Berita Buleleng

KELOMPOK Nelayan Laporkan Pemilik Lahan Sisi Timur Pura Segara Penimbangan, Diduga Terbitkan SHM!

Hal tersebut diungkapkan pendamping hukum KUB Nelayan Sari Segara, I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, saat ditemui di Polres Buleleng pada Senin.

TRIBUN BALI/ MUHAMMAD FREDEY MERCURY 
Tunjukkan surat keterangan - Pendamping hukum KUB Nelayan Sari Segara, I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, saat ditemui di Polres Buleleng pada Senin (3/11/2025). Ia menunjukkan surat keterangan ihwal pengelolaan lahan di sebelah timur Pura Segara Penimbangan yang terbit tahun 2015. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Perwakilan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Nelayan Sari Segara meminta polisi melakukan penyelidikan, ihwal sertifikat lahan di sebelah timur Pura Segara Penimbangan, Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng.

Sebab diduga ada keterangan palsu untuk membuat akta otentik berupa sertifikat hak milik (SHM). Hal tersebut diungkapkan pendamping hukum KUB Nelayan Sari Segara, I Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, saat ditemui di Polres Buleleng pada Senin (3/11/2025).

Ia menjelaskan, kedatangannya ini untuk memenuhi memberikan klarifikasi dan data, terkait dugaan adanya keterangan palsu yang digunakan untuk membuat akta otentik berupa SHM.

"Kenapa disebutkan dugaan keterangan palsu? sebab pihak yang mengklaim pemilik sertifikat, mengatakan punya pipil dengan luasan 0,82 are. Pipil itu dikuasai sejak 1923. Tapi setelah keluar SHM, luasnya adalah 14 are," ucapnya. 

Baca juga: NUSA Penida Festival Tekankan Konsep Long Trip ke Wisatawan

Baca juga: BOBOL Villa di Pererenan Badung Bali, Pelaku dan Penadah Barang Curian Dibekuk di Jawa

Gus Adi mempertanyakan di mana titik 14 are tersebut. Apalagi berdasarkan informasi dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida pada 1 Oktober 2025 lalu, bahwa di tahun 2009 lokasi tersebut adalah aset BWS, yang dibuktikan dengan patok warna biru. 

"Karena hal inilah kami indikasikan bahwa yang bersangkutan, telah membuat keterangan palsu dan menggunakan sertifikat itu untuk menggusur kelompok nelayan," sebutnya. 

Selain indikasi keterangan palsu, menurut Gus Adi, lahan yang disertifikatkan termasuk dalam sempadan pantai. Sebab mengacu pada Perda Bali nomor 16 tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali tahun 2009-2029, tepatnya pada Pasal 50 Ayat (4) huruf a, disebutkan bahwa daerah sempadan pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi.

"Artinya tempat yang sekarang diklaim sebagai sertifikat, itu masih dalam radius sempadan pantai," jelasnya. Lebih lanjut dikatakan, laporan ini sudah dilayangkan sejak 15 Oktober 2025, dengan terlapor adalah I Gusti Bagus Jayawangsa Kepakisan selaku pemilik lahan, serta pihak-pihak lain yang diduga terlibat. 

"Termasuk juga oknum BPN yang menerbitkan sertifikat ini. Karena buktinya aturan BPN tahun 2019 tegas menyatakan sempadan pantai tidak boleh disertifikatkan. Oleh sebab itu kami meminta pihak kepolisian agar melakukan penyelidikan secara transparan," ungkapnya. 

Disebutkan jika aktivitas nelayan di sekitar Pura Segara Penimbangan, sudah ada sebelum 2001. Hingga sebelum 2010, nelayan sekitar membuat kelompok, yang akhirnya resmi diakui pemerintah pada 2015. 

"Pada tahun itu pula (2015) ada surat keterangan dari Kalian Desa Pakraman Galiran, yang menyatakan tanah di sebelah timur Pura Segera Penimbangan diberikan pada KUB Nelayan Sari Segara untuk dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tanpa ada gangguan siapapun," ucapnya. 

Atas dasar itulah KUB membuat berbagai kegiatan. Mulai dari penangkaran penyu, pembersihan pantai, hingga konservasi terumbu karang. 

"Keberadaan kelompok nelayan ini lebih bermanfaat daripada kepemilikan perorangan di sana. Karenanya hasil musyawarah 1 Oktober lalu, kami berharap pada BWS menggunakan aset mereka, dan mengizinkan kelompok nelayan tetap gunakan kawasan itu untuk menjaga pantai," ucapnya. 

Dikatakan pula, kelompok nelayan sekitar memang membuka usaha. Namun hasil usaha itu tidak 100 persen diambil oleh nelayan."Ada sekian persen hasil usaha itu disumbangkan untuk keperluan upacara adat di pura, perawatan pantai, hingga konservasi penyu," ucapnya lagi. 

Untuk diketahui, lahan di sebelah timur Pura Segara Penimbangan ini dimiliki oleh I Gusti Bagus Jayawangsa Kepakisan, dengan luas 14 are. Sejak 2023, ia sudah melakukan pendekatan pada kelompok nelayan, namun diakui tidak ada solusi.

Hingga pada akhir bulan Agustus 2025 lalu, Jayawangsa melakukan perataan bangunan yang dianggap liar. Diantaranya Waroeng Khan Cumirak dan Warung Kamyu. Karena baru dua pemilik usaha tersebut yang sudah menyerahkan bangunannya segara sukarela. (mer) 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved