Berita Badung
Rencana Pembangunan TPST di Desa Sangeh Ditolak Masyarakat Bendesa Sebut Akan Membawa Dampak Negatif
Rencana Pembangunan TPST di Desa Sangeh Ditolak Masyarakat, Bendesa Sebut Akan Membawa Dampak Negatif
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Masyarakat desa Adat Sangeh mulai pekrimik terkait rencana pembangunan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Pemkab Badung di wilayah Desa Sangeh.
Pasalnya jika pembangunan TPST dilakukan di wilayah Desa Sangeh maka akan akan berdampak negatif terhadap lingunhan
Mengingat Desa sangeh terkenal dengan wisatanya. Selain itu juga menjadi desa Kuliner di Kabupaten Badung.
Seperti diketahui TPST yang rencananya akan dibangun di atas lahan 1,8 hektar yang berada di wilayah Desa Sangeh.
Bendesa Adat Sangeh, I Gusti Agung Bagus Adi Wiputra mengakui rencana pemkab Badung mebangun TPST tentu akan membawa dampak negatif dan cenderung merusak wilayah Desa Sangeh.
Apalagi Sangeh sebagai Daya Tarik Wisata (DTW) yang cukup mendukung perekonomian mayarakat setempat.
"Jadi kini kita tengah berbenah dengan meningkatkan DTW Alas Pala Sangeh. Sehingga jika ada TPST akan sedikit mengganggu kawasan Sangeh," ucapnya saat ditemui belum lama ini.
Pihaknya pun mewakili masyarakat sampai hari ini menolak dengan adanya rencana TPST.
Bahkan pihaknya berharap keluhan dan pakrimik warga didengan oleh pemkab Badung.
Baca juga: Bank Sampah Kurangi Sampah An-Organik Hingga 30 Persen
"Semoga ini didengar oleh pemangku kepentingan kami memohon bagaimanapun caranya. Karena lokasi yang akan dimanfaatkan sebagai TPST berada wilayah usaha kuliner yang selama ini menjadi mata pencaharian masyarakat," jelasnya.
Jika hal itu terjadi, maka keberadaan TPST ini dikhawatirkan akan berdampak pada usaha milik warga lantaran bau sampah.
Bahkan bisa dilihat langsung sudah banyak warga yang membuka usaha seperti berjualan kuliner.
"Kita takut keberadaan TPST mnimbulkan masalah. Meski pemerintah mengatakan TPST yang dibangun memanfaatkan teknologi canggih," katanya.
Bagus Adi Wiputra juga mengatakan belum pernah melihat TPST yang notabena mengelola sampah tidak menimbulkan bau.
Beberapa TPST yang ada saat ini semuanya menimbulkan bau, maka otomatis kuliner akan terganggu.
"Rasanya sepengalaman saya belum ada tempat pengolahan sampah yang tidak menimbulkan bau, jadi kalau boleh kami minta jangan ada TPST, karena masyarakat kami semua menolak," ujarnya.
Dikatakan, pihaknya di Desa Adat Sangeh telah membangun Tempat Pengelolaan Sampah Reuse-Reduce-Recycle (TPS3R) untuk mengatasi sampah di wilayahnya.
Bahkan, pembangunan TPST3R ini juga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
"Kami sudah membangun TPS3R bekerjasama dengan Desa Dinas, ini saja tantangannya luar biasa apalai sifatnya lebih besar. Namun mau tidak mau kita harus punya (tempat pengolahan sampah) Kami akan mengolah sampah kami sendiri," tegasnya.
Pihaknya berharap, semua desa di Kabupaten Badung memiliki TPS3R untuk mengolah sampahnya secara mandiri.
Langkah ini dinilai menjadi solusi tepat dibandingan membangun TPST berskala besar.
"Kami harapkan dari desa-desa lain mampu mengolah sampahnya sendiri, jangan sampai desa adat mengotori desa adat yang lain dengan sampah," tegasnya lagi.
Sebelumnya, Sekda Badung I Wayan Adi Arnawa mengatakan TPST dengan teknologi tinggi akan dibangun wilayah Desa Sangeh, Abiansemal Badung.
Bahkan pembangunan itu pun saat ini sedang di rancang, dengan harapan Badung mandiri akan pengolahan sampah.
TPST itu pun akan di bangun dilahan seluas 1,8 hektar. Bahkan anggaran yang disiapkan mencapai Rp 260 miliar lebih.
"2024 rencananya, tambahan TPST itu akan dibangun di wilayah Deaa Sangeh," katanya
Pihaknya mengakui di wilayah Sangeh, pemerintah provinsi Bali telah memiliki lahannya seluas 1,8 hektar, yang bisa dipergunakan Badung dalam penanganan sampah.
Pembangunan itu sudah dirancang dan siap dipasang di anggaran tahun 2024. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.