Berita Badung
Ternyata Begini Pengolahan Sampah Teknologi Jepang Yang Batal di Bangun di Desa Sangeh Badung Bali
Ternyata Begini Pengolahan Sampah Teknologi Jepang Yang Batal di Bangun di Desa Sangeh Badung Bali
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Pemerintah Kabupaten Badung sebelumnya berencana akan membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di wilayah Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal dengan teknologi Jepang.
Pengolahan sampah yang akan dilakukan itu pun dipastikan tidak ada penumpukan sampah, termasuk bau.
Hanya saja pembangunan TPST itu pun sudah dipastikan tidak dilaksanakan di Desa Sangeh, mengingat mendapat penolakan keras dari warga setempat.
Kendati demikian banyak yang bertanya-tanya tentang bagaimana pengolahan teknologi Jepang yang dimaksud?
Dari hasil informasi yang didapat Tribun Bali, penolahan sampah akan digunakan energi listrik.
Namun untuk di Badung belum sampai menjadi energi listrik, hanya sebatas dilakukan pembakaran saja.
Jika dilakukan hanya sebatas pembakaran saja, proses pengolahan yang dilakukan pun tidak jauh berbeda dengan TPST Mengwitani.
Mengingat TPST Mengwitani juga melakukan pengolahan dengan cara membakar sampah hingga sampah lenyap.
Baca juga: Warga Mengeluh Sampah Menumpuk di Pasar Senggol, Belatung Sampai Masuk ke Rumah
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruangan (PUPR) Badung I B Surya Suamba saat dikonfirmasi Rabu 20 Desember 2023 tidak menampik hal tersebut.
Pihaknya mengaku proses pengolahan sampah seperti dijadikan energi listrik.
"Prosesnya sama seperti yang dijadikan energi listrik. Namun kita di Badung tidak sampai menjadi energi listrik, namun hanya proses pembakaran saja," ujar Surya Suamba.
Birokrat asal Tabanan itu mengaku konsep animasi sebelumnya sudah diperkenalkan atau disosialisasikan.
Hanya saja masyarakat tetap menolak pembangunan TPST tersebut.
"Konsep kita diterima, namun lahannya yang tidak disepakati, hingga dibatalkan," jelasnya
Diakui dalam pembangunan TPST itu, pihaknya sudah melakukan kajian dan lahan yang dibutuhkan kurang lebih 1,6 hektar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.