Sponsored Content

Gubernur Koster Luncurkan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125

Wayan Koster menyampaikan Pidato Peluncuran Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125

Istimewa
Gubernur Koster Luncurkan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 

6) Tingkat kepadatan penduduk di Bali mencapai 773 jiwa per km2;

7) Tingkat pengangguran terbuka mencapai 4,80 persen;

8) Persentase penduduk miskin 4,53 persen, jauh di bawah rata-rata nasional 9,57 persen, paling rendah dari 34 provinsi di Indonesia;

9) Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketimpangan pendapatan di Provinsi Bali termasuk dalam kategori rendah;

10) Indeks Pembangunan Manusia atau IPM Bali mencapai 76,44, lebih tinggi dari IPM nasional, sebesar 72,91, peringkat ke-4 dari 34 provinsi di Indonesia;

11) Angka stunting 8,0 persen, paling rendah dari 34 provinsi di Indonesia, angka stunting nasional 21,6 persen;

12) Fasilitas dan tenaga kesehatan tersedia dalam jumlah dan kualitas relatif memadai;

13) Jaminan kesehatan telah mencapai Universal Health Coverage atau UHC 98 persen, tertinggi di Indonesia;

14) Ketersediaan air minum dari berbagai sumber air untuk kebutuhan rumah tangga sudah cukup memadai;

15) Elektrifikasi rumah tangga sudah mencapai 100 persen;

16) Persentase rumah tangga yang memiliki layanan sanitasi layak secara mandiri 86 persen;

17) Bali memiliki sawah 71.836 ha, yang sudah organik 54.931 ha atau 77 persen, serta hortikultura dan perkebunan yang secara keseluruhan sudah organik;

18) Bali dianugrahi plasma nuftah yang sangat produktif yakni sapi Bali, babi Bali, kerbau lokal Bali, kambing lokal Bali, ayam lokal Bali, dan bebek lokal Bali;

19) Bali dianugrahi potensi perikanan yang sangat kaya dan unggul, terdiri atas: perikanan tangkap di laut, perikanan tangkap di perairan umum, perikanan budidaya; seperti ikan tuna, ikan kerapu, ikan kakap, ikan bawal, ikan tongkol, ikan hias, udang, dan kepiting serta budidaya rumput laut;

20) Pemprov Bali menerapkan kebijakan Bali Mandiri Energi dengan Energi Bersih; dan

21) Bali mampu memenuhi kebutuhan energi, dengan daya mampu 1.322 MW, sedangkan kebutuhan beban puncak 980 MW. Namun, Bali belum mandiri energi karena 370 MW masih disuplai dari luar Bali.

Dari sisi ketersediaan komoditas pangan strategis, yang terdiri dari 10 Komoditas, yaitu:

1) Beras;

2) Jagung;

3) Bawang Merah;

4) Bawang Putih;

5) Cabai Rawit;

6) Cabai Besar;

7) Daging Sapi/Kerbau;

8) Daging Ayam Ras;

9) Telur Ayam Ras;

10) Daging Babi,

9 jenis komoditas mengalami surplus, hanya bawang putih yang mengalami defisit atau kekurangan.

Data ini menunjukkan bahwa Provinsi Bali sangat siap untuk menjadi pulau yang berdaulat di bidang pangan.

Hanya produksi bawang putih yang harus ditingkatkan.

Pembangunan Pariwisata dan Perekonomian, uraikan sebagai berikut.

Sejak lama pariwisata Bali berkembang secara alamiah dengan sangat pesat, namun tidak didukung dengan arah kebijakan yang jelas, sehingga pembangunan usaha jasa pariwisata tidak terkendali, wisatawan mancanegara yang datang ke Bali semakin banyak bahkan mengarah pada pariwisata massal, kurang berkualitas, dan murah.

Kepariwisataan Bali sedang ditata secara fundamental dan komprehensif, untuk mewujudkan pariwisata berbasis budaya, berkualitas, dan bermartabat dengan memberlakukan kebijakan dengan Perda; Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali; Tata Kelola Pariwisata Bali; dan Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan, serta Tatanan Baru Bagi Wisman selama Berada di Bali.

Dari sisi Keamanan, Bali semakin baik dan maju, yaitu:

-Pertama, keamanan yang diselenggarakan oleh Negara melalui Kepolisian;

-Kedua, keamanan melalui Sistem Keamanan Terpadu Berbasis Desa Adat atau SIPANDU-BERADAT.

Patut dicatat bahwa, di Indonesia, hanya Bali yang memiliki sistem keamanan terpadu berbasis Desa Adat.

Transformasi perekonomian melalui Ekonomi Kerthi Bali, yaitu: Transformasi perekonomian untuk menyeimbangkan struktur dan fundamental perekonomian Bali dengan menerapkan konsep Ekonomi Kerthi Bali, agar ekonomi Bali tidak bergantung pada dominasi satu sektor pariwisata, untuk mewujudkan Bali berdikari di bidang ekonomi berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi.

Ekonomi Kerthi Bali merupakan konsep ekonomi yang harmonis terhadap Alam, hijau/ramah lingkungan, menjaga kearifan lokal, berbasis sumber daya lokal, berkualitas, bernilai tambah, tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan.

Ekonomi Kerthi Bali terdiri dari 6 (enam) Sektor Unggulan:

1) Sektor Pertanian dengan Sistem Pertanian Organik;

2) Sektor Kelautan/Perikanan;

3) Sektor Industri Manufaktur dan Industri Berbasis Budaya Branding Bali;

4) Sektor Industri Kecil Menengah (IKM), Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta Koperasi;

5) Sektor Ekonomi Kreatif dan Digital;

6) Sektor Pariwisata, berbasis budaya, berkualitas dan bermartabat.

Pencapaian pembangunan Kebudayaan Bali, melalui penguatan dan pemajuan Kebudayaan Bali yang meliputi berbagai unsur, yaitu:

a) Penguatan Kedudukan, Kewenangan, dan Fungsi Desa Adat. Kebijakan ini merupakan pemuliaan Desa Adat, yang merupakan warisan monumental dan adiluhung sejak tempo dulu (abad ke-11). Saat ini terdapat 1.493 Desa Adat.

b) Penguatan kelembagaan dan fungsi Subak. Kebijakan ini merupakan pemuliaan Subak, yang merupakan warisan monumental dan adiluhung sejak tempo dulu (abad ke-8). Saat ini terdapat 1.596 Subak. Pada 2012, Subak ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda Dunia oleh UNESCO;

c) Penggunaan Busana Adat Bali;

d) Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan;

e) Tata-Titi Kehidupan Masyarakat Bali Berbasis Kearifan Lokal Sad Kerthi;

f) Pemuliaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali;

g) Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali;

h) Pembaharuan Pesta Kesenian Bali;

i) Penyelenggaraan Festival Seni Bali Jani.

Seluruh pencapaian pembangunan Bali Masa Kini yang sangat penting dan signifikan, Titiang rangkum menjadi 44 Tonggak Peradaban sebagai Penanda Bali Era Baru, yaitu:

1) Memuliakan Desa Adat;

2) Hari Penggunaan Busana Adat Bali;

3) Perekonomian Adat Bali;

4) SIPANDU BERADAT;

5) Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan;

6) Tata-Titi Kehidupan Berbasis Kearifan Lokal Sad Kerthi;

7) Memuliakan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali;

8) Menyelenggarakan Bulan Bahasa Bali;

9) Menciptakan Keyboard Aksara Bali;

10) Memuliakan Keluhuran Warisan Budaya Bali;

11) Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali;

12) Pembaharuan Pesta Kesenian Bali;

13) Festival Seni Bali Jani;

14) Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut;

15) Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai;

16) Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber;

17) Bali Pulau Organik;

18) Pelestarian Tanaman Endemik Bali;

19) Gumitir Bali Sudamala;

20) Bali Mandiri Energi dengan Energi Bersih;

21) Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai;

22) Ekonomi Kerthi Bali;

23) Keseimbangan Pembangunan antar Wilayah Bali;

24) Pariwisata Budaya, Berkualitas, dan Bermartabat;

25) Bangga Produk Lokal Bali;

26) Harkat Arak Bali;

27) Cita Rasa Garam Bali;

28) Pesona Endek Bali;

29) SDM Bali Unggul;

30) Bulan Bung Karno;

31) Pelindungan Karya Intelektual Bali;

32) Sistem Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Krama Bali;

33) Pelayanan Kesehatan Tradisional Bali;

34) Bali Pulau Digital;

35) Bali Digital Festival;

36) Pelindungan Kawasan Suci Besakih;

37) Kawasan Pusat Kebudayaan Bali;

38) Shortcut Singaraja-Mengwitani;

39) Tol Jagat Kerthi Bali;

40) Pelabuhan Segitiga Sanur-Sampalan-Bias Munjul;

41) Bali Maritime Tourism Hub;

42) Bendungan Sidan dan Bendungan Tamblang;

43) Turyapada Tower KBS 6.0 Kerthi Bali;

44) Bali Good Governance.

Gubernur Koster menjelaskan Kondisi Objektif dengan Permasalahan dan Tantangan Bali ke Depan, bahwa :

1) Tahun 2025 jumlah penduduk Bali diperkirakan mencapai 4,5 juta orang;

2) Ke depan, laju pertumbuhan penduduk Bali diperkirakan akan meningkat menjadi pada kisaran 1,2 persen -1,5 persen per tahun;

3) Dengan perkiraan pertumbuhan tersebut, jumlah penduduk Bali pada kurun waktu 100 tahun ke depan, 2025-2125, mencapai kisaran 9,9 – 11,3 juta orang;

4) Pertumbuhan penduduk Bali pada kurun waktu tersebut, diharapkan bersumber dari peningkatan jumlah penduduk dari kelahiran Krama Bali, mengendalikan penduduk migrasi luar Bali;

5) Peningkatan jumlah penduduk berdampak langsung terhadap peningkatan kebutuhan hidup berupa udara, air, pangan, energi, sandang, lahan permukiman, perumahan, papan, pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, lapangan pekerjaan, transportasi, infrastruktur, komunikasi, dan informasi.

Permasalahan dan tantangan yang berkaitan dengan Alam Bali ke Depan, Titiang jelaskan sebagai berikut.

1) Alam Bali mengalami perubahan secara signifikan karena faktor Alamiah dan dampak dinamika pembangunan;

2) Kesucian Alam Bali berpotensi semakin menurun yang berimplikasi pada ancaman menurunnya Taksu Bali, seperti: penodaan tempat suci; wisata pendakian gunung; pencurian pratima; serta polusi danau, sungai, dan laut;

3) Luas lahan pertanian semakin berkurang karena kebutuhan semakin bertambah untuk permukiman, fasilitas infrastruktur dan sarana-prasarana, industri, pariwisata, serta pengurangan secara alamiah akibat abrasi atau bencana Alam;

4) Lahan untuk pertanian khususnya sawah semakin berkurang yang berimplikasi pada ancaman ketersediaan pangan;

5) Luas kawasan hutan cenderung menurun sehingga berpotensi mengancam ketersediaan udara bersih, air berkualitas dan keanekaragaman hayati menurun;

6) Sumber air yang aktif seperti Danau, Mata Air, dan Sungai berpotensi semakin berkurang yang berimplikasi pada ancaman ketersediaan air bersih untuk kehidupan masyarakat, irigasi, dan industri pariwisata;

7) Ekosistem Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut berpotensi semakin rusak yang mengancam keanekaragaman hayati;

8) Polusi dan kontaminasi dari berbagai sumber semakin meningkat yang mengancam ketersediaan udara bersih, air bersih, dan tanah berkualitas;

9) Terjadinya perubahan iklim global berimplikasi pada ancaman peningkatan suhu, kekeringan, bencana Alam, seperti: banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan wabah penyakit; dan

10) Energi berbasis fosil semakin habis yang mengancam ketersediaan energi untuk memenuhi kehidupan, sehingga harus diprogramkan penggunaan energi bersih berbasis energi baru terbarukan.

Permasalahan dan tantangan yang berkaitan dengan Manusia Bali ke Depan, Titiang jelaskan sebagai berikut.

1) Manusia Bali secara geniologis memiliki keunggulan, namun telah mengalami degradasi akibat faktor internal dan eksternal, terutama kemampuan adaptasi dalam menghadapi dinamika zaman;

2) Karakteristik Manusia Bali yang dulu dikenal jemet, ulet, jujur, tragia, lascarya, dabdab, loyal, dan berdedikasi, mengalami degradasi, yang berimplikasi pada menurunnya identitas ke-Bali-an sebagai Nak Bali;

3) Semangat hidup kebersamaan, gotong-royong, dan kohesi sosial sebagaimana nilai-nilai kearifan lokal: gilik-saguluk, para-sparo, salunglung sabayantaka, sarpana ya, semakin menurun, yang berimplikasi pada menurunnya ketahanan sosial kehidupan masyarakat Bali;

4) Jumlah penduduk yang semakin meningkat terutama karena migrasi dari luar Bali berimplikasi pada ancaman ketersediaan kebutuhan hidup, seperti: pangan, sandang, dan papan serta layanan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, transportasi, dan sarana-prasarana kebutuhan hidup lainnya. Selain itu, jumlah penduduk yang semakin bertambah berimplikasi pada meningkatnya tingkat kepadatan penduduk terutama pada wilayah perkotaan;

5) Migrasi penduduk yang tinggi berimplikasi pada perubahan demografi, semakin masifnya alih fungsi dan kepemilikan lahan, meningkatnya kriminalitas, meningkatnya kesenjangan sosial, dan semakin terdesaknya penduduk lokal;

6) Tingkat fertilitas total penduduk lokal Bali relatif rendah (kurang dari dua) dan cenderung menurun, yang berimplikasi pada ancaman punahnya identitas nama Manusia Bali terutama Nyoman/Komang (anak ketiga) dan Ketut (anak keempat), serta menurunnya populasi Manusia Bali sebagai pelaku utama Kebudayaan Bali;

7) Pemanfaatan penduduk lokal Bali oleh warga negara asing semakin meningkat untuk kepentingan penguasaan aset, yang berimplikasi pada ancaman semakin tingginya alih fungsi dan kepemilikan lahan, serta terjadinya degradasi moral masyarakat;

8) Kebutuhan penyediaan lapangan kerja semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk, yang berpotensi meningkatkan pengangguran, dan menurunnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB);

9) Tenaga kerja di sektor pertanian dan kelautan/perikanan cenderung menurun, dan didominasi oleh tenaga kerja usia di atas 50 tahun, yang berimplikasi pada menurunnya produktivitas pertanian dan kelautan/perikanan, serta berpotensi mengganggu ketersediaan pangan.

Permasalahan dan tantangan yang berkaitan dengan Kebudayaan Bali ke Depan, Titiang jelaskan sebagai berikut.

1) Kebudayaan Bali mencakup seluruh keluhuran dan keadiluhungan adat, tradisi, senibudaya, serta kearifan lokal yang berkembang melalui proses pewarisan dan penciptaan baru, menghadapi permasalahan dan tantangan sangat serius pada masa kini dan masa mendatang;

2) Perkembangan berbagai aspek kehidupan akibat globalisasi, berimplikasi pada menurunnya budaya sebagai sumber nilai - nilai kehidupan masyarakat Bali, seperti tata krama, kesopanan dan kesantunan, serta etika dan budi pekerti;

3) Menurunnya populasi penduduk lokal Bali, berimplikasi pada menurunnya fundamental pelaku budaya Bali;

4) Perkembangan teknologi digital, persaingan pasar global yang tidak sehat, dan kejahatan ekonomi, berimplikasi pada menurunnya produk budaya Bali, seperti seni tari, seni karawitan, seni lukis, seni patung, dan seni kerajinan rakyat;

5) Komersialisasi produk budaya terutama seni tradisi berimplikasi terhadap menurunnya nilai-nilai kesakralan dan orisinalitas produk budaya Bali;

6) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk pesatnya teknologi digital, berimplikasi kepada menurunnya orisinalitas produk budaya Bali;

7) Bali sebagai tujuan utama wisata dunia, sangat rentan terhadap terjadinya akulturasi budaya, di satu sisi memberi manfaat positif, namun sekaligus juga membawa ancaman terhadap eksistensi dan ketahanan Kebudayaan Bali;

8) Masifnya perkembangan pariwisata dan perkembangan teknologi, berimplikasi pada penurunan ragam budaya agraris dan budaya bahari tradisional Bali secara drastis;

9) Keberadaan lembaga tradisional Subak semakin berkurang karena tingginya alih fungsi dan kepemilikan lahan sawah, abrasi pantai, dan keterbatasan air irigasi;

10) Perkembangan kuliner global menjadi ancaman terhadap kuliner tradisional lokal Bali;

11) Perkembangan arsitektur modern menjadi ancaman terhadap arsitektur khas Bali.

Titiang mengajak bersama-sama untuk memandang dan memahami Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru, yaitu era pada kurun waktu tahun 2025 sampai 2125.

Konsep Bali Masa Depan ini, Titiang rancang berdasarkan 3 alur waktu atau Tri Samaya, yakni: Atita atau masa lalu, Wartamana atau masa kini, dan Anagata atau masa depan. Konsep Bali Masa Depan ini berisi untaian peradaban Bali Tempo Dulu, pencapaian Bali Masa Kini, dan Bali Masa Depan, sampai tahun 2125.

Untaian peradaban ini mencakup 3 alur konsep, yakni: tesis, antitesis, dan sintesis; 3 alur proses, yakni: romantika, dinamika, dan dialektika; serta 3 alur ideologi, yakni: kultural, religius, dan nasionalis, yang terkait dengan Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali.

Konsep Bali Masa Depan ini harus dilaksanakan oleh generasi pada era 100 tahun ke depan, mengandung unsur:

-Pertama, pelestarian/pelindungan warisan Adiluhung Bali Tempo Dulu dari Ida Bhatara Sasuhunan, Ida Dalem Raja-Raja Bali, Guru-Guru Suci, Leluhur, Lelangit, dan Panglingsir Bali;

-Kedua, berpijak pada pencapaian kemajuan kebijakan pembangunan Bali Masa Kini;

-Ketiga, pewarisan pencapaian 44 Tonggak Peradaban sebagai Penanda Bali Era Baru;

-Keempat, pewarisan nilai-nilai kehidupan bagi generasi 100 tahun ke depan;

-Kelima, mengakomodasi kondisi dan kebutuhan dengan memperhatikan permasalahan dan tantangan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru.

Unsur-unsur ini harus dilestarikan, dilindungi, dikembangkan, dan/atau diberdayakan oleh generasi 100 tahun ke depan guna mewujudkan kehidupan generasi Bali Masa Depan yang berkualitas, berdaya saing, dan tangguh secara berkelanjutan dalam menghadapi dinamika kehidupan secara lokal, nasional, dan global sepanjang zaman.

Haluan pembangunan Bali Masa Depan, diselenggarakan berlandaskan UU No 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali, peraturan perundang-undangan, termasuk Perda dan Peraturan Kepala Daerah.

-Pertama, memerlukan ekosistem Alam yang sehat dan berkualitas, meliputi: ketersediaan udara bersih; ketersediaan air bersih; ketersediaan pangan yang sehat dan berkualitas; ketersediaan energi bersih; ketersediaan lahan tempat tinggal yang layak; tata ruang yang teratur dan terkendali; infrastruktur dan transportasi yang berkualitas; serta ketersediaan sumber perekonomian yang memadai dan berkelanjutan;

-Kedua, memerlukan layanan kebutuhan dasar, meliputi: akses pendidikan yang memadai, layanan pendidikan berkualitas tinggi dan berdaya saing; ketersediaan sandang yang memadai dan berkualitas; ketersediaan rumah yang memadai dan sehat; ketersediaan jaminan sosial dan layanan kesehatan yang memadai dan berkualitas; serta akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi;

-Ketiga, memerlukan komitmen kuat dengan penuh rasa tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan, melindungi, mengembangkan, dan memberdayakan kekayaan, keunikan, dan keunggulan Kebudayaan Bali, meliputi: adat, tradisi, seni - budaya, dan kearifan lokal; serta transformasi paradigma dan laku hidup masyarakat Bali yang efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Perlu Titiang tegaskan bahwa Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125, merupakan implementasi Nilai-Nilai Ideologi Pancasila, karena:

1) Pancasila merupakan landasan idiil, pandangan hidup, dan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia;

2) Pancasila merupakan meja statis yang menyatukan berbagai keragaman yang ada, sekaligus sebagai “Bintang Penuntun” atau Leitstar yang memandu kehidupan bangsa agar sesuai dengan cita-cita pendiri negara, mewujudkan masyarakat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;

3) Nilai-nilai Pancasila telah hidup di tengah-tengah masyarakat Bali, diaktualisasikan dalam berbagai aspek pembangunan Bali dengan memperhatikan sumber daya dan kearifan lokal Bali untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang sejahtera, bahagia, adil, dan makmur Niskala-Sakala.

Pada kesempatan yang baik ini, sangat penting Titiang menegaskan bahwa landasan filosofi pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru bersumber dari wejangan Leluhur, berikut ini.

“Manusia adalah Alam itu sendiri, Manusia harus sejalan/seirama dengan Alam, hidup yang menghidupi, urip yang menguripi. Hidup harus menghormati Alam, Alam ibarat orangtua, oleh karena itu hidup harus mengasihi Alam”.

Wejangan ini tertuang dalam Bhisama Lontar Batur Kelawasan yang berbunyi:

“Ling ta kita nanak akabehan, riwekasan, wenang ta kita pratyaksa ukir lan pasir, ukir pinaka wetuning kara, pasir angelebur sehananing mala, ri madya kita awangun kahuripan, mahyun ta kita maring relepaking telapak tangan, aywa kamaduk aprikosa dening prajapatih, yan kita tan eling, moga - moga kita tan amangguh rahayu,doh panganinum, cendek tuwuh, kageringan, lan masuduk maring padutan.”

Yang artinya: Ingatlah pesanku, wahai anak-anakku sekalian, di kemudian hari jagalah kelestarian gunung dan laut, gunung adalah sumber kesucian, laut tempat menghilangkan kekotoran, di tengah “dataran” melaksanakan kegiatan kehidupan, hiduplah dari hasil tanganmu sendiri, jangan sekalikali hidup senang dari merusak Alam, kalau tidak mematuhi, kamu terkena kutuk. Tidak akan menemukan keselamatan, kekurangan bahan makanan dan minuman, umur pendek, terkena berbagai macam penyakit, dan bertengkar sesama saudara.

Bhisama Lontar Batur Kelawasan ini diformulasikan dengan kearifan lokal Sad Kerthi sebagai pedoman tata cara kehidupan masyarakat Bali yang menyatu dengan Alam beserta Isinya, untuk menjaga Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali secara Niskala-Sakala.

Sad Kerthi adalah penyucian dan pemuliaan enam sumber kesejahteraan dan kebahagiaan kehidupan Manusia, terdiri atas:

1) Atma Kerthi, berarti Penyucian dan Pemuliaan Atman/Jiwa;

2) Segara Kerthi, berarti Penyucian dan Pemuliaan Laut dan Pantai:

3) Danu Kerthi, berarti Penyucian dan Pemuliaan Sumber Air;

4) Wana Kerthi, berarti Penyucian dan Pemuliaan Tumbuh-tumbuhan;

5) Jana Kerthi, berarti Penyucian dan Pemuliaan Manusia;

6) Jagat Kerthi, berarti Penyucian dan Pemuliaan Alam Semesta.

Arah Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru.

Konsep Bali Masa Depan berisi Arah Bali 100 tahun ke depan berpedoman pada warisan berupa Wejangan Leluhur Bali untuk menjaga keharmonisan Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali.

Konsep Bali Masa Depan dirumuskan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi, serta dengan memperhatikan dinamika kebutuhan kehidupan masyarakat dalam menghadapi perkembangan secara lokal, nasional, dan global, sehingga arah Pembangunan Bali 100 tahun ke depan harus mengimplementasikan konsep: “NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI” melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana dalam BALI ERA BARU, yang mengandung makna: Menjaga Kesucian dan Keharmonisan Alam Bali Beserta Isinya, Untuk Mewujudkan Kehidupan Krama Bali Yang Sejahtera dan Bahagia, Niskala-Sakala Menuju Kehidupan Krama dan Gumi Bali.

Sesuai Dengan Prinsip Trisakti Bung Karno: Berdaulat secara Politik, Berdikari Secara Ekonomi, dan Berkepribadian dalam Kebudayaan, melalui Pembangunan Secara Terpola, Menyeluruh, Terencana, Terarah, dan Terintegrasi Dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Nilai-Nilai Pancasila 1 Juni 1945.

Tujuan pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru, adalah untuk mewujudkan:

1) Tatanan Kehidupan Masyarakat Bali, yakni: Bali yang Kawista; Bali yang Tata-Titi Tentram Kertha Raharja; dan Bali yang Gemah Ripah Loh Jinawi;

2) Bali Padma Bhuwana, yakni: Bhuwana Paraga (Mental Diri-Kolektif Mendunia); Bhuwana Desa (Bali sebagai Tempat Aktualisasi Prestasi Mendunia); dan Bhuwana Citta (Bali sebagai Inspirasi Dunia);

3) Prinsip Trisakti Bung Karno, yakni: Berdaulat secara politik; Berdikari secara ekonomi; dan Berkepribadian dalam Kebudayaan.

Pembangunan kehidupan masyarakat Bali secara holistik, mencakup 3 (tiga) dimensi utama, yaitu:

-Dimensi pertama, bisa menjaga keseimbangan Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali, Genuine Bali.

-Dimensi kedua, bisa memenuhi kebutuhan, harapan, dan aspirasi Masyarakat Bali dalam berbagai aspek kehidupan; dan

-Dimensi ketiga, merupakan manajemen risiko atau risk management, yakni memiliki kesiapan yang cukup dalam mengantisipasi munculnya permasalahan dan tantangan baru dalam tataran lokal, nasional, dan global yang akan berdampak secara positif maupun negatif terhadap kondisi di masa yang akan datang.

Tatanan pembangunan Bali diatur dalam Pasal 7 UU No 15 Tahun 2023 Tentang Provinsi Bali, yaitu:

1) Pembangunan Provinsi Bali diselenggarakan secara terencana dengan memperhatikan karakteristik Provinsi Bali dengan pendekatan tematik, menyeluruh serta terintegrasi antara alam, manusia, dan kebudayaan dalam satu kesatuan wilayah, pola, dan tata kelola guna mewujudkan kehidupan masyarakat Bali yang sejahtera dan bahagia dengan memperhatikan pemuliaan adat istiadat, tradisi, seni dan budaya serta kearifan lokal;

2) Pembangunan Provinsi Bali diselenggarakan dalam rangka mewujudkan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan) dan

3) Gubernur Bali diberikan kewenangan untuk mengonsolidasikan dan mengkoordinasikan perencanaan pembangunan Provinsi Bali untuk Kabupaten/Kota se-Bali.

Oleh karena itu, Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru diselenggarakan secara terpola, menyeluruh, terencana, terarah, dan terintegrasi dengan pendekatan dalam satu kesatuan wilayah: Satu Pulau, Satu Pola, dan Satu Tata Kelola. Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru merupakan arah dan strategi untuk memuliakan unteng Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali, bersifat Ideologis, yakni: Kultural, Religius, dan Nasionalis.

Alam Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru harus dilestarikan dengan penuh kesungguhan secara Niskala-Sakala dengan berbagai upaya, yaitu:

1) Menjaga kesucian dan kemuliaan Alam Bali secara Niskala dengan terus melaksanakan secara aktif berbagai Upakara dan Upacara berbasis nilai-nilai adat, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal, melalui Rahina Tumpék sebagai pelaksanaan Sad Kerthi;

2) Menjaga semua kawasan dan tempat suci di seluruh wilayah Bali, yang diwariskan oleh Leluhur/Tetua, Lelangit, dan Guru - guru Suci Bali;

3) Menjaga kelestarian dan keutuhan Upakara dan Upacara berpedoman pada Catur Bandana Yadnya, 4 (empat) Pilar Pelaksanaan Upacara, yaitu:

a) Tantra berarti kekuatan geometrik Alam semesta;

b) Yantra berarti energi simbol Alam semesta;

c) Mudra berarti tarian kosmik Alam semesta; dan

d) Mantra berarti sabdha Alam semesta;

4) Menanamkan kesadaran masyarakat secara individu dan kolektif memperkuat komitmen dalam menjaga Alam Bali secara Niskala, sehingga taksu/aura Alam Bali tetap kuat menghadapi derasnya pengaruh dinamika lokal, nasional, dan global;

5) Menjaga keutuhan dan fungsi ekosistem Alam Bali, seperti ekosistem gunung, pegunungan, daratan, danau, laut, dan pesisir dari berbagai bencana Alam dan dampak negatif pembangunan;

6) Pemanfaatan Alam Bali beserta isinya secara bijak dan terhormat untuk membangun guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat, tanpa merusak dan mengeksploitasi Alam Bali;

7) Luas daratan Provinsi Bali yang cenderung menurun, harus dijaga dengan berbagai upaya, yakni pengendalian abrasi pantai, pelarangan pengambilan air bawah tanah, serta mitigasi tanah longsor dan bencana alam;

8) Gunung di Bali merupakan kawasan suci, yang harus dijaga kesucian dan kesakralannya dengan berbagai upaya, yaitu:

a) Secara Niskala, konsisten dan terus-menerus melaksanakan Upakara-Upacara Wana Kerthi dan Jagat Kerthi;

b) Secara Sakala, pelarangan mendaki gunung, kegiatan wisata, dan aktivitas lain kecuali untuk kepentingan pelaksanaan upacara, penghijauan, dan penanganan kebencanaan dengan membentuk dan memberlakukan Perda Bali;

9) Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut merupakan kawasan yang harus dijaga kesucian dan kesakralannya dengan berbagai Upaya, yaitu:

a) Secara Niskala, konsisten dan terus-menerus melaksanakan UpakaraUpacara Segara Kerthi, Danu Kerthi, dan Wana Kerthi;

b) Secara Sakala, menerapkan dengan konsisten dan penuh rasa tanggung jawab Pergub No 24 Tahun 2020 tentang Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut; dan

c) melarang pembangunan usaha jasa pariwisata yang melanggar sempadan pantai, sempadan danau, dan sempadan sungai;

10) Kawasan konservasi perairan dan konservasi maritim di Bali harus dijaga dan dilestarikan dengan komitmen kuat, serius, dan konsisten melibatkan Pemerintah Daerah dan berbagai komponen masyarakat, melalui berbagai upaya;

11) Menerapkan dengan konsisten dan penuh rasa tanggung jawab:

a) Perda No 1 Tahun 2023 tentang Pelindungan Tumbuhan dan Satwa Liar;

b) Pergub No 29 Tahun 2020 tentang Pelestarian Tanaman Lokal Bali sebagai Taman Gumi Banten, Puspa Dewata, Usada, dan Penghijauan;

c) Melarang penebangan liar dan perambahan hutan; dan

d) Terusmenerus melaksanakan penanaman hutan kembali, agar mencapai luasan minimum 30 persen dari luas daratan Bali;

12) Luas Lahan Pertanian di Bali harus dipertahankan dan dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian dengan berbagai upaya, yakni:

a) Mengendalikan alih fungsi lahan melalui penerapan dan pengawasan dengan konsisten dan penuh rasa tanggung jawab Perda Bali tentang Tata Ruang;

b) Mengembangkan sistem pertanian organik yang efisien dan produktif; dan

c) Memanfaatkan lahan tidur untuk pertanian yang produktif;

13) Bali harus memiliki tata ruang dalam memanfaatkan ruang darat, laut, dan udara secara teratur, terkendali, dan berkelanjutan:

a) Berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi;

b) Harus mengakomodasi kebutuhan berbagai aspek dan dinamika pembangunan Bali; dan

c) Sesuai karakteristik dan potensi wilayah Kota/Kabupaten, secara harmonis, efektif, efisien, terkendali, dan berkelanjutan;

14) Memperketat proses alih fungsi lahan untuk mempertahankan luasan lahan pertanian dan sawah;

15) Melakukan moratorium pembangunan usaha jasa pariwisata, terutama hotel di wilayah Badung, Denpasar, dan Gianyar, serta memperketat perizinan pembangunan usaha jasa pariwisata di Kabupaten Bangli, Buleleng, Jembrana, Karangasem, Klungkung, dan Tabanan;

16) Menjadikan Kabupaten Tabanan, Bangli, Buleleng, dan Karangasem sebagai wilayah konservasi dengan mengendalikan alih fungsi lahan;

17) Krama Bali yang memiliki lahan dan/atau bangunan dapat memberdayakan untuk kepentingan ekonomi dengan orang luar Bali melalui pola sewa atau kerja sama;

18) Melarang warga negara asing memiliki/menguasai lahan di Bali, secara langsung atau memanfaatkan status perkawinan dengan Krama lokal Bali;

19) Melakukan upaya pelestarian ekosistem Alam Bali dengan berbagai kebijakan, yang dituangkan dalam Peraturan Daerah atau Peraturan Kepala Daerah mengenai:

a) Pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai;

b) Pengelolaan sampah berbasis sumber; Pelindungan Danau, Mata Air, Sungai, dan Laut;

c) Pelestarian Tanaman Lokal Bali;

d) Penerapan Sistem Pertanian Organik;

e) Penerapan Energi Bersih; dan

f) Penerapan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai;

20) Kebijakan ini harus dilaksanakan semakin masif, konsisten, dan terus-menerus untuk menurunkan emisi karbon (dekarbonisasi) mewujudkan Net Zero Emission.

Terkait Manusia Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru, Titiang sampaikan sebagai berikut, bahwa Jumlah penduduk Bali yang diperkirakan mencapai 9,9-11,3 juta orang pada 2125, memerlukan: kebutuhan dasar hidup, dan sarana-prasarana kehidupan agar manusia Bali hidup dengan sejahtera, bahagia, berkualitas, berdaya saing, dan tangguh.

Oleh karena itu, diperlukan kebijakan pembangunan yang dituangkan dalam Perda dan Peraturan Kepala Daerah, guna memastikan terpenuhinya berbagai aspek kebutuhan manusia Bali, dalam jumlah dan kualitas yang memadai, melalui berbagai upaya secara Niskala-Sakala:

1) Ketersediaan udara yang bersih dan sehat;

2) Ketersediaan air yang bersih dan sehat;

3) Kedaulatan pangan dengan pangan organik;

4) Ketercukupan sandang dan papan;

5) Pendidikan berkualitas dan berdaya saing;

6) Layanan kesehatan yang memadai dan tersedianya jaminan sosial;

7) Keamanan yang terjamin;

8) Akses ilmu pengetahuan dan teknologi;

9) Pemajuan Usadha Bali;

10) Pengendalian jumlah dan kepadatan penduduk terutama yang bersumber dari migrasi luar Bali;

11) Memiliki SDM Bali Unggul: berjatidiri, berintegritas, dan berkompeten;

12) Ketenagakerjaan yang berkualitas dan berdaya saing;

13) Penyediaan lapangan kerja;

14) Menjadikan Bali Mandiri Energi dengan Energi Bersih;

15) Melakukan transformasi perekonomian dengan Ekonomi Kerthi Bali;

16) Mengembangkan industri manufaktur dan industri berbasis budaya branding Bali;

17) Harus Bangga Produk Lokal untuk Kemandirian Ekonomi Bali;

18) Memperkokoh Pariwisata Berbasis Budaya, Berkualitas, dan Bermartabat;

19) Menyeimbangkan pembangunan antarwilayah di Bali;

20) Membangun infrastruktur dan transportasi berkualitas;

21) Meningkatkan pendapatan per-kapita; serta

22) Meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indikator Ekonomi Makro.

Terkait Kebudayaan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru, Gubernur Koster menguraikannya sebagai berikut:

1) Kebudayaan Bali bersifat tahan, lentur, dan adaptif dalam menghadapi dinamika perkembangan zaman;

2) Terlebih lagi dengan diterapkannya visi pembangunan Bali “NANGUN SAT KERTHI LOKA BALI”, yang menjadikan Kebudayaan Bali sebagai hulu pembangunan, sehingga semakin memperkokoh eksistensi Kebudayaan Bali, meliputi adatistiadat, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal Bali.

Secara Niskala, terus dilakukan penguatan objek Kebudayaan Bali yang sakral dengan upakara-upacara pasupati, penghormatan, dan pemuliaan sebagai satu kesatuan purifikasi dan internalisasi.

Menjadikan Perayaan Rahina Tumpek sebagai laku hidup dalam Tata-titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi.

Sebagai unsur kebudayaan, Desa Adat harus dimuliakan dengan penuh keteguhan, karena; Desa Adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang memiliki wilayah, kedudukan, susunan asli, hak-hak tradisional, harta kekayaan sendiri, tradisi, tata krama pergaulan hidup masyarakat secara turun temurun dalam ikatan tempat suci (kahyangan tiga atau kahyangan desa), tugas dan kewenangan serta hak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Penguatan dan pemajuan Desa Adat di Bali telah mendapat pengakuan dan dukungan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 8 UU No 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Desa Adat dengan berbagai nilai adat istiadat, tradisi, dan kearifan lokal Bali merupakan benteng ketahanan dan tatanan kehidupan Masyarakat Bali yang harus dikuatkan dan dimajukan, serta diwariskan kepada setiap generasi penerus sepanjang zaman, melalui berbagai upaya sebagai berikut:

1) Pemuliaan dengan penguatan, pelindungan, dan pembinaan Desa Adat sebagai warisan monumental dan adiluhung;

2) Penguatan, pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan adat-istiadat, tradisi, dan kearifan lokal;

3) Menjadikan Desa Adat sebagai lembaga untuk menjaga kelangsungan Perayaan Rahina Tumpek sebagai laku hidup dalam Tata-titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi;

4) Menjadikan Desa Adat sebagai lembaga penguatan dalam penyelenggaraan hari-hari suci Dresta Bali, seperti: Kajeng Kliwon, Hari Purnama, Hari Tilem, Ngusaba, Hari Galungan, Hari Kuningan, dan Hari Nyepi Desa;

5) Menjadikan Desa Adat sebagai lembaga penguatan dan perluasan penggunaan Aksara Bali pada kegiatan adat, pendidikan, serta fasilitas dan sarana-prasarana publik;

6) Mempertahankan secara konsisten penggunaan Bahasa Bali dalam tulisan dan tuturan untuk kegiatan adat, pengembangan Sastra Bali, dan komunikasi sehari-hari di Desa Adat.

Sebagai unsur kebudayaan, Subak harus dimuliakan dengan penuh kesungguhan, karena; Subak merupakan organisasi tradisional di bidang tata guna air dan/atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio-agraris, sosio-religius, dan sosio-ekonomis, sebagai warisan adiluhung Leluhur Bali.

Penguatan dan pemajuan Subak di Bali telah mendapat pengakuan dan dukungan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 8 UU No 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Subak menjadi benteng sistem dan teknologi pertanian Bali harus dikuatkan dan dimajukan, serta diwariskan kepada setiap generasi penerus sepanjang zaman, melalui berbagai upaya berikut ini, yaitu:

1) Pemuliaan dengan penguatan dan pemajuan Subak secara Niskala-Sakala melalui Peraturan Daerah tentang Pemuliaan Subak;

2) Secara Niskala, menjadikan Subak sebagai lembaga untuk menjaga kelangsungan Perayaan Rahina Tumpek Wariga dan Tumpek Uye sebagai laku hidup dalam Tata-titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi;

3) Menjadikan Subak sebagai lembaga penguatan dalam penyelenggaraan Upakara dan Upacara Dresta Bali, seperti: Mapag Toya atau memohon air, Ngendag Memacul atau mulai mengolah tanah, Mawinih atau menyemai benih, Nandur atau menanam, Biakukung atau menyongsong bulir padi, Meluspusin padi telah berbuah, Ngadegang Dewa Nini pemujaan kepada Dewi Padi jelang panen, Manyi atau Panen, dan Ngerasakin atau persembahan setelah panen;

4) Secara Sakala, menjadikan Subak sebagai benteng pengendalian alih fungsi dan alih kepemilikan lahan;

5) Menjadikan Subak sebagai garda depan Sistem Pertanian Organik Bali;

6) Menjadikan Subak sebagai penyangga tatanan budaya agraris dan kedaulatan pangan Bali. Niki sangat penting Titiang, tegaskan sekaligus mengingatkan karena berbagai tradisi dan kearifan lokal yang adiluhung tersebut, sudah banyak dilupakan, diabaikan, bahkan ditinggalkan oleh Krama Bali.

Sebagai unsur kebudayaan, Manuskrip Kearifan Lokal Bali harus dijaga dengan sekuat-kuatnya, karena: Manuskrip kearifan lokal Bali yang mencakup prasasti, lontar, dan naskah kuno merupakan maha karya intelektual Leluhur dan Guru-Guru Suci Bali yang menyimpan ajaran spritual, filsafat, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tata-titi kehidupan Masyarakat Bali.

Pemuliaan manuskrip kearifan lokal Bali dilaksanakan secara Niskala-Sakala dan berkelanjutan melalui berbagai upaya, diantaranya:

1) Inventarisasi, alih aksara-bahasa, dan digitalisasi manuskrip kearifan lokal Bali baik yang dimiliki Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun perseorangan;

2) Melindungi maha karya intelektual Leluhur dan Guru-Guru Suci Bali dalam manuskrip kearifan lokal Bali melalui registrasi/pendaftaran Kekayaan Intelektual (KI); dan

3) Memberi pengakuan dan penghargaan kepada penekun, pemelihara, peneliti, inventor, dan inovator manuskrip kearifan lokal Bali baik perseorangan, kelompok, maupun lembaga.

Gubernur Koster juga menyampaikan bahwa penguatan dan pemajuan Kebudayaan Bali mendapat dukungan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU No 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali.

Kebudayaan Bali yang adiluhung mencakup tiga aspek, yakni spirit, praktik/perilaku, dan artefak/material, dikuatkan dan dimajukan melalui berbagai upaya berikut ini, yaitu:

1) Penguatan Objek Kebudayaan Bali yang Sakral dengan proses upakara-upacara pasupati, penghormatan, dan pemuliaan sebagai satu kesatuan purifikasi dan internalisasi;

2) Pemajuan Objek Kebudayaan Bali melalui pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan secara berkelanjutan dan berbasis ekosistem Pemajuan Kebudayaan Bali;

3) Mengaktifkan kembali fungsi Puri sebagai lembaga untuk melestarikan adat, tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal Bali;

4) Pengarusutamaan Kebudayaan Bali dalam berbagai aspek pembangunan, sebagai sistem nilai dalam membangun karakter dan jati diri Manusia Bali, sebagai produk seni-budaya, dan basis perekonomian Bali;

5) Terus dengan konsisten menyelenggarakan dan mengembangkan kualitas wahana apresiasi pemajuan kebudayaan Bali, yakni: Bulan Bahasa Bali, Pesta Kesenian Bali, Jantra Tradisional Bali, Perayaan Budaya Dunia di Bali, Festival Seni Bali Jani, dan Bali Digital Festival;

6) Mengembangkan wahana guna memotivasi generasi muda Bali agar semakin mencintai, berpartisipasi, dan menjadi pelaku Kebudayaan Bali.

Tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal Bali merupakan fundamental kehidupan Masyarakat Bali yang harus dikuatkan dan dimajukan, serta diwariskan kepada setiap generasi penerus sepanjang zaman, melalui berbagai upaya berikut ini, diantaranya adalah:

1) Penguatan, pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan tradisi, seni-budaya, dan kearifan lokal;

2) Penguatan dan pemajuan seni-budaya baik yang sakral, semi-sakral, dan profan berbasis ekosistem dan berorientasi pada penumbuhan jatidiri, kualitas capaian estetika, dan kesejahteraan masyarakat Bali;

3) Secara Niskala, menjadikan Perayaan Rahina Tumpek sebagai laku hidup dalam Tata-titi Kehidupan Masyarakat Bali berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi;

4) Penguatan dan perluasan penggunaan Aksara Bali pada kegiatan adat, Subak, pendidikan, serta fasilitas dan sarana-prasarana publik;

5) Mempertahankan secara konsisten penggunaan Bahasa Bali dalam tulisan dan tuturan untuk kegiatan adat, seni-budaya, pengembangan Sastra Bali, dan komunikasi sehari-hari; dan

6) Mempertahankan arsitektur dan ragam hias tradisional Bali pada bangunan perkantoran, perumahan, dan fasilitas publik.

Masyarakat Bali yang berkepribadian dalam Kebudayaan, sutrepti dan bahagia Niskala-Sakala dibentuk melalui transformasi paradigma dan laku hidup, dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain:

1) Memasukkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai muatan pendidikan formal;

2) Membentuk keluarga berintegritas, berkarakter, dan berjatidiri Bali; dan

3) Mendorong laku hidup masyarakat Bali yang efektif dan efisien dalam penggunaan air, energi, lahan, serta sarana - prasarana kehidupan.

Gubernur Koster menyampaikan rasa syukur dan bahagia, berkenan dengan telah diberlakukannya Perda No 4 Tahun 2023 tentang Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125.

Oleh karena itu, sangat penting bagi Titiang untuk menyampaikan dan menegaskan kembali hal-hal penting sebagai berikut, yaitu:

1) Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125, disusun dengan niat baik, tulus, dan lurus, serta tekad kuat untuk memuliakan unteng Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali yang didedikasikan untuk generasi mendatang. Berbagai regulasi yang mengatur kewenangan Pemerintah Daerah hendaknya tidak dijadikan sebagai hambatan untuk menyelenggarakan pembangunan Bali sesuai dengan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru;

2) Demi memuliakan unteng Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali ke depan, siapa pun yang menjadi Pemimpin Pemerintahan Daerah di Bali, baik eksekutif maupun legislatif, dengan kesadaran penuh, disiplin, dan rasa tanggung jawab memiliki kewajiban untuk melaksanakan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru;

3) Haluan Pembangunan Bali Masa Depan ini, dengan niat baik dan tulus, hendaknya dijadikan visi pembangunan Kepala Daerah Provinsi Bali dan Kepala Daerah Kota/Kabupaten se-Bali sebagai implementasi UU No 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali, serta berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Semesta Berencana dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Semesta Berencana atau sebutan lainnya, tingkat provinsi dan tingkat kota/kabupaten se-Bali, dengan memperhatikan kondisi, kebutuhan, dan potensi daerah masing-masing;

4) Sejalan dengan itu, diperlukan niat baik semua pihak dengan meniadakan semua hal yang bersifat subjektif dan egoisme; sepenuhnya berpikir, bertindak, serta berorientasi pada keutuhan, keunggulan, martabat, dan kemuliaan Bali Masa Depan;

5) Niat baik dan komitmen kuat untuk melaksanakan haluan pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru merupakan wujud subhakti kehadapan Hyang Widhi Wasa, Ida Bhatara Sasuhunan, Ida Dalem Raja-Raja Bali, Guru-Guru Suci, Leluhur, dan Lelangit Bali yang telah menganugerahkan warisan Alam, Manusia, dan Kebudayaan Bali yang adiluhung;

6) Penyelenggaraan Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru hendaknya dilaksanakan dengan spirit nilai-nilai kearifan lokal; gilik-saguluk, para-sparo, salunglung sabayantaka, sarpana ya. Semua pihak agar berpartisipasi aktif, solid bergerak, dengan meneladani ajaran Bung Karno, yakni: bergotong-royong; pembantingan tulang bersama, memeras keringat bersama, perjuangan bantu - binantu bersama, amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua.

Gubernur Koster menyampaikan atas restu dan tuntunan Hyang Widhi Wasa, Ida Bhatara Sasuhunan, Ida Dalem Raja-Raja Bali, Guru-Guru Suci, Leluhur, dan Lelangit Bali, astungkara, Haluan Pembangunan Bali Masa Depan, 100 Tahun Bali Era Baru 2025-2125 memargi antar lan paripurna, mangda Jagat Baline ngamolihang kerahayuan. (*)

Kumpulan Artikel Bali

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA
KOMENTAR

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved