Berita Bali
Batal Panen Raya, Perpadi Bali Tak Miliki Stok Gabah dan Beras Saat Ini
harga beras di pasar saat ini mencapai Rp 15.000 per kilo, sedangkan di pabrik (penggilingan) Rp 13.200.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Jadwal panen raya bulan Maret-April tak terjadi, akibatkan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Bali mengaku saat ini tidak memiliki stok gabah maupun beras.
Ketua Perpadi Bali, AA. Made Sukawetan mengatakan, harga beras di pasar saat ini mencapai Rp 15.000 per kilo, sedangkan di pabrik (penggilingan) Rp 13.200.
Sementara harga gabah Rp 7.200 per kilo dengan rendemen gabah 52 persen.
Ia mengaku harga tersebut stabil dikisaran Rp 7.100 – Rp 7.200 per kilo Gabah Kering Panen (GKP).
Baca juga: Harga Gabah Basah Sentuh Rp6 Ribu Per Kg, Ketua Perpadi Jembrana: Harga Tertinggi Sepanjang Sejarah
Meski instruksi yang disampaikan Mendagri dan Ketum Perpadi agar pelaku rantai beras tidak mengisukan kenaikan harga atau penurunan harga, namun realitasnya, harga saat ini jauh lebih tinggi dibanding harga tahun lalu.
Harga GKP tahun lalu hanya paling tinggi hanya berkisar Rp 5.500 per kilo.
“Tidak sampai harganya Rp 7.000-an seperti sekarang. Rp 6.000 saja tidak pernah,” jelasnya, Selasa 19 September 2023.
Setelah ia memantau ke lapangan, panen padi hanya terjadi pada beberapa daerah.
Seperti saat ini panen terjadi di wilayah Tabanan, Badung, Gianyar, seperti Prerenan, Canggu, Nyanyi, Seseh.
Tidak adanya padi di Bali juga berakibat tidak ada gabah yang keluar dari Bali terutama ke Jawa.
“Saya tidak bisa jawab turun atau naik, tapi kenyataannya belum turun, tapi juga tidak naik. Pantauan saya selama beberapa hari ini memang harganya mentok Rp 7.200, tidak naik, tidak turun, tapi stabil. Apakah akan turun atau naik, kita juga belum tahu,” ujarnya.
Meski demikian, hasil dari pertemuan asosiasi dengan Mendagri dan Kepala Daerah seluruh Indonesia, menyatakan stok beras aman.
“Tapi kita di Perpadi tidak punya stok karena tidak ada panen raya. Tidak seperti dulu, kalau panen raya kita pasti beli banyak stok,” tukasnya.
Tidak hanya soal ketiadaan panen raya, petani saat ini juga hanya bisa menanam satu kali dalam setahun, yang mana sebelumnya bisa dua kali dalam setahun.
Namun disela-sela menanam padi, masih ada jagung yang bisa ditanam untuk mengisi lahan.
Menurutnya, banyak faktor yang menyebabkan produksi dalam negeri berkurang, terutama di Bali.
Selain soal SDM (petani) juga soal biaya produksi lahan. Untuk lahan 1 ha, petani membutuhkan biaya Rp 15 juta.
Sedangkan dari hasil penjualan hanya Rp 25 juta. Itupun hanya dinikmati satu tahun sekali.
Selain itu, luas lahan pertanian juga berkurang, meski anggotanya tidak berkurang, tetap 500-an orang, namun luas lahan berkurang puluhan ha, karena perubahan status tanah maupun alih fungsi lahan.
Ia pun sangat menyayangkan kondisi pertanian saat ini, yang mana petani yang ada berusia tua, lahan berkurang, biaya produksi yang tinggi, tidak sebanding dengan pendapatan, belum lagi dinamika cuaca yang membuat hasil produksi tidak optimal.(*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.