Human Interest
Ketut Nuryasta Jual Es Tuak Loloh Sejak 1973, Dijajakan Pertama di Depan Bioskop Singaraja Teater
Pria yang tinggal di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng ini menjual es tuak manis yang dicampur dengan loloh daun kayu manis dan daun belimbing
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, BULELENG - Cuaca di Kota Singaraja pada Minggu (19/3) sangat terik. Di pinggir Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan Buleleng, Bali nampak seorang pedagang bermotor diserbu pembeli.
Pedagang tersebut menjual es tuak manis yang dicampur dengan loloh (jamu). Konon minuman itu hanya ada di Buleleng.
Saat cuaca terik, berbagai macam jenis minuman dingin memang banyak diserbu pembeli untuk menghilangkan dahaga.
Baca juga: Resedivis 5 Kali Asal Buleleng Curi Emas di Klungkung Untuk Foya-foya di Cafe
Tak terkecuali produk es tuak loloh milik Ketut Nuryasta atau yang akrab disapa Jero Mangku Siman (69).
Pria yang tinggal di Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Buleleng ini menjual es tuak manis yang dicampur dengan loloh daun kayu manis dan daun belimbing.
Kepada Tribun Bali Nuryasta menuturkan, menjual es tuak loloh dilakoni sejak 1973. Kala itu ia berjualan dengan cara dipikul.
Bioskop Singaraja Teater yang terletak di Kelurahan Kampung Tinggi, Kecamatan Buleleng sempat dijadikan sebagai lokasi mangkal.
Baca juga: Kandang Unggas di Pasar-Pasar Buleleng Disemprot Disinfektan
Namun kini bioskop tersebut telah tergantikan menjadi pertokoan Singaraja Square.
Seiring berjalannya waktu, Nuryasta kini beralih berjualan dengan menggunakan motor. Ia menjajakan es tuak loloh di seputaran Kota Singaraja hingga ke Desa Pengastulan Kecamatan Seririt.
Dijelaskan Nuryasta, es tuak yang dijual merupakan nira dari pohon ental (lontar) yang diambil dari kebunnya sendiri.
Sementara lolohnya terbuat dari setengah kilogram daun kayu manis dan daun belimbing yang ditumbuk halus, lalu dicampur dengan tiga liter air.
Baca juga: Pipa Induk di Desa Alasangker Buleleng Diterjang Air hingga Putus, 323 KK Kesulitan Air Bersih
Tuak loloh tersebut dijual di dalam jeriken isi 30 liter. Sebagai ciri khasnya, jeriken ditutup dengan menggunakan beberapa ikat daun kesambi. Daun itu berfungsi untuk mencegah terjadi ledakan akibat tuak yang menguap.
"Es tuak ini tidak bikin mabuk, karena belum ada kadar alkoholnya. Makanya hanya bertahan satu hari saja. Nira dari pohon ental saya ambil di kebun jam empat pagi, kemudian mulai berjualan dari pukul tujuh pagi sampai jam enam sore. Astungkara selalu habis."
"Kalau tidak habis ya tidak bisa dipakai lagi karena rasa tuaknya berubah jadi asam dan mulai ada alkoholnya," terangnya.
Baca juga: Pipa Induk di Desa Alasangker Buleleng Diterjang Air hingga Putus, 323 KK Kesulitan Air Bersih
Mencampurkan tuak manis dengan loloh dikatakan Nuryasta merupakan resep dari leluhurnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.