Berita Nasional

Jokowi Berikan Grasi ke Merri Utami, Terpidana Kasus Hukuman Mati Kasus Narkoba 1,1 Kg Tahun 2001

Terpidana mati kasus peredaran narkoba, Merri Utami mendapatkan grasi dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Editor: I Putu Juniadhy Eka Putra
Kristian Erdianto via Kompas.com
Kamis malam 28 Juli 2016, suster Laurentina dan puluhan orang lainnya melakukan aksi damai dengan menyalakan 1000 lilin di depan Istana Negara sebagai bentuk protes terhadap rencana pemerintah melaksanakan eksekusi mati tahap 3. 

Jokowi Berikan Grasi ke Merri Utami, Terpidana Kasus Hukuman Mati Kasus Narkoba 1,1 Kg di Tahun 2001

TRIBUN-BALI.COM - Terpidana mati kasus peredaran narkoba, Merri Utami mendapatkan grasi dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Hal tersebut disampaikan oleh tim kuasa hukum Merri Utama dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat dalam konferensi pers pada Kamis 13 April 2023.

Dilansir dari Kompas.com, Aisyah Humaida Musthafa mengatakan kabar grasi yang diberikan oleh Jokowi diterima langsung dari Merri pada 24 Maret 2023.

"Waktu itu dia menyampaikan grasi sudah turun lewat telepon," ujar Aisyah di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis.

Saat mendapat informasi tersebut, LBH Masyarakat tidak langsung percaya.

Mereka mencoba melakukan konfirmasi dengan bersurat kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Namun, surat konfirmasi mereka tak kunjung dibalas. Akhirnya, Aisyah dan Tim LBH mendatangi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Semarang tempat Merri ditahan.

"Kamis minggu lalu (6 April 2023) ke Lapas untuk lihat salinan (grasi secara) langsung, dan ternyata hukumannya (untuk Merri) sudah diubah (dari mati menjadi seumur hidup)," ujar Aisyah.

Ia mengatakan, surat grasi melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1/G Tahun 2023 tersebut tentu merupakan kabar gembira bagi Merri dan keluarganya.

Setelah mendekap di penjara lebih dari 20 tahun untuk menunggu eksekusi mati, akhirnya ada kepastian dia batal dieksekusi dengan grasi tersebut.

Baca juga: Satresnarkoba Polres Tabanan Ringkus 10 Pengedar Narkoba Dari Februari Hingga April

Aisyah mengatakan, grasi dengan nomor surat 02/PID.2016/PN.TNG yang diajukan Merri sebenarnya sudah dikirim sejak 26 Juli 2016.

Namun, grasi ini baru disetujui setelah tujuh tahun pengajuannya. Mereka tidak mengetahui alasan mengapa pengabulan grasi tersebut memakan waktu yang lama.

Merri merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kilogram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno Hatta 2001.

Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.

Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang.

Merri hanya tahu dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.

Anak terpidana mati Merri Utami, Devi, saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu 21 September 2016.
Anak terpidana mati Merri Utami, Devi, saat ditemui di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu 21 September 2016. (Ambaranie Nadia K.M)

Merri sempat curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya.

Namun, pemberi tas menampik dengan menyebut bahwa tas yang ia bawa berat karena kualitas kulit yang bagus.

Merri membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui Bandara Soekarno-Hatta.

Merri pun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.

Kisah Merry Utami

Dilansir dari Kompas.com, Dari 14 terpidana mati yang direncanakan akan dieksekusi, akhirnya 4 orang yang benar-benar dieksekusi pada Jumat 29 September 2016 dini hari. 

Sementara 10 terpidana mati lainnya masih menunggu kejelasan eksekusi dari pihak Kejaksaan.

Salah satu terpidana mati yang ditunda eksekusinya yakni seorang buruh migran bernama Merry Utami.

Eksekusi mati terhadap Merry menjadi perhatian sejumlah aktivis karena dia diduga hanyalah korban perdagangan manusia.

Komnas Perempuan menyebut Merry terindikasi korban perdagangan orang. 

Tim kuasa hukum Merry dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat Antonius Badar menuturkan bahwa Merry Utami bukanlah pelaku kejahatan dan tidak sepatutnya dihukum mati. 

Baca juga: Edarkan Tiga Jenis Narkoba di Seputaran Kuta, Dituntut 8 Tahun Penjara, Rahmat Mohon Keringanan

Awal keterlibatan Merry dengan sindikat narkoba bermula dari pertemuannya dengan Jerry, anggota sindikat narkoba, yang mengaku warga negara Kanada dan sedang berbisnis di Indonesia. 

Merry baru saja kembali bekerja dari Taiwan. Jerry bersikap sangat baik dan perhatian. Dia sempat melarang Merry bekerja lagi ke luar negeri dan berjanji akan menikahinya. 

Dari pertemuan itu akhirnya Merry jatuh hati kepada Jerry dan memutuskan untuk berpacaran Tanggal 17 Oktober 2001 Jerry mengajak Merry berlibur ke Nepal. 

Tanggal 20 Oktober 2001, Jerry pamit kembali ke Jakarta untuk mengurusi bisnisnya dan Merry diminta menunggu temannya yang akan menyerahkan titipan berupa tas tangan contoh dagangan. 

Dua orang bernama Muhammad dan Badru menemuinya dan menyerahkan tas tangan. 

"Merry sempat curiga kenapa tas tersebut berat dan Jerry menjawab karena tas kulit bagus dan bahan kuat," tutur Badar saat ditemui di Jakarta, Kamis 28 Juli 2016. 

Tanggal 31 Oktober 2001, Merry terbang ke Jakarta dan tas tangan ditaruh di kabin pesawat. Saat di Bandara Soekarno Hatta, koper dan tas tangan diperiksa di mesin X-Ray. 

Petugas bandara memeriksa tas tangan dan menemukan narkoba jenis heroin seberat 1,1 kg di dinding tas. Seketika Merry ditangkap. 

"Merry sempat menghubungi Jerry dan kedua temannya, tapi ponsel mereka sudah tidak aktif. Sejak itu Jerry menghilang," kata Badar. 

Merry dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tingkat Pertama pada tahun 2002. Merry sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan peninjauan kembali (PK) pada 2014, tetapi ditolak. 

(*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Antara Hidup dan Mati, Kisah Merry Utami Terjerat Ancaman Eksekusi dan Jokowi Beri Grasi untuk Merri Utami, Terpidana Mati Kasus Narkotika.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved