Berita Buleleng

Hanya Dalam Waktu Dua Bulan 2.230 Orang Jadi Korban Perdagangan Orang! Simak Penjelasannya 

Sebagai bentuk upaya pencegahan, pemerintah pusat pun mendorong masing-masing daerah untuk membentuk Satgas TPPO.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
Ratu Ayu Astri Desiani/Tribun Bali
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, Veronica Enda Wulandari ditemui di Buleleng Rabu (9/8). Veronica menyebut sejak 5 Juni hingga 1 Agustus saja ada 2.230 orang menjadi korban TPPO. 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia cukup tinggi. Sejak 5 Juni hingga 1 Agustus saja, jumlah korbannya mencapai 2.230 orang.

Sebagai bentuk upaya pencegahan, pemerintah pusat pun mendorong masing-masing daerah untuk membentuk Satgas TPPO.

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, Veronica Enda Wulandari, ditemui di Buleleng Rabu (9/8/2023) mengatakan, berdasarkan hasil obervasi yang dilakukan pihaknya, korban TPPO sebagian besar dialami oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural alias ilegal.

Para korban mengalami tindakan eksploitasi, dianiaya hingga dijadikan PSK.

Baca juga: 20 Perbekel Diperiksa Kejagung Dari Pagi Hingga Malam, Dugaan Korupsi Mantan Kejari Buleleng

Baca juga: VIRAL! Turis Perusak Pura Goa Raja Pulang Tanpa Deportasi, Imigrasi Tak Tahu Keberadaan Jina Youn

Ilustrasi - Asisten Deputi Pemenuhan Hak Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, Veronica Enda Wulandari, ditemui di Buleleng Rabu (9/8/2023) mengatakan, berdasarkan hasil obervasi yang dilakukan pihaknya, korban TPPO sebagian besar dialami oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural alias ilegal.
Ilustrasi - Asisten Deputi Pemenuhan Hak Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, Veronica Enda Wulandari, ditemui di Buleleng Rabu (9/8/2023) mengatakan, berdasarkan hasil obervasi yang dilakukan pihaknya, korban TPPO sebagian besar dialami oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural alias ilegal. (tribun bali/dwisuputra)

"Kadang ada juga yang pernikahan paksa, diajak magang tapi ternyata tipu-tipu malah di eksploitasi atau dijadikan sebagai operator judi. Untuk meyakinkan korban, mereka diiming-imingi gaji besar. Modus rekrutmentnya dilakukan secara online, ada tes wawancara secara online jadi seolah-olah penyalurnya ini legal," ungkap Veronica.

Atas tingginya kasus TPPO ini, pemerintah pusat pun mendorong masing-masing daerah untuk membentuk Satgas TPPO. Di pusat, Satgas TPPO dipimpin langsung oleh Kapolri, yang rencananya juga akan segera melaunching Polisi Banjar, untuk membantu melakukan pencegahan dan sosialisasi ke masyarakat.

Ditambahkan Veronica, pihaknya saat ini juga menjadikan Buleleng sebagai proyek percontohan pencegahan TPPO. Buleleng dipilih lantaran menjadi penyumbang kantong PMI terbanyak di Bali, sehingga dinilai berpotensi untuk menjadi korban TPPO.

"Jadi Satgas TPPO ini bertugas untuk mengedukasi masyarakat supaya bekerja di luar negeri dengan prosedural. Waspada dengan modus-modus TPPO, karena pelakunya kadang orang Indonesia sendiri ada juga yang dari luar negeri," ungkapnya.

Sementara Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Buleleng Riang Pustaka menyebut, pada 2022 ada satu kasus TPPO yang ditangani di Buleleng. Sementara pada 2023 terdapat satu kasus dengan jumlah korban mencapai tujuh orang asal Kecamatan Tejakula, Buleleng. Pelakunya bernama Ketut Sariani (54), warga asal Banjar Dinas Kanginan, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng.

Ketut Sariani mengiming-imingi para korban untuk bekerja di salah satu hotel dengan gaji besar di Turki. Tergiur, para korban pun menyetorkan uang rata-rata belasan juta kepada Ketut Sariani. Setibanya di Turki, para korban rupanya hanya diberikan visa holiday. Para korban juga dipekerjakan tidak sesuai dengan perjanjian.

Riang menyebut, Buleleng telah membentuk Satgas Penanganan dan Pencegahan TPPO sejak 2020 lalu, melalui SK Bupati. Satgas tersebut terdiri dari beberapa unsur lintas SKPD seperti Disnaker, Dinsos, Disperindag, Distan, Kementerian Agama dan Imigrasi. Satgas tersebut bertugas untuk melakukan pencegahan berupa sosialisasi dan mengedukasi masyarakat, bekerjasama dengan sekolah dan kepala desa. (rtu)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved