah yang di Pebuahan dan lainnya, jika warga mau bisa gabung ke tanah provinsi yang disediakan tersebut," tegasnya.
Disingung mengenai mekanisme relokasi rumah warga ke tanah milik Pemprov Bali, politikus asal Desa Kaliakah ini, menegaskan masih menyusun hal tersebut.