Hari Pahlawan

I Gusti Ngurah Made Agung, Raja Badung yang Berani Menentang Perjanjian Merugikan dengan Belanda

Sosok I Gusti Ngurah Made Agung adalah Raja Badung yang berani melawan kebijakan Belanda.

TRIBUN BALI/ I PUTU SUPARTIKA
Ilustrasi - monumen Puputan Badung 

Hal itu bahkan diakui oleh Ida Pedanda Ngurah dari Grya Gede Belayu yang merupakan teman akrabnya, selain Ida Pedanda Made Sidemen.

“Hal serupa juga diakui oleh pihak Belanda sebagaimana disebutkan oleh V.E. Korn dalam bukunya Adatrecht van Bali. Pemikiran beliau dalam bidang politik, pemerintahan dan ketatanegaraan sangat luar biasa,” katanya.

Setahun setelah menduduki tahta kerajaan, beliau mulai menuliskan gambaran mengenai tatanan politik dan kehidupan kemasyarakatan di kerajaan Badung yang beliau anggap ideal.

Gagasan itu ditulis dan diuraikan dalam karyanya yang berjudul Niti Raja Sasana dan Dharma Sasana yang ditulis pada tahun 1903, kurang lebih setahun setelah masa pemerintahannya dimulai.

“Jelas sekali terikat dan terserah banyaknya permasalahan ketatanegaraan dan perlindungan terhadap masyarakat yang mesti dibenahi di Kerajaan Badung. Beliau mencita-citakan sebuah Kerajaan Badung yang besar dan bermartabat. Ada banyak tantangan dari luar dan dari dalam kerajaan sendiri yang beliau hadapi. Ini sesuatu yang luar biasa,” katanya.

Namun sayang, sebelum berhasil mewujudkan gagasannya, Belanda datang dengan upaya menguasai Bali secara keseluruhan. 

Dan setelah memikirkan dan mempertimbangkan secara mendalam, beliau akhirnya memilih jalan puputan.

“Selogan bliau adalah matine tan tumut pejah yang artinya beliau tidak mau menyerah pada kesewenang-wenangan Belanda meskipun risikonya harus mati. Maka terjadilah perang puputan Badung pada 20 September 1906, yang juga melibatkan kerajaan Kesiman dan Pemecutan yang merupakan tiga raja bersaudara,” katanya.

Dengan kemajuan teknologi termasuk adanya teknologi AI, Windu Sancaya menyebut ada beberapa hal yang bisa dipelajari dari sosok I Gusti Ngurah Made Agung.

Salah satunya yakni seseorang bagaimana pun perlu memiliki visi yang benar terhadap kehidupan ini, yaitu martabat dan harga diri bangsa harus dijunjung tinggi.

“Lebih-lebih kita memiliki suatu budaya yang luhur. Tanpa itu maka kita akan mudah larut dalam arus global,” katanya. (*)
 
 
 
 
 

Artike lainnya di Hari Pahlawan

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved