Berita Bali
Fenomena Pura-Pura Kerauhan di Bali Jadi Gejala Gangguan Mental dan Wujud Pelecehan Dukun Ketakson
Maraknya fenomena pura-pura kerauhan yang terjadi akhir-akhir ini di Bali, jadi gejala gangguan mental dan wujud pelecehan terhadap dukun ketakson.
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Putu Kartika Viktriani
Ketiga adalah Kerauhan Bebayi atau penyakit.
Orang-orang yang kerauhan bebayi tutur katanya atau raosnya sangat kasar dan sembarangan.
"Terakhir adalah kerauhan stres yaitu kerauhan abal-abal yang bertujuan agar dirinya terlihat hebat," kelakar Suatama memecahkan suasana.
Baca juga: Sejumlah Bencana Alam Terjadi di Gianyar Akibat Hujan Deras, Terbanyak di Kecamatan Payangan
Untuk memastikan seseorang benar-benar kerauhan, orang-orang yang ketakson tersebut boleh diuji.
Pengujiannya sendiri bukan dilakukan dengan menyodorkan api atau menyiram dengan air panas, melainkan dengan mengajukan pertanyaan.
"Tanya saja siapa saya, siapa disamping saya.
Kalau dia tidak bisa jawab bisa saja itu bohong atau dia pura-pura kerauhan," ujar Suatama.
Lelaki yang merupakan Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Hindu Indonesia ini menjelaskan orang yang pura-pura ketakson kemungkinan besar ada gangguan mental.
Gangguan mental yang diderita dalam usada disebut "adyatmika duka", artinya orang sakit kelemahan mental karena tinggi ambisi dan emosi.
Kerauhan bukanlah sesuatu yang bisa diniatkan dari diri sendiri dan terencana.
Kedua hal tersebut tidak diperbolehkan karena berarti sudah berniat membohongi diri dan orang lain.
Orang yang berpura-pura ketakson agar dianggap sebagai titisan Bhatara atau leluhur bisa jadi merupakan orang yang putus asa.
Baca juga: Sosok Putu Rian, YouTuber yang Jadi Korban Jalan Ambrol di Bangli, Kerap Buat Konten Mancing di Bali
Oleh karena itu, orang-orang seperti ini perlu diperiksakan kesehatan jiwanya.
Suatama melihat saat ini banyak fenomena kerauhan yang tidak benar dan diunggah di media sosial.
Ia mengatakan tindakan seperti itu merupakan bentuk pelecehan terhadap para dukun ketakson.