Berita Bali
Tes HIV/AIDS untuk Calon Pengantin, Dinas Kesehatan Bali Mulai Lakukan Tahun 2023
Untuk pencegahan HIV/AIDS saat ini Dinkes Provinsi sudah membuka opsi testing sebanyak-banyaknya.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sebelum menikah ada baiknya melakukan konseling terlebih dahulu dengan Dinas Kesehatan untuk memastikan apakah kita berisiko menularkan penyakit HIV/AIDS pada pasangan kita.
Konseling atau skrining kesehatan pada calon pengantin ini sudah dibuka oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali sejak 2021, namun untuk tes HIV/AIDS ini akan dilangsungkan tahun ini.
“Kami melakukan konseling dulu kepada calon pengantin, bukan langsung dilakukan tes HIV/AIDS,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali yakni I Nyoman Gede Anom, Kamis 12 Januari 2023.
Dia mengatakan, pengertian konseling atau skrening di sini tidak serta merta menggunakan alat tes, namun diawali dengan konseling untuk menggali informasi apakah calon pengantin (catin) tersebut mempunyai perilaku berisiko HIV/AIDS atau tidak.
Baca juga: 10 Bulan, 159 Warga Gianyar Terjangkit HIV, Terdeteksi Sejak Januari Melalui Skrening Dinkes
Dan jika catin tidak mempunyai perilaku berisiko, maka hanya sampai pada konseling 3E (HIV-Sifilis-Hepatitis) saja.
“Tapi jika catin tersebut mempunyai perilaku berisiko, maka perlu dilakukan tes menggunakan rapid test HIV dan Sifilis dan Hepatitis, demikian,” tambahnya.
Untuk pencegahan HIV/AIDS saat ini Dinkes Provinsi sudah membuka opsi testing sebanyak-banyaknya.
Jadi, pihaknya tidak lagi testing pada orang yang berisiko, tetapi juga testing langsung pada ibu hamil.
Jadi, 100 persen ibu hamil wajib tes karena sering kali penemuan ke laki-laki berisiko tinggi agak sulit.
Bahkan, ketika ditunggu di lokalisasi pun, pelanggan yang dites pun tidak mau mengaku kalau dia pelanggan.
“Jadi kami ambil satu step lebih maju dengan kita tunggu si pasangan pelanggan ibu hamil untuk wajib tes 100 persen. Kemudian, dari pasien Hepatitis, seluruh pasien dengan infeksi menular seksual, dan warga binaan narapidana kami tes,” ujarnya.
Tahun ini kami baru mulai adalah kerjasama dengan Kesda yakni pada calon pengantin.
Jadi, untuk seluruh calon pengantin juga akan mulai tawarkan untuk tes HIV/AIDS.
Bukan hanya dua kali tes suntik tetanus, tapi juga HIV/AIDS.
Di Bali, menurutnya perlu dukungan lebih besar karena pernikahan di Bali berbeda dengan Provinsi lain.
Misalnya, di kalangan Muslim, buku nikah akan keluar jika sudah tes HIV/AIDS.
“Di Bali mungkin sama dengan Sumatera Barat karena ada pernikahan adat. Sering kali mengurus nikah adat barulah mengurus akta nikah. Tapi tahun ini sudah kami coba. Kemudian, setiap orang yang merasa berisiko atau pernah melakukan kegiatan berisiko atau sekedar ingin melakukan tes itu sudah siap,” imbuhnya.
Pencegahan pun dilakukan sosialisasi sebanyak mungkin dan memulai normalisasi tes HIV/AIDS bahwa HIV bukan lagi penyakit menyeramkan seperti dulu, walaupun minum obatnya seumur hidup.
Minum obat seumur hidup ini sama dengan penyakit kencing manis, hipertensi.
Di sisi lain, Dinkes juga menekankan pencegahan agar jika belum menikah jangan dulu melakukan seks, kalau pun sudah menikah berhubungan sekslah hanya dengan pasangannya.
“Kalau lebih ekstrem, ketika sudah menikah tidak berhubungan seks dengan pasangan, tentu ada pencegahan, seperti kondom harus digalakkan, apalagi kondom juga ada di hampir semua toko modern,” katanya.
Kesulitan untuk mengobati pasien HIV/AIDS adalah sejak dua tahun Covid-19 ini banyak pasien yang hilang.
Pasien dari luar Bali juga ada. Jadi banyak pasien yang pulang ke daerahnya masing-masing.
Tapi, sekarang sudah mulai datang lagi dan mulai mengkonsumsi obat.
“Jumlah pasien 11 ribu sekarang dan stok obat adalah 11 ribu dikali 6 bulan. Kalau dalam 6 bulan kedepan pemerintah pusat tidak mengirimkan obat, maka kami masih punya stok obat. Stok obat kita bertingkat. Di provinsi punya stok obat untuk 9 bulan, kabupaten/kota 6 bulan, layanan 3 bulan. Jadi, ada 18 bulan stok obat,” katanya.
Di tempat terpisah, Kepala Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali AA Ngurah Patria Nugraha mengatakan, dengan adanya program ini dia berharap dapat menekan laju penularan HIV/AIDS.
“Terkait catin (calon pengantin) merupakan upaya untuk menekan laju penularan HIV.
Sebelumnya juga sudah diwajibkan bagi ibu hamil utk tes HIV melalui program triple eliminasi (HIV, sifilis dan hepatitis B). Kita lihat kedepan perkembangannya. Tentu kita harapkan upaya-upaya yang dilakukan dapat menekan laju penularan HIV/AIDS di Bali,” jelasnya, Kamis.
Untuk layanan tes HIV pada ibu hamil dilakukan saat pemeriksaan di fasilitas kesehatan akan diarahkan.
Saat ini kasus HIV/AIDS per Oktober 2022 di Bali 27.558 kasus.
Upaya penanggulangan HIV/AIDS di Bali saat ini tentu tidak terlepas dari perhatian dan kepedulian seluruh stakeholder dan masyarakat.
“Dari hulu upaya pencegahan terus digencarkan melalui program-program penanggulangan AIDS melalui Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN) sasaran remaja, Kader Desa Peduli AIDS (KDPA) sasaran masyarakat, AIDS di tempat kerja dan melaui digitalisasi,” imbuhnya.
Sedangkan di hilir pelayanan kesehatan untuk pemeriksaan HIV saat ini sudah tersedia di seluruh Puskesmas atau rumah sakit pemerintah yang ada di seluruh Bali untuk dapat diakses oleh masyarakat.
“Kita usahakan semaksimal mungkin yang terbaik dalam upaya-upaya penanggulangan HIV/AIDS melalui program-program yang kita jalankan,” katanya. (sar)
Kumpulan Artikel Bali
Pengidap Berjumlah 2.158 Orang, Gianyar Target Bebas HIV/AIDS Tahun 2030 |
![]() |
---|
159 Warga di Gianyar Terjangkit HIV/AIDS, Terdeteksi sejak Januari-Oktober 2022 |
![]() |
---|
1.502 Kasus Baru HIV/AIDS di Bali, Berada di Peringkat 6 Secara Nasional |
![]() |
---|
Tahun 2022 Kasus HIV di Bali Sentuh Angka 992 dan AIDS 510 Orang, Penularan Tertinggi Tanpa Pengaman |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.