Berita Bali
Dijerat Pasal Berlapis, Anak Mantan Sekda Buleleng Dituntut 7 Tahun Penjara
Terdakwa I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa (34) dituntut tujuh tahun penjara. Terdakwa yang adalah anak mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Terdakwa I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa (34) dituntut tujuh tahun penjara.
Terdakwa yang adalah anak mantan Sekda Buleleng, Dewa Ketut Puspaka dituntut pidana karena terlibat dugaan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sejumlah proyek di Buleleng.
Surat tuntutan dibacakan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis, 8 Desember 2022.
Baca juga: Anak Mantan Sekda Buleleng Diperiksa Sebagai Tersangka Kasus Dugaan Korupsi dan TPPU Proyek di Bali
Dalam surat dakwaan, JPU menjerat terdakwa Rhadea dengan pasal berlapis.
Yakni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tipikor sebagaimana Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 ayat 1 huruf a dan b UU RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sesuai dakwaan pertama primair.
Juga tindak pidana pencucian uang Pasal 3 Jo. Pasal 10 UU Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kedua primair JPU.
Baca juga: Dugaan TPPU Proyek di Buleleng, Kejati Bali Minta Pendapat Ahli Terkait Keterlibatan Gede Radhea
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa atas kesalahannya dengan pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama berada dalam tahanan sementara dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan," tegas tim JPU yang dikomandoi Jaksa Agus Eko Purnomo.
Pula terdakwa Rhadea dituntut pidana tambahan membayar uang pengganti senilai sebesar Rp4.870.000.000.
Jika tidak membayar, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan.
Baca juga: Kejati Bali akan Periksa lagi Tersangka Gede Radhea, Terkait Dugaan TPPU Proyek di Buleleng
Terhadap tuntutan tim JPU, majelis hakim pimpinan Heriyanti memberikan waktu kepada tim penasihat hukum terdakwa menanggapi melalui pembelaan secara tertulis.
Nota pembelaan dari tim penasihat hukum akan dibacakan pada sidang, 21 Desember 2022.
Sementara itu, dalam dakwaan JPU dijelaskan, terdakwa Rhadea diduga melakukan korupsi dan TPPU bersama ayahnya, Dewa Ketut Puspaka saat itu masih menjabat Sekda Buleleng.
Perbuatan rasuah itu diduga dilakukan rentang waktu November 2016 hingga tahun 2020.
Dewa Puspaka sebagai Sekda Buleleng menjadi makelar pengurusan izin pembangunan Terminal Penerima dan Distribusi LNG di Celukan Bawang.
Proyek lainnya yang diurus adalah penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih di Kabupaten Buleleng.
Total keseluruhan dana yang diterima Dewa Ketut Puspaka kurang lebih sebesar Rp12,5 miliar.
Salah satunya dana diterima melalui rekening terdakwa Rhadea.
Dewa Puspaka yang saat ini menjadi terpidana terbukti melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, yaitu PT Titis Sampurna.
Rangkaian korupsi dan TPPU berawal pada 2014 di rumah Dewa Puspaka di Desa Bakti Seraga, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng.
Puspaka bertemu Direktur PT. TS. Dalam pertemuan tersebut dibahas terkait dengan rencana pembangunan Terminal Penerima dan Distribusi LNG di Celukan Bawang, dan proposal penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih di Kabupaten Buleleng.
PT. TS berencana membangun Kabupaten Buleleng dari sektor energi yang dalam pelaksanaan pembangunannya dilaksanakan oleh anak perusahaan PT TS, yaitu PT PEI.
Dewa Puspaka kemudian bertemu Direktur PT. PEI di ruang kerja Dewa Puspaka.
Dewa Puspaka pun bersedia membantu dan menjanjikan kelancaran proses pengurusan perizinan-perizinan terkait yang diajukan oleh PT PEI.
Akhir tahun 2014, Dewa Puspaka bersama Direktur CV Singajaya Konsultan yaitu Made Sukawan Adika datang ke Kantor PT PEI di Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut sekaligus membahas masalah pekerjaan dan biaya konsultan.
Tahun 2015, Dewa Puspaka juga mempunyai keinginan untuk menyewakan lahan Desa Adat Yeh Sanih, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng kepada PT TS.
Dewa Puspaka telah menyiapkan proposal penyewaan lahan tersebut sehingga PT TS hanya menandatangani proposal yang telah disiapkan Dewa Puspaka.
Terkait dengan sewa lahan Desa Adat Yeh Sanih tersebut, PT TS sudah melakukan pembayaran kurang lebih sebesar Rp 12,5 miliar dengan cara ditransfer ke rekening saksi Made Sukawan Andika, Hasyim, Made Chandra Berata dan terdakwa Rhadea.
Uang tersebut sebenarnya diterima Dewa Puspaka, tapi sengaja ditampung di rekening beberapa orang.
Tahun 2016, Dewa Puspaka dan Sukawan Adika ke Jakarta meneken surat sewa lahan Yeh Sanih.
Salah satu isi kesepakatan dalam perjanjian tersebut adalah nilai sewa lahan sebesar Rp25 miliar dengan masa sewa lahan selama 40 tahun, dengan luas lahan seluas 58 hektare.
Selanjutnya di tahun 2018 dilakukan addendum posisi Sukawan Adika digantikan oleh terdakwa Rhadea.
Setelah terdakwa menggantikan posisi Sukawan Adika dalam surat perjanjian sewa tanah Desa Adat Yeh Sanih, terdakwa mulai melakukan komunikasi dengan saksi Devy Maharani pada 1 Februari 2018.
Selanjutnya PT TS beberapa kali melakukan transfer uang ke rekening Bank Danamon milik Rhadea.
Secara keseluruhan PT TS telah melakukan pembayaran sewa lahan Desa Adat Yeh Sanih melalui transfer ke rekening milik terdakwa sebesar Rp 4,8 miliar.
Dari uang yang diterima terdakwa, tidak ada yang diterima masyarakat Desa Adat Yeh Sanih selaku pemilik lahan, sehingga membuat masyarakat Desa Adat Yeh Sanih merasa dirugikan oleh perbuatan Dewa Puspaka.
Uang sewa lahan Desa Adat Yeh Sanih yang telah diterima Dewa Puspaka sebesar Rp12,5 miliar yang “dibungkus” dengan perjanjian sewa lahan yang sebenarnya tidak pernah disewakan. (*)
Berita lainnya di Berita Bali