Berita Bali

Direktur Celios: Skenario Terburuk Usaha Baju Bekas Impor Ancam Kebangkrutan Massal Industri Pakaian

Direktur Celios: skenario terburuk usaha baju bekas impor bisa ancam kebangkrutan massal industri pakaian.

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Ilustrasi pembeli pakian impor bekas sedang memilih pakaian - Direktur Celios: skenario terburuk usaha baju bekas impor bisa ancam kebangkrutan massal industri pakaian. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkap skenario terburuk jika usaha baju bekas impor yang sejatinya sudah dilarang sejak tahun 2015 itu bisa mengancam kebangkrutan massa industri pakaian jadi.

Menurut Bhima, meskipun pelarangan trifting sudah lama sejak 2015 tapi selama ini nyaris tdidak ada penegakan aturan tegas.

“Kalau tiba tiba ada penindakan terhadap pakaian bekas impor kemungkinan besar karena gelombang PHK di sektor pakaian jadi sudah mengkhawatirkan,” kata Bhima saat dihubungi Tribun Bali, pada Minggu 19 Maret 2023.  

“Begitu industri pakaian jadi lokal tidak bisa masuk ke pasar ekspor dan harus head to head dengan impor bekas di dalam negeri, muncul skenario terburuk kebangkrutan massal industri pakaian jadi,” sambungnya.

Bhima memperkirakan ada 3 juta pekerja yang terlibat di manufaktur pakaian jadi dan alas kaki terancam terdampak, sehingga pemerintah melakukan langkah tegas.

Bhima menyampaikan, pemerintah bisa memberi kompensasi kepada pedagang kecil baju bekas di pasar mengganti barang dengan uang tunai dan mencarikan solusi agar pedagang beralih menjual produk pakaian jadi lokal.

“Sementara barang yang disita pemerintah masih bisa diberikan ke korban bencana alam dan orang miskin. Jangan langsung dimusnahkan, sementara banyak orang miskin tidak mampu beli baju baru,” tuturnya.

Baca juga: Pasar OB Tabanan Bali Tutup Sejak Ada Larangan Impor Baju Bekas oleh Pemerintah Pusat

Lanjut dia, hingga saat ini penjualan thrifting di e-commerce media sosial dan marketplace masih cukup masif.

“Sampai hari ini relatif tidak terpengaruh pedagang online dengan pelarangan pemerintah,” kata dia.

“Kalau mau serius pemerintah harus tekan platform medsos dan marketplace untuk stop penjualan, karena diperkirakan lapak fisik trift mulai bergeser paska pelarangan ke lapak online,” jabarnya.

Bhima mendorong pemerintah untuk bisa konsisten akan tetapi juga memberikan win-win solution bagi pedagang kecil yang sejak tahun 1990 sudah berjualan thrift.

Ia menambahkan, pemerintah bisa bantu menaikkan kualitas dan tekan biaya produksi pakaian jadi lokal dengan pembiayaan murah, pendampingan dan upaya promosi bersama.

“Bagaimana pun juga thrift bisa laku karena produk pakaian jadi lokal kurang bersaing dari segi kualitas dan harga,” kata dia.

Sementara itu, pantauan wartawan Tribun Bali, di lokasi penjualan baju bekas impor seperti di Jalan Mahendradatta Kota Denpasar para pedagang masih beroperasi hingga saat ini.

Salah seorang pedagang, sebut saja Yanti (nama samaran) mengaku khawatir jika sewaktu-waktu terjadi razia dari pemerintah setelah mencuat isu larangan tersebut.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved