Serba Serbi

TUMPEK Wayang & Kajeng Kliwon Uwudan 22 Juni 2024, Jangan Lupa Siapkan Pandan Berduri! Ini Maknanya

Wuku Wayang merupakan wuku terakhir dari 30 wuku yang memiliki tumpek. Sehubungan dengan itu, umat Hindu disarankan mengenakan sarana penolak bahaya

Pixabay
Ilustrasi pandan berduri - Wuku Wayang merupakan wuku terakhir dari 30 wuku yang memiliki tumpek. Sehubungan dengan itu, umat Hindu disarankan mengenakan sarana penolak bahaya dengan menyelipkan pandan berduri di pinggang. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tribunners, sejak dahulu kala hari Tumpek Wayang dan Kajeng Kliwon dikenal sebagai hari yang keramat dan berkaitan dengan mistis, khususnya bagi masyarakat Hindu di Bali

Tumpek Wayang sekaligus Kajeng Kliwon Uwudan akan jatuh, pada 22 Juni 2024 beberapa hari lagi. Masyarakat pun diharapkan agar menyiapkan sarana pandan berduri, guna menghindari marabahaya. 

Perlu diketahui, Wuku Wayang sudah berlangsung sejak Minggu 16 Juni 2024, dan berakhir pada 22 Juni 2024 atau hari Sabtu. 

Baca juga: TRADISI Mepatung Saat Idul Adha di Kampung Kusamba Klungkung, Wujud Toleransi Beragama Indonesia

Baca juga: Jadwal Hari Raya Hindu selama Bulan Juni 2024 sesuai Kalender Bali, Ada Rerahinan Tumpek Wayang

Suasana saat Dewa Mangku Dalang Samerana melakukan ruwatan sekaligus menjadi dalang wayang dalam upacara ruwatan melik kelahiran Wuku Wayang.
Suasana saat Dewa Mangku Dalang Samerana melakukan ruwatan sekaligus menjadi dalang wayang dalam upacara ruwatan melik kelahiran Wuku Wayang. (Anak Agung Seri Kusniarti - Tribun Bali)

 

Dalam kitab Sundarigama, dijelaskan bahwa mulai hari Minggu Wage hingga Jumat Wage Wuku Wayang dipandang sebagai waktu yang sakral, sekaligus tabu bagi umat Hindu.

Dalam Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama, disebutkan hari-hari itu adalah hari yang kurang baik. Khususnya untuk melakukan penyucian diri. Karena diyakini sebagai hari-hari pertemuan antara Sang Sinta dan Sang Wayang.

Nah, jika dilanggar hal itu akan dapat menyebabkan punahnya kualitas diri. Sementara itu pada hari Jumat Wage Wayang, dinamakan Alapaksa, yakni hari yang dipandang kotor atau hari tercemar. Ada kemungkinan hari itu dianggap sakral dan tabu, untuk melakukan sesuatu.

Sebab hari tersebut, memang merupakan hari terakhir menjelang memasuki puncak peralihan yang terjadi besok harinya. Yakni pada Sabtu Kliwon Wayang atau dinamakan Tumpek Wayang.

Tumpek Wayang dianggap hari yang paling keramat, karena merupakan hari pertemuan dari waktu-waktu yang dipandang sakral atau keramat. Hari Sabtu merupakan hari terakhir, menurut perhitungan Saptawara. Kliwon merupakan hari terakhir menurut perhitungan Triwara.

Wuku Wayang merupakan wuku terakhir dari 30 wuku yang memiliki tumpek. Sehubungan dengan itu, umat Hindu disarankan mengenakan sarana penolak bahaya dengan menyelipkan pandan berduri di pinggang.

Ilustrasi pandan - Wuku Wayang merupakan wuku terakhir dari 30 wuku yang memiliki tumpek. Sehubungan dengan itu, umat Hindu disarankan mengenakan sarana penolak bahaya dengan menyelipkan pandan berduri di pinggang.
Ilustrasi pandan - Wuku Wayang merupakan wuku terakhir dari 30 wuku yang memiliki tumpek. Sehubungan dengan itu, umat Hindu disarankan mengenakan sarana penolak bahaya dengan menyelipkan pandan berduri di pinggang. (Pixabay)

Serta menorehkan kapur sirih di ulu hati. Termasuk pula memasang pandan berduri di pintu masuk rumah atau di bawah tempat tidur. Kemudian besok paginya, sarana penolak bahaya itu dikumpulkan dan ditempatkan di atas sidi sebagai simbol bahwa telah berhasil menyelamatkan diri.

Menghindari berbagai rintangan dan bencana. Lalu sarana pandan berduri itu dibuang di jalan. Diberi segehan dan diiringi doa permakluman membuang segala noda, kotoran, penderitaan dan bencana.

Pada hari Sabtu Kliwon Wayang, disebut Tumpek Wayang. Umat Hindu meyakini bahwa pada hari Tumpek Wayang merupakan hari suci pemujaan kepada Bhatara Iswara sebagai dewa penguasa segala alat kesenian. Baik gamelan gong, gambang, gender, angklung, selonding dan lain sebagainya.

Termasuk kentongan, genta, dan wayang. Adapun sesajen yang patut dibuat untuk mengupacarai alat-alat kesenian tersebut. Antara lain, suci, peras ajuman, rayunan parangkatan, sajeng, daging itik putih, sedah woh, canang raka, pasucian.

Sedangkan sesajen untuk mengupacarai diri manusia adalah sasayut agung satu, prayascita, panyeneng. Maknanya adalah membangkitkan kesadaran diri, bahwa diri kita adalah bayangan atau tiruan wujud Sang Hyang Suksma. Diri kita merupakan wayang dari Sang Hyang Suksma.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved