Pemilu 2024
Apa Perbedaan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka dan Tertutup? Ini Nih Penjelasan Singkatnya
MK resmi menetapkan sistem proporsional daftar calon terbuka di Pemilu 2024 mendatang usai sidang yang dilaksanakan pada Kamis (15/6/2023)
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, melainkan partai politik peserta pemilu.
Surat suara sistem pemilu proporsional tertutup hanya memuat logo partai politik tanpa rincian nama caleg.
Sementara, caleg ditentukan partai. Oleh partai, nama-nama caleg disusun berdasarkan nomor urut. Nantinya, calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
Adapun sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, sampai Pemilu 1999.
Baca juga: MK Putuskan Pemilu 2024 Pakai Sistem Proposional Terbuka, Simak Perbedaan Pemilu Terbuka & Tertutup

Seperti diketahui Mahkamah Konstitusi resmi menetapkan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka untuk Pemilu 2024 mendatang.
Sehingga Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tidak diubah dan tetap menggunakan sistem proporsional daftar calon terbuka seperti yang telah diberlakukan sejak 2004.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams), dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (15/6/2023).
Mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Gugatan yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022 itu menggugat sejumlah pasal di UU Pemilu yang bertumpu pada Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu legislatif proporsional daftar calon terbuka.
Lewat gugatan tersebut, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.
Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.
Sementara itu, dengan sistem pemilu terbuka, pemohon berpandangan, peran parpol menjadi terdistorsi dan dikesampingkan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.