Berita Buleleng
Sulit Kantongi Izin, Mesin Insinerator RSUD Buleleng Terbengkalai
Setiap bulan RSUD Buleleng rata-rata menghasilkan limbah medis B3 sebanyak empat hingga lima ton.
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Setiap bulan RSUD Buleleng rata-rata menghasilkan limbah medis B3 sebanyak empat hingga lima ton.
Limbah tersebut dikirim ke Jawa Barat melalui pihak ketiga untuk dikelola. Mengingat hingga saat ini RSUD Buleleng belum mengantongi izin untuk mengelola limbah B3 sendiri.
Dirut RSUD Buleleng, dr Putu Arya Nugraha ditemui di ruang kerjanya pada Kamis (12/1) mengatakan, pihaknya sejatinya memiliki mesin insinerator untuk mengolah limbah. Namun sudah lima tahun belakangan mesin tersebut tidak pernah beroperasi.
Mengingat pihaknya sulit untuk mendapatkan izin dari Departemen Lingkungan Hidup, akibat adanya penolakan dari masyarakat sekitar.
"Kami sempat mengajukan izin, tapi sulit keluar izinnya karena pengelolaannya itu menimbulkan asap sehingga ada penolakan dari masyarakat. Jadi biar cepat, kami pakai rekanan untuk mengangkut dan mengelola limbahnya di Jawa Barat," jelasnya.
Padahal apabila RSUD mampu mengelola limbahnya sendiri, pengeluaran kata dr Arya sejatinya dapat ditekan.
Sementara apabila menggunakan jasa pihak ketiga, RSUD saat ini harus membayar sebesar Rp 21.500 per kilo limbah B3. Limbah dikirim setiap dua kali dalam seminggu.
Sembari menunggu waktu pengiriman, limbah disimpan ditempat khusus bersuhu dingin, dengan luas bangunan 6x8 meter.
"Limbah B3 itu seperti sisa obat, cairan tubuh manusia, darah. Di Bali memang belum ada perusahaan yang mengolah limbah medis. Jadi rata-rata harus dikirim ke Jawa. Kalau soal limbah kami memang sangat ketat. Limbah B3 dikelola pihak ketiga, yang organik kami olah menjadi eco enzym, sementara limbah plastik dijual ke bank sampah untuk menambah penghasilan petugas cleaning service," terangnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.