Berita Buleleng

Tragis! 10 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual, Simak Kata Kepala P2KBP3A Buleleng

Pendampingan Psikologi pun dilakukan, mengingat para korban merasa trauma atas kejadian yang menimpanya.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Istimewa
Ilustrasi - ejak Januari hingga Juli 2023, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) mencatat ada 10 anak yang menjadi korban kekerasan seksual. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Sejak Januari hingga Juli 2023, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) mencatat ada 10 anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

Pendampingan Psikologi pun dilakukan, mengingat para korban merasa trauma atas kejadian yang menimpanya.

Kepala P2KBP3A Buleleng, I Nyoman Riang Pustaka pada Senin (24/7/2023) mengatakan, pendampingan Psikologi dilakukan secara terjadwal, baik secara jemput bola atau mendatangi rumah korban.

Atau juga dilakukan di kantor P2KBP3A Buleleng. Pendampingan dilakukan hingga Psikolog menganggap kondisi korban mulai stabil.

Baca juga: Viral Insiden Patah Leher, PBFI Bali Rancang PelatihanPengawas Kebugaran Buntut Tewasnya JustynVicky

Baca juga: Buntut Tewasnya binaragawan Justyn Vicky, Polisi Denpasar Bakal Usut Tuntas Penyebab Kematiannya

Ilustrasi - ejak Januari hingga Juli 2023, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) mencatat ada 10 anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Ilustrasi - ejak Januari hingga Juli 2023, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) mencatat ada 10 anak yang menjadi korban kekerasan seksual. (tribun bali/dwisuputra)

Riang menyebut, kasus kekerasan seksual yang menimpa anak ini cenderung tinggi. Bahkan pada 2022 lalu, jumlahnya mencapai 50 kasus.

Saat ini dari 10 kasus kekerasan seksual terhadap anak, yang didampingi oleh P2KBP3A Buleleng, ada satu kasus diantaranya yang saat ini dalam keadaan hamil.

Anak berusia 15 tahun itu, saat ini diberikan pendampingan Psikolog di rumahnya.

Pihaknya kata Riang, juga telah berkoordinasi, dengan bidan desa serta puskesmas setempat untuk memantau kondisi kehamilannya.

Hal ini dilakukan, mengingat kehamilan anak tersebut masuk dalam kategori resiko tinggi.

"Alat reproduksinya belum siap, jadi harus terus dipantau oleh petugas kesehatan," jelasnya.

Riang menyebut pihaknya tidak bisa memastikan, apakah korban akan dinikahkan dengan pelaku, mengingat kondisinya saat ini sedang hamil.

Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pihak keluarga untuk memutuskan.

"Kalau dinikahkan dengan pelaku juga beresiko tinggi, bisa menimbulkan trauma kepada korban. Kalau tidak dinikahkan, bayi yang dikandungnya tidak punya ayah juga jadi resiko. Kalau kondisi korban sudah stabil, bisa didiskusikan dengan keluarga," terangnya.

Dengan tingginya kasus kekerasan seksual terhadap anak ini, Riang berharap seluruh pihak dapat membantu melakukan pencegahan.

Salah satunya kepada seluruh orangtua, untuk selalu memberikan perhatian kepada anaknya masing-masing.

"Bisa dibilang ini karena dampak ponsel. Anak-anak mudah mengakses segala informasi termasuk pornografi.

Anak usia masih kecil sekarang sudah diberikan handphone oleh orangtuanya, biar tidak menangis. Ini sulit kami pantau, jadi keselamatan generasi muda kita juga harus dijaga oleh orangtua," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved