Berita Bali
Direktur Celios: Skenario Terburuk Usaha Baju Bekas Impor Ancam Kebangkrutan Massal Industri Pakaian
Direktur Celios: skenario terburuk usaha baju bekas impor bisa ancam kebangkrutan massal industri pakaian.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Kartika Viktriani
“Ya saya masih berjualan, tapi mulai berkemas-kemas juga, barang saya untuk disimpan di rumah, di lapak sini saya kurangi jumlahnya, jaga-jaga kalau ada razia, jadi kalau disuruh tutup tidak banyak bungkus barang” tuturnya sembari dibantu berkemas sang suami.
Meski begitu, hingga saat ini ia belum merasakan dampak signifikan dari segi penurunan penjualan setelah muncul kabar tersebut.
“Kalau kami yang pedagang kecil begini tidak terlalu berpengaruh tapi para importir yang sangat terpengaruh dengan larangan ini,” kata dia.
Ia membeberkan, Bali juga merupakan salah satu tempat importir menjalankan usaha baju bekas impor ini selain kota-kota seperti Jakarta, Batam dan Surabaya.
“Kalau barang-barang saya ini langsung dari Batam,” tuturnya.
Melansir Tribunnews, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) disebut mengusulkan larangan thrifting karena dinilai merusak usaha mikro kecil menengah (UMKM) lokal.
Thrifting adalah aktivitas membeli atau menjual barang-barang bekas impor dengan tujuan untuk dipakai kembali.
Kemenkop dan UKM menegaskan bahwa secara aturan, praktik thrifting atau membeli dan menjual pakaian bekas dari luar negeri sebenarnya telah dilarang.
Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai, praktik thrifting dapat merusak industri garmen dalam negeri.
"Memang di peraturan perdagangan kita yang Bea Cukai itu kan sebenarnya dilarang thrifting, impor barang-barang bekas itu kan dilarang," ujarnya,
Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyebut banyak alternatif komoditas untuk dijual oleh para pedagang karena menjual barang bekas atau thrifting dilarang.
Menurut dia, pelaku UMKM sangat fleksibel dan memiliki resiliensi yang luar biasa.
"Kalau ini (thrifting) dilarang, bagaimana pedagangnya? Sebenarnya banyak alternatif. Bisa jual produk lokal. Jadi, menurut saya ini bukan sesuatu yang harus jadi pertimbangan untuk kita tidak menyetop produk ilegal ini diperdagangkan," kata Teten di KemenKopUKM, Senin 13 Maret 2023.
Ia mencontohkan bagaimana saat awal-awal pandemi Covid-19 melanda, para pelaku UMKM batik sama sekali tidak memiliki penghasilan, namun akhirnya datang dengan terobosan lain.
"Mereka akhirnya menjual produk pakaian dalam. Pakaian rumahan. Sebelumnya mereka menjual batik untuk pesta dan kantor. Lalu, misalnya pembuat bendera. Pas pandemi tidak ada pesta 17an, mereka membuat masker kain," ujar Teten.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.