Berita Buleleng
Dinas Pertanian Buleleng Akan Mengembangkan Shorgum, Upaya Untuk Mengurangi Jumlah Impor Terigu
Dinas Pertanian Buleleng akan mengembangkan shorgum, shorgum menjadi salah satu elemen yang dipakai dalam lambang Kota Singaraja, Bali.
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Dinas Pertanian Buleleng akan mengembangkan shorgum atau jagung gembal di lahan seluas 30 hektar pada November 2022 ini.
Pengembangan tanaman shorgum ini dilakukan untuk mengurangi jumlah impor terigu yang terus meningkat.
Kabid Tanaman Pangan Distan Buleleng, I Gusti Ayu Maya Kurnia dikonfirmasi Kamis 3 November 2022 mengatakan, shorgum menjadi salah satu elemen yang dipakai dalam lambang Kota Singaraja, Bali.
Di mana Patung Singa Ambara Raja yang merupakan ikonnya Kota Singaraja, terlihat mencengkram beberapa buah jagung gembal di kaki kanannya.
Baca juga: 304 Hektare Lahan Pertanian Jembrana Rusak Diterjang Banjir, Lokasi Terparah di Kecamatan Mendoyo
Namun minat petani untuk menanam shorgum saat ini mulai berkurang.
Sebab sebagian masyarakat masih bingung terkait cara pengelolaannya.
Tahun ini pihaknya melalui bantuan APBN mencoba mengembangkan shorgum di lahan seluas 30 hektar.
Dengan rincian di Kecamatan Gerokgak 10 hektar, Kubutambahan 10 hektar, Banjar 5 hektar dan Tejakula 5 hektar.
Maya berkata, penanaman akan dilakukan mulai November dan Desember 2022.
Pihaknya menggunakan bantuan APBN untuk memberikan bibit shorgum kepada beberapa kelompok tani, untuk selanjutnya dikembangkan di masing-masing lahan tersebut.
Bibit shorgum yang akan diberikan merupakan varietas super 1.
"Satu hektar lahan dapat jatah dua sampai tiga ton bantuan bibit. Setelah panen, diharapkan tidak berhenti sampai disitu. Petani dapat terus mengembangkan shorgum itu di lahannya," terang Maya.
Sebelum adanya rencana pengembangan ini, kata Maya, shorgum hanya ditanam secara swadaya oleh masyarakat di beberapa lokasi dengan total luas lahan sekitar 15 hektar.
Salah satu daerah yang rutin menanam shorgum adalah Desa Pejarakan.
Di desa tersebut, kata Maya, sebagian masyarakatnya telah terbiasa mengonsumsi campuran shorgum dan nasi.