Serba serbi

Nyepi, Makna Secara Esoteris Metafisis, Simak Penjelasan Lengkapnya!

Nyepi adalah salah satu peristiwa metafisika, yang dimaknai sebagai menuju alam sunyaka atau alam kesunyian tanpa batas.

Tribun Bali/Putu Supartika
Pelaksanaan melasti di Pantai Padanggalak, Kesiman, Denpasar, Bali - Ribuan Umat Hindu Padati Pantai Padanggalak Bali, Gelar Melasti Serangkaian Nyepi Saka 1945 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Hari suci Nyepi sudah di depan mata, dan tinggal menghitung hari.

Umat Hindu di Bali, nampaknya telah menyiapkan diri menyambut Nyepi sebagai penanda Tahun Baru Saka 1945.

Nyepi adalah salah satu peristiwa metafisika, yang dimaknai sebagai menuju alam sunyaka atau alam kesunyian tanpa batas.

"Dalam kesunyian kita bebas mengeksplorasi diri, dengan wujud terdalam dari wujud diri sejati," sebut Guru Mangku Hipno, alias GMH, kepada Tribun Bali, Selasa 1 Maret 2022.

Sesungguhnya Nyepi, kata dia, mengajarkan umat manusia tentang bagaimana melepaskan diri dari ikatan lobha, kama, kroda, yang mengikat kencang indera manusia.

Khususnya terhadap hal duniawi, sehingga sampai pada tahapan lelah, lemah, lesu, dan akhirnya putus asa.

Baca juga: BAIK! Ramalan Zodiak 20 Maret 2023, Gemini Bakal Populer, Kemitraan Penting Bagi Libra

Baca juga: 12 Arti Mimpi Ubur-Ubur, Gambaran Kekecewaan Anda Kepada Seseorang yang Anda Percayai

Hari suci Nyepi sudah di depan mata, dan tinggal menghitung hari.

Umat Hindu di Bali, nampaknya telah menyiapkan diri menyambut Nyepi sebagai penanda Tahun Baru Saka 1945.

Nyepi adalah salah satu peristiwa metafisika, yang dimaknai sebagai menuju alam sunyaka atau alam kesunyian tanpa batas.
Hari suci Nyepi sudah di depan mata, dan tinggal menghitung hari. Umat Hindu di Bali, nampaknya telah menyiapkan diri menyambut Nyepi sebagai penanda Tahun Baru Saka 1945. Nyepi adalah salah satu peristiwa metafisika, yang dimaknai sebagai menuju alam sunyaka atau alam kesunyian tanpa batas. (ask)

Heneng dan hening dari Bali pun, memiliki makna yang dalam. Nyepi adalah filosofi tahun baru bagi umat Hindu di Bali. "Ketika tahun baru Saka datang, ia disambut dengan keheningan di Bali," sebut dosen UHN ini. Para tetua Bali di masa lalu, merumuskan keheningan secara alamiah dalam empat penyepian yang disebut sebagai Catur Brata Penyepian.

Filosofi dari Catur Brata Penyepian itu sendiri, secara suprantaural adalah memasuki dunia heneng, hening, hawas, dan heling. "Heneng artinya biarlah segala sesuatu yang selama ini berputar terlalu cepat diperlambat oleh semesta," sebut dosen asli Singaraja ini.

Kemudian pikiran, ego, dan keinginan manusia direm saat Nyepi. Agar kembali sadar, bahwa ruang dan waktu segalanya tunduk pada kuasa Ida Sang Hyang Widhi Wasa. "Hening artinya biarlah kebisingan hati dan pikiran yang memunculkan kegaduhan nurani dihentikan sejenak," tegasnya.

Sehingga tatkala manusia menemui galau, ribet, ribut, emosi sampai depresi. Yaitu jiwa yang penuh dengan panas keluhan, bisa mulai menemukan keheningannya. "Hawas artinya saat Nyepi, kita mempunyai kesempatan memasuki dunia bawah sadar atau Jagra Supta (tidur dalam kesadaran)," jelas ahli pengobatan jiwa dan metafisika ini.

Caranya dengan merileksasikan pikiran, perasaan, dan tubuh. Menghentikan segala kegiatan yang berhubungan dengan gerak tubuh, gerak pikiran, dan gerak hati, serta membiarkan sensitivitas mendapatkan tempat yang utama. Saat alam semesta sedang dalam putaran waktu Sunyaka, dimana rem semesta dipasang.

"Maka seluruh gerak terasa melambat, saat inilah waktu terbaik melakukan selfhypnosis (menghipnosis diri sendiri). Yaitu menghipnosis diri dengan melakukan Tarkayana atau perenungan dalam yang tertuju pada tiga hal," kata ahli pengobatan Psikosomatik Anxiety ini.

Diantaranya, adalah bagaimana setelah kesunyian ini maka diri bisa menjadi lebih benar, lebih bijak, dan lebih indah, dalam menjalani hidup. "Sehingga kita menjadi pribadi yang sanggup memberikan kontribusi positif, pada setiap mahluk yang bertumbuh di muka bumi ini," sebutnya.

Efeknya, bumi tercinta ini pun, kata dia, akan menjadi tempat terindah bagi semua mahluk menjalani kehidupan. "Heling artinnya ketika kita memasuki masa hening, atau di kala sunia, maka akan bertumbuh kesadaran baru dalam diri kita sebagai manusia," imbuh GMH.

Kesadaran tersebut menyangkut dua hal. Pertama, manusia punya kewajiban memutar Cakra Yadnya untuk menghindarkan alam ini mengalami pralaya atau kiamat. "Jadi manusia harus bergerak, membaikkan, membangun, meninggalkan sisi-sisi gelap dan keburukan yang selama ini terlanjur dimiliki," ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved