Dugaan Penistaan Agama Saat Nyepi
Permohonan RJ Kasus Dugaan Penistaan Agama Saat Nyepi Ditolak
Permohonan untuk menyelesaikan kasus dugaan penistaan agama melalui restorative justice ditolak oleh Kejaksaan Negeri Buleleng
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Ngurah Adi Kusuma
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Permohonan untuk menyelesaikan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan dua oknum warga Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak Buleleng saat Nyepi 2023 lalu melalui restorative justice (RJ) ditolak Kejaksaan Negeri Buleleng.
Sebab PHDI Bali merasa keberatan dengan ulah kedua oknum tersebut.
Humas sekaligus Kasi Intel Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada dikonfirmasi Jumat (5/1/2024) mengatakan, pihaknya telah bersurat kepada Prajuru Desa Adat Sumberklampok, yang pada intinya mengabarkan jika permohonan untuk menyelesaikan kasus dugaan penistaan agama tersebut lewat restorative justice ditolak karena tidak memenuhi syarat.
Baca juga: Laporan Awal Dana Kampanye, KPU Denpasar Tekankan Tak Ada Caleg yang Nilai Dana Kampanye 0 Rupiah
Sebab kasus ini masuk dalam kategori penistaan agama yang mengganggu ketertiban umum.
Selain itu imbuh Alit, beberapa waktu lalu PHDI Bali telah mendatangi kantor Kejari Buleleng.
Mereka meminta agar perkara ini tetap dilanjutkan hingga ke persidangan.
Atas pertimbangan itu lah, pada Rabu (3/1/2024) pihaknya telah resmi melimpahkan kasus ini ke Pengadilan Negeri Singaraja untuk disidang.
Selama kasus ditangani oleh Kejari Buleleng, Alit menyebut kedua tersangka bernama Achmad Zaini (51) dan Muhammad Rasyad (57) memang tidak dilakukan penahanan.
Baca juga: Puluhan CPMI Alumni BLK Jembrana Dilepas, Bupati Tantang Generasi Muda Berkarier ke Luar Negeri
Sebab jaksa menilai kedua tersangka telah bersikap kooperatif. Selain itu pihak keluarga juga telah memberikan jaminan bahwa kedua tersangka tidak akan melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya.
"Karena sekarang kasusnya sudah dilimpahkan ke PN, tergantung PN apakah akan melakukan penahanan terhadap tersangka atau tidak," katanya.
Ada tiga Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk menangani perkara dugaan penistaan agama ini.
JPU menjerat kedua tersangka dengan Pasal 156 a KUHP atau pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama lima tahun.
Sementara Juru Bicara PN Singaraja I Gusti Made Juliartawan mengatakan sidang perdana kasus dugaan penistaan agama ini akan dilakukan pada Kamis (18/1/2024).
Ada tiga majelis hakim yang ditunjuk untuk menangani perkara ini yakni I Made Bagiarta selaku, Made Hermayanti Muliartha serta Pulung Yustisia Dewi.
Pendamping Warga Desa Sumberklampok Agus Samijaya mengaku kecewa dengan keputusan Kejari Buleleng yang tetap melanjutkan kasus ini hingga ke Pengadilan.
Baca juga: Tiket Masuk Objek Wisata Karangasem Tahun 2024 Naik, Ada yang Naik Hingga 50 Persen
Pasalnya dari hasil paruman agung yang digelar pada 26 Oktober 2023 lalu, masyarakat dan prajuru Desa Adat Sumberklampok telah sepakat untuk menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan.
Bahkan berita acara kesepakatan damai itu telah diserahkan ke Kejari Buleleng.
"Secara pribadi maupun tim yang mendampingi warga tentu sangat kecewa karena syarat mengajukan RJ sudah kami lengkapi,”
“Negara sebenarnya berkepentingan menjaga keutuhan NKRI. Isu-isu agama yang merusak kerukunan sebenarnya seoptimal mungkin diselesaikan secara RJ,”
“Namun kami tetap menghormati keputusan kejaksaan ini," terangnya.
Agus menambahkan pasca adanya kesepakatan damai saat paruman agung itu, situasi di Desa Sumberklampok sejatinya sudah mulai kondusif.
Namun dengan tetap dilanjutkannya kasus ini ke Pengadilan, Agus menyebut hal tersebut praktis membuka luka lama warga.
Bahkan kata Agus, PHDI Kabupaten, Provinsi maupun Pusat sejatinya tidak memiliki kewenangan dalam kasus ini.
"Saya sempat silaturahmi dapat keterangan dari Ketua MDA Bali yang menyatakan kalau kejaksaan maupun kepolisian menggunakan pertimbangan dari PHDI atas kasus ini, itu salah besar,”
“PHDI tidak punya otoritas mengurusi soal pelaksanaan upacara agama atau hari raya suci agama Hindu,”
“Kewenangan seharusnya diserahkan pada desa adat. Tidak perlu libatkan PHDI," ungkapnya.
Agus pun mengaku akan mendampingi kedua tersangka nanti dalam persidangan.
Ia juga akan segera berkoordinasi dengan MDA Bali agar dapat hadir di persidangan untuk memberikan keterangan terkait penanganan kasus ini. (rtu)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.