Berita Jembrana

Korban Banjir di Jembrana Khawatir Relokasi Tak Jadi Solusi, 39 KK Relokasi dan 70 KK Dapat Stimulan

Puluhan masyarakat tampak datang ke wantilan Pura Jagatnatha Jembrana, Jumat 4 November 2022 siang.

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Coco
Suasana saat puluhan masyarakat mengikuti sosialiasi terkait relokasi runah dan pemberian stimulan kepada warga terdampak bencana alam di Wantilan Pura Jagatnatha Jembrana, Jumat 4 November 2022 siang. 

NEGARA, TRIBUN BALI - Puluhan masyarakat tampak datang ke wantilan Pura Jagatnatha Jembrana, Jumat 4 November 2022 siang.

Mereka datang untuk menghadiri kegiatan tatap muka dengan pemerintah terkait rencana relokasi rumah warga yang terdampak bencana alam.

Terutama mereka yang mengalami rusak berat atau hanyut saat banjir bandang.

Total ada 39 KK yang akan direlokasi dan 70 KK mendapat stimulan untuk perbaikan rumah.

Menurut informasi yang diperoleh, ada dua strategi yang disiapkan untuk penanganan bencana alam di Jembrana.

Pertama adalah mengusulkan anggaran pembangunan rumah kepada pemerintah pusat melalui Kementrian PUPR.

Kemudian juga menyediakan tanah Pemprov Bali untuk lokasi relokasi warga serta pemberian stimulan kepada warga terdampak sesuai Pergub 32 Tahun 2021 tentang bantuan sosial yang tidak direncanakan.

Bupati Jembrana, I Nengah Tamba mengatakan, pihaknya sudah menyisir data warga terdampak bencana alam banjir bandang.

Total ada 39 KK yang akan direlokasi dan 70 KK yang diusulkan mendapat stimulan. Sekarang proposal sudah diserahkan Pemprov Bali melalui BPBD Bali.

"Kami harap ini bisa cepat terealisasi," katanya.

Menurutnya, pelaksanaan atau tahapannya akan berlangsung di lapangan. Sehingga, dengan segera ia akan mengajak masyarakat untuk mengecek ke tiga lokasi yang menjadi tempat relokasi rumah warga.

"Semoga mereka (warga) mau bergabung di satu titik," harapnya.

Terpisah, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali, I Made Rentin menjelaskan, pihaknya telah menyusun rencana untuk relokasi warga terdampak bencana alam di Jembrana. Dari laporan yang diusulkan, ada 39 KK relokasi karena rumahnya rusak berat dan 70 KK mendapat stimulan. Jumlah tersebut adalah untuk mereka yang terdampak pada bencana alam banjir bandang DAS Bilukpoh di Desa Penyaringan dan Kelurahan Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo.

"Per KK nanti diberikan 1,5 are langsung sertifikat," sebutnya.

Kemudian, kata dia, untuk nilai bantuan yang diberikan kepada warga relokasi dan stimulan adalah sama, yakni Rp35 Juta per KK. Mengenai tanah Pemprov Bali yang disediakan ada di tiga lokasi. Khusus untuk relokasi, nantinya anggaran pembangunan boleh dilakukan secara sharing. Direncanakan dana dari pusat serta pemerintah daerah. Dan kemungkinan nantinya akan diberikan dana pendampingan dari pemerintah daerah. Artinya, anggaran untuk membangun fasilitas pendukung di luar rumah layak huni.

"Nanti masyarakat yang menentukan titik mana yang dipilih. Pembiayaannya nanti bisa dengan sistem sharing," jelasnya.

Made Rentin melanjutkan, untuk biaya stimulan, sesuai dengan Pergub 32 Tahun 2021 tentang bantuan sosial yang tidak direncanakan untuk memberikan kepada tiga hal. Diantaranya santunan kepada korban meninggal dunia Rp 15 Juta, perbaikan fasilitas umum per titik kerusakan maksimal Rp 100 Juta, dan rumah masyarakat senilai Rp35 Juta atau sama dengan nilai bedah rumah.

"Kami sudah sepakat dengan Kabupaten/Kota seluruh Bali, bahwa maksimal kelengkapan administrasi 30 November 2022. Sehingga pencairannya tidak melewati anggaran tahun ini," tandasnya.

Warga Khawatir Relokasi Tak Jadi Solusi

Seorang warga terdampak, Wayan Merta (71) mengaku akan bertahan alias tak ingin direlokasi. Sebab, dirinya berencana untuk membangun rumah dengan pondasi yang lebih tinggi.

Selain itu, kata dia, pihaknya juga memperhitungkan biaya dari pembuatan tempat suci yakni merajan serta biaya upakarannya. Disisi lain, upaya pemerintah untuk merelokasi sudah sangat baik. Namun, kami masyarakat yang terdampak harus memperhitungkan banyak hal.

"Kalau tiang direlokasi, merajan yang tiang pikirkan. Belum upakara, baru pembuatan atau pembangunan saja (merajan) biayanya sangat tinggi," ungkap warga asal Desa Penyaringan ini.

Warga lainnya juga mengaku belum berani mengambil keputusan. Sebab, dari pemerintah belum memastikan lokasi, anggaran dan segala halnya.

"Kita masih belum bisa cerita. Karena Pak Camat harus menilai dulu. Artinya harus ke lapangan dulu baru bisa kita cerita," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Bali Made Rentin mengakui, kejadian tersebut (penolakan) sejatinya hanya perlu sosialisasi dan edukasi. Hal itu terlihat dari data yang disodorkan dari BPBD Jembrana ke pihaknya. Awalnya ada 45, namun setelah diverifikasi menjadi hanya 39 KK saja.

"Intinya perlu sosilasi dan edukasi. Sejauh ini tidak ada yang menolak," dalihnya.

Rentin menegaskan, pihaknya telah memperingatkan kepada warga terdampak khususnya yang tinggal dekat dengan DAS Bilukpoh. Sebab, jika dipaksakak untuk tinggal di tempat semula, akan berisiko tinggi.

"Ancaman risiko nyata di hadapan kita. Apalagi 3 kali kejadian dan kejadian terakhir ini paling parah hingga meluluhlantakkan puluhan rumah warga di sekitaran DAS Bilukpoh," tegasnya.

Bagaimana dengan upaya pemerintah untuk berikan bantuan pembangunan tempat suci dan upakarannya serta kerugian lain yang tak ternilai, Rentin menyatakan nantinya kemungkinan akan dibantu lewat dana pendampingan oleh pemerintah setempat.

"Jika dimungkinkan juga dari Pemprov Bali. Tapi sejauh ini, Pergub belum mengakomodir hal tersebut (kerugian tak ternilai)," tandasnya.

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved