Dharma Wacana
Upacara Warak Kruron Jika Pernah Keguguran atau Menggugurkan Kandungan
Warak Kruron adalah upacara yang dilakukan untuk seseorang yang mengalami keguguran. Ida Rsi Bhujangga Waisnawa mengungkapkan makna upacara ini.
Penulis: Ni Luh Putu Rastiti Era Agustini | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM – Warak Kruron adalah upacara yang dilakukan untuk seseorang yang mengalami keguguran.
Percaya atau tidak, gangguan bisa terjadi pada seseorang yang pernah keguguran atau menggugurkan kandungan.
Hal ini terkait dengan hilangnya nyawa janin yang belum diupacarai.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Putra Sara Shri Satya Jyoti dari Gria Bhuwana Dharma Shanti Sesetan, Denpasar, Bali mengungkapkan makna dari upacara Warak Kruron.
“Warak Karuron itu tidak lain adalah upacara yang dilaksanakan untuk orang yang telah atau yang pernah keguguran,” jelasnya kepada Tribun Bali.
Beliau juga mengungkapkan bahwa konsep upacara ini sudah ada sejak jaman dahulu namun memang jarang terdengar.
Sebelum tahun 1970an ke bawah, upacara Warak Kruron ini jarang terdengar.
Baca juga: 5 Penyebab Keguguran yang Sering Terjadi, Kelainan Genetik Hingga Keracunan Makanan
Hal ini dikarenakan anak yang meninggal sebelum kepus pungsed tidak perlu diupacarai karena telah dianggap sebagai dewa.
Namun, dalam perkembangannya, saat baru telat haid seminggu pun perlu diupacarai.
Sebab, menurut Ida Rsi Bhujangga Waisnawa sesuai konsep Ganapati Tattwa, di bulan pertama kandungan seseorang sudah berbentuk buih sehingga sudah ada jiwa yang bergerak.
Setelah 4 bulan, tubuh bayi sudah menjadi gumpalan darah yang artinya sudah memiliki kehidupan.
Dalam 6 bulan, kandungan tersebut sudah memiliki lingga.
Selanjutnya dalam 7 bulan bayi tersebut sudah bisa bergerak-gerak.
Dalam 8 bulan, bayi sudah seperti kepompong sehingga bisa dilaksanakan upacara megedong-gedongan.
Dan pada bulan ke-9, bayi tersebut bisa dilahirkan.
“Ketika suami istri telah melakukan hubungan dan membuahi maka saat itu jiwa sudah masuk,” tambahnya.
Menurutnya, jika karena jiwa tersebut sudah ada di dalam diri bayi yang gugur, upacara Warak Kruron bisa segera dilaksanakan.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa juga menjelaskan bahwa jiwa dalam bayi tersebut tidak boleh dimain-mainkan.
“Ketika keguguran maka jiwa itupun juga harus dibersihkan. Kemudian apalagi kita itu melakukan sengaja untuk menggugurkan sehingga kita jelas memutuskan kehidupan daripada jiwa itu sendiri,” jelasnya.
Jika tidak diupacarai, memungkinkan adanya gangguan-gangguan kepada orang yang menggugurkan kandungan.
Pada hakikatnya, Warak Kruron dilakukan untuk pembersihan terhadap bayi yang meninggal serta orangtuanya.
Menurut Ida Rsi Bhujangga Waisnawa, upacara ini penting untuk dilakukan.
“Penting sekali. Satu pentingnya adalah orangtuanya dulu pertama. Orangtuanya itu, setiap orang yang melahirkan kalau dalam ajaran Hindu di Bali. Kalau melahirkan pasti orangtuanya kesebelan. Ya minimal sebel-nya pertama adalah satu bulan tujuh hari, dia tidak boleh pergi ke dapur, pergi ke sumur, kalau dulu orang itu nyari air itu jauh. Kemudian sampai dia tiga bulan baru dia boleh pergi ke merajan,” jelasnya.
Mengenai pelaksanaannya, bisa dilakukan kapan saja dan bertempat di lapangan atau pinggir laut.
Terkait dengan rangkaian upacara, Warak Kruron diawali dengan pengulapan.
“Upacaranya adalah pertama tyang berikan gambaran sedikit. Pertama adalah upacara yang disebut dengan ngulapin. Itu menarik kembali apa namanya, roh-rohnya itu, supaya berkumpul di dalam satu pengulapan yang disebut dengan sanggah urip,” jelasnya.
Upacara lalu dilanjutkan dengan pebersihan untuk orang tua dan anak.
“Pebersihan pertama kepada orangtuanya, ayah dan ibunya. Pembersihan kedua, baru kepada anak itu, kemudian sanggah urip itu kita upacarakan. Kita berikan bagaimana orang seperti ngaben tapi kecil. Ada bubur pirata-nya juga, ada tirta, kemudian ada soda dan sebagainya,” pungkasnya.
Kemudian upacara dilanjutkan dengan pembakaran.
“Kemudian setelah itu barulah kita lakukan upacara pembakaran. Itu dibakar. Dari bakar, abunya dimasukkan ke dalam nyuh gading kemudian baru dibuatkan yang disebut dengan sekah tunggal, kemudian baru diupacarakan menuju ke laut,” jelasnya.
Selain di laut, upacara juga dilaksanakan di rumah serta pekarangan.
“Kemudian upacara untuk di rumah, biasanya kita buatkan upacara pebersihan rumah dan pekarangan yaitu berupa caru,” jelasnya.
Upacara ini bisa dilakukan secara bersamaan jika mengalami keguguran lebih dari sekali.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa menjelaskan bahwa orangtua tidak boleh main-main ketika mengalami keguguran atau menggugurkan kandungan.
“Yang penting adalah kembali seperti yang saya katakan, buatlah upacara Warak Kruron, upacarakan, bersihkan itu, dan di samping itu sebagai pribadi sekarang, bertobatlah. Itu yang pribadi. Oleh sebab itu, kita di Bali tidak boleh main-main karena hal-hal demikian itu kita percaya pada konsep apa yang disebut dengan suksma sarira, antah karana sarira kemudian stula sarira dan sebagainya itu kita percaya,” jelasnya.
Beliau juga berharap adanya kesadaran dari orangtua untuk melaksanakan upacara ini.
“Dan kita juga percaya kepada karma. Oleh karena itu sering terjadi dan berapa banyak yang sudah mengadu kepada tyang di sini bahwa setelah dia melakukan upacara, dia yang tadinya hancur kemudian terbuka jalannya. Itu banyak sekali terjadi, itu yang tyang lakukan. Sehingga kita mengharapkan kepada mereka untuk melakukan itu dalam kesadaran mereka. Jadi kita tidak memaksa mereka. Tapi percaya atau tidak, demikian,” katanya.
Namun begitu, mereka yang pernah menggugurkan kandungan seringkali merasa malu dan menganggapnya sebagai aib.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa menegaskan rasa malu itu perlu dihilangkan.
Hal tersebut bisa menjadi komitmen untuk melakukan tobat.
“Mereka kalau mau membersihkan diri hilangkanlah malu, hilangkanlah rasa malu, jangan gengsi, karena itu salah satu komitmen kita melakukan tobat. Kalau tidak begitu kan tobatnya tidak ada,” pungkasnya.
Upacara Warak Kruron bisa dilakukan secepatnya, tidak ada waktu khusus untuk melakukannya.
Hal ini untuk menghindari adanya roh-roh gentayangan yang disebut butha cuil.
“Dalam konsep agama Hindu, makin lama roh-roh itu gentayangan maka makin tidak baik. Maka takutnya bahwa roh-roh itu, itulah yang disebut dengan butha cuil,” jelas Ida Rsi Bhujangga Waisnawa.
Hal ini juga tidak hanya berlaku untuk bayi namun juga untuk orang meninggal pada umumnya.
Terkait dengan upacara Warak Kruron di jaman dahulu, upacara ini tidak dilaksanakan karena bayi yang gugur dianggap sudah dianggap menjadi dewa.
“Kalau jaman dulu justru tidak ada upacara karena dianggap dewa. Karena sudah dianggap dewa, tidak nyebelin, tidak segalanya,” jelas Ida Rsi Bhujangga Waisnawa.
Namun pada jaman sekarang, fenomena yang terjadi adalah adanya keguguran yang disengaja yang artinya melakukan pembunuhan.
“Tetapi sekarang fenomenanya adalah menyakiti dan sebagainya, kalau dulu tidak ada menyakiti. Mungkin penyebab-penyebab dari itu karena seringnya orang bukan keguguran biasa tetapi menggugurkan sengaja, jadi membunuh sengaja,” jelas Ida Rsi Bhujangga Waisnawa.
Beliau juga menambahkan bahwa upacara Warak Kruron cukup dilakukan dalam satu periode saja.
“Nah oleh sebab itu, upacaranya itu, sekarang ada upacara, kalau dulu tidak ada upacara. Oleh sebab itu, sekarang upacaranya itu cukup juga hanya pada Warak Kruron satu kali, satu periode itu aja kemudian langsung nganyut. Sudah selesai, tidak perlu ada ngelinggihang, tidak perlu ada nyekah, dan sebagainya itu sudah termasuk berada pada konsep ke-Tuhanan.” jelasnya.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa juga menjelaskan terkait biaya upacara Warak Kruron di Gria Bhuwana Dharma Shanti sebesar Rp 600 ribu sudah termasuk sarana prasarana upacaranya.
Beliau juga memberikan kesimpulan terkait upacara Warak Kruron.
“Kesimpulannya begini. Pertama adalah kalau kita punya atau pernah keguguran apalagi pernah mengugurkan, lakukankanlah upacara, percaya atau tidak. Saya cuma menyarankan. Lakukanlah supaya hidup kita itu bisa baik,” pungkasnya.
Beliau juga kembali mengimbau agar jangan sampai menggugurkan kandungan.
“Yang kedua yang saya sarankan janganlah kita main-main, karena dalam konsep ajaran Hindu, dosa. Besar sekali dosanya. Karena kalau kita kembali kepada Manawa Dharmasastra itu disebutkan dosanya sekian kali lipat bahkan ribuan kali lipat kalau menggugurkan atau membunuh. Itu kan sengaja membunuh. Itu masalahnya,” jelasnya.
Ida Rsi Bhujangga Waisnawa kembali menekankan bahwa bayi dalam kandungan sudah memiliki jiwa yang mana mengugurkan sama artinya dengan melakukan pembunuhan.
“Jangankan bayi sudah berumur satu bulan dua bulan, hanya dalam pertemuan aja yang disebut dengan mandeg itu kan cuma tiga hari. Itu sudah ada jiwanya, sudah membunuh itu sebenarnya,” pungkasnya.
Terakhir, beliau juga mengimbau masyarakat agar jangan sampai melakukan hal yang dilarang dalam ajaran agama.
“Tyang imbau kepada masyarakat janganlah melakukan hal-hal yang tidak boleh, atau yang tidak dibolehkan oleh ajaran agama, termasuk mengugurkan kandungan,” pesannya. (*)