Serba serbi

Lights of The Life, Keberadaan Pura Lempuyang Jadi The Real Purification Sistem Fisik dan Spirit

Letaknya di timur Bali, tepatnya di Puncak Bukit Bisbis, Desa Adat Purwaayu, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.

Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Putu Yunia/Tribun Bali
Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah. 

TRIBUN-BALI.COM, KARANGASEM - Pura Lempuyang Luhur, merupakan salah satu Pura Sad Khayangan dan Dewata Nawa Sanga yang berada di posisi timur.

Letaknya di timur Bali, tepatnya di Puncak Bukit Bisbis, Desa Adat Purwaayu, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.

Di pura ini berstana Sang Hyang Geni Jaya, atau Dewa Iswara dengan simbol warna putih sebagai wujud sinar penerang.

Inilah alasan pura ini juga dibuat dengan batu putih, yang dibawa dari Nusa Penida dan pemugarannya sendiri terakhir dilakukan 35 tahun yang lalu.

Dikutip dari Lontar Kutara Kanda Dewa Purana Bangsul, pura ini berawal dari Sang Hyang Parameswara atau Sang Hyang Pasupati, yang membawa potongan Gunung Mahameru dari Jambhu Dwipa, India.

Baca juga: Wagub Cok Ace Beserta Sekda Dewa Indra Turut Prosesi Nedunang Ida Bhatara di Besakih

Baca juga: Kecelakaan! Hindari Truk Mogok Bus Angkut Pamedek Terperosok, Simak Penjelasan Kapolsek Kintamani

Pamedek naik ke pura - Pura Lempuyang Luhur, merupakan salah satu Pura Sad Khayangan dan Dewata Nawa Sanga yang berada di posisi timur.

Letaknya di timur Bali, tepatnya di Puncak Bukit Bisbis, Desa Adat Purwaayu, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem.
Pamedek naik ke pura - Pura Lempuyang Luhur, merupakan salah satu Pura Sad Khayangan dan Dewata Nawa Sanga yang berada di posisi timur. Letaknya di timur Bali, tepatnya di Puncak Bukit Bisbis, Desa Adat Purwaayu, Desa Tribuana, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. (Putu Yunia/Tribun Bali)

Dipotonglah puncaknya menjadi tiga bagian besar, dan bagian-bagian kecil lainnya, salah satunya adalah Gunung Lempuyang.

Disebutkan juga Sang Hyang Parameswara menugaskan putranya, Sang Hyang Agni Jaya Sakti untuk menjaga kesejahteraan umat di bumi.

Beliau berstana di Pura Lempuyang bersama dewa-dewi lainnya.

Jro Mangku I Ketut Cara, Pemangku di Pura Lempuyang mengatakan di areal Pura Lempuyang ini terdapat lima pura.

Pura tersebut antara lain Pura Pesimpenan, yang terletak paling bawah dekat parkir besar.

Kedua adalah Pura Penataran Agung Lempuyang Luhur.

Ketiga Pura Telaga Mas yang juga menjadi pura pasucian ida bhatara.

Keempat adalah Pura Pasar Agung, dan kelima adalah Pura Lempuyang Luhur yang terletak paling atas.

Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah.
Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah. (Putu Yunia/Tribun Bali)

Meski demikian, runutan persembahyangan hanya dimulai dari Pura Penataran Agung, sementara Pura Pesimpenan hanya digunakan untuk upacara pasineban piodalan atau pujawali.

“Di Pura Penataran Agung inilah, umat seperti memohon izin untuk melakukan persembahyangan.

Setelah itu lanjut ke Pura Pesucian Telaga Mas dan Pasar Agung, hingga mencapai Pura Lempuyang Luhur,” kata Jro Mangku I Ketut Cara.

Pujawali di pura ini dilaksanakan setiap Umanis Galungan, yang artinya dirayakan setiap enam bulan (kalender Bali).

Jro Mangku Ketut Cara sendiri mengambil tugas, sebagai pemangku di Pura Telaga Mas setiap perayaan Pujawali.

Ia mengatakan, pratima-pratima ida bhatara sudah dihias di penampahan Galungan dan pemargiannya di hari raya Galungan.

Pratima tersebut akan disucikan terlebih dahulu di Pura Telaga Mas, dilanjutkan ke Pura Pasar Agung, dan akhirnya ke Pura Lempuyang Luhur.

Di Pura Lempuyang Luhur akan ditempatkan selama semalam, hingga paginya di Umanis Galungan dilaksanakan pujawali.

Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah.
Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah. (Putu Yunia/Tribun Bali)

Setelah itu, sekitar pukul 13.00-14.00 Wita, dimulailah persembahyangan dan pratima ida bhatara dibawa ke Pura Penataran Agung dan diam selama tiga hari.

Di hari Minggu saat panyineban itulah, pratima diturunkan ke Pura Pesimpenan.

Untuk melaksanakan persembahyangan ke Pura Lempuyang, jro mangku menuturkan umat hanya perlu membawa canang dan dupa.

“Yang namanya atmanastuti yaitu orang sembahyang cukup membawa minimal canang dan dupa. Kalau tidak ada, apa yang mau dihaturkan?.

Jangan dipaksanakan harus pejati dan lain-lain, tapi pada intinya saat sembahyang minimal membawa canang dan dupa,” tuturnya.

Umat yang datang ke sini, biasanya memohon pencerahan batin agar memeroleh jalan yang terang dalam melaksanakan kewajiban kehidupan.

Seperti makna dari Pura Lempuyang yang berasal dari kata “lampu” yang berarti sinar dan “hyang” yang berarti Tuhan.

Artinya, Tuhan hadir untuk memberikan sinar-Nya, sehingga patutlah umat memohon sinar kehidupan ke depannya.

Dalam bahasa keren disebut juga 'Light of The Life', agar bisa melaksanakan kehidupan dengan baik dan melawan musuh, yaitu kegelapan.

“Musuh terang itu adalah gelap, kalau sudah gelap apa yang bisa dilihat?,” ungkapnya.

Selama menjalankan tugas, menurutnya setiap pengalaman jro mangku adalah suatu hal yang istimewa dan menarik karena hidup itu, adalah sekarang dan itulah yang harus dinikmati.

Ia tak ingin berangan-angan terlalu jauh dan tidak memikirkan hal-hal di masa lalu.

Jro mangku juga merupakan sekaa pemandu Pura Lempuyang, yang memandu umat dari luar negeri untuk sembahyang ke Pura Luhur Lempuyang.

Biasanya ia juga membantu para umat, untuk menyiapkan banten persembahyangan.

Naik turun Pura Lempuyang merupakan hal yang biasa ia lakukan, karena ia hidup dari lingkunban di hutan seperti di Pura Lempuyang ini.

“Saya akan menjelaskan tentang pura hingga mereka paham sebelum mereka masuk ke dalam pura tersebut. Akses di jalan ini tidak terlalu menantang, karena sudah 1.700 tangga dari Pura Telaga Mas ke Pura Lempuyang Luhur, saya sudah biasa naik turun sampai kaki saya kurus seperti kaki ayam,” ucap Jro Mangku sambil tertawa.

Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah.
Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah. (Putu Yunia/Tribun Bali)

Jro mangku juga memberikan gambaran suasana di pura ini, yang sejuk dan adem tidak seperti di kota.

Kalau pun panas itu, merupakan hawa yang keluar dari dalam tubuh yang sesungguhnya sedang mengeluarkan racun.

Oleh karena itu perjalanan ke Pura Luhur Lempuyang ini disebut juga dengan 'the real purification system' untuk fisik dan spirit, pembersihan secara sekala dan niskala di setiap langkahnya.

Ditambah lagi dengan udara yang segar, tanpa polusi sehingga pasti bersih secara fisik dan sesampainya di atas barulah waktunya untuk sembahyang, meditasi, dan kegiatan pembersihan secara spirit.

Di Pura Lempuyang Luhur terdapat bambu suci yang disebut gesing, yang di dalamnya ada air dan disebut 'Tirta Pingit'.

Jika ada masyarakat yang melaksanakan upacara besar (karya agung), harus memohon tirta di dari gesing ini dan tirta ini berfungsi untuk mamuput karya tersebut.

Jro mangku akan bertugas untuk memotong satu bambu, dan ditempatkan di sebuah gentong khusus.

Biasanya yang menutup acara adalah sulinggih, tetapi di samping itu harus ada penutup dari sunia, yaitu Tirta Pingit.

Tirta ini juga dicampurkan dengan air dari sumber mata air sekitar, dan ditempatkan di bawah gentong khusus dan ini diperuntukkan untuk umat yang datang sembahyang secara umum.

Selain itu, tirta ini juga dipercaya dapat menyembuhkan segala penyakit sehingga banyak orang yang memohon tirta, untuk dibawa pulang dan digunakan untuk memberkati orang sakit.

Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah.
Jro Mangku Ketut Cara selaku Pemangku di Pura Lempuyang, tempat memohon pencerahan batin dengan suasana yang sejuk dan asri serta pemandangannya yang indah. (Putu Yunia/Tribun Bali)

Adapun pantangan selama melakukan persembahyangan, adalah yang tidak boleh mengeluh karena itu akan membuat seseorang menjadi malas.

Jika sudah mengeluh, maka keluhannya akan tertanam di alam bawah sadarnya dan terasa menjadi nyata.

Umat juga tidak diperkenankan menggunakan perhiasan yang berlebihan.

“Lingkungan ini adalah hutan yang banyak satwa, khususnya monyet ditakutkan akan diambil oleh para monyet.

Kondisi itu akan membuat seseorang akan kesal, kerap mengungkapkan umpatan, pikiran menjadi kacau, dan tidak fokus sembahyang,” jelas jro mangku.

Untuk pemandangan, sesungguhnya yang paling indah adalah dari Pura Penataran Agung dengan candi bentarnya yang disebut 'Gates of Heaven'.

Namun kenikmatan perjalanan hanya didapat saat menuju Pura Lempuyang Luhur ini, apalagi saat kabut suasana seperti berada di surga dan merasa seperti di Jurassic Park Movie.

Dan tentunya adalah kepuasan batin seseorang karena sudah berhasil mencapai puncak.

Jro mangku mengimbau kepada para umat yang akan datang ke Pura Lempuyang Luhur, harus menata pikiran dari rumah dan bersihkan badan.

Tiba di Pura Penataran Agung saja, maka kesucian itu harus mulai dirasakan.

Oleh karena itu, jagalah pikiran, perkataan, dan perbuatan tetap baik seperti ajaran Tri Kaya Parisudha.

Saat di perjalanan, umat diimbau untuk tidak memberi makan para monyet dan memperlihatkan makanan.

Untuk banten yang dibawa diimbau untuk tidak dijing-jing, tetapi dirangkul atau di-suun (diletakan di atas kepala) agar tidak diambil monyet.

Penjagaan pura akan dibantu dengan para penjaga dan anjing-anjing yang dibawa oleh jro mangku dan penjaga.

Yang paling penting adah hindari kontak mata dengan monyet.

“Jangan sampai monyet-monyet itu berpikir kita menantang mereka, dan mungkin sana mereka merasa iri dengan kondisi manusia yang berbeda dengan monyet,” kata jro mangku.

Jro mangku mewakili seluruh pihak di Pura Lempuyang, berharap ke depannya Pura Lempuyang dapat terus dijaga kesuciannya oleh seluruh umat.

Termasuk menjaga kebersihan pura dari sampah plastik, karena lastik merupakan momok dan masalah besar yang ada di pura.

Sampah plastik diharapkan dibawa kembali pulang. Kalau sampah canang dan organik lainnya dipersilakan membuangnya ke hutan untuk menjadi pupuk. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved