Berita Bali
Masuk Golongan Hiburan, Bali SPA Bersatu Ajukan Permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi
Protes SPA Masuk Golongan Hiburan, Bali SPA Bersatu Ajukan Permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Ketua Inisiator Bali SPA Bersatu, I Gusti Ketut Jayeng Saputra menyerukan agar pemerintah mengkaji ulang pengkategorian SPA (Sante Par Aqua) dari usaha yang dikelompokkan bergerak di bidang hiburan menjadi bidang kesehatan.
Para pengusaha SPA di Bali kompak menolak, padahal aktivitas usaha SPA seharusnya bukan digolongkan ke dalam kegiatan kesenian dan hiburan, melainkan kesehatan sebagaimana definisi tentang SPA.
Sebagaimana Pasal 58 (2) UU Nomor 1 Tahun 2022 yang berbunyi "Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/SPA ditetapkan paking rendah 40 persen paling tinggi 75 persen.
Padahal seharusnya, SPA digolongkan seperti kegiatan panti pijat dan pijat refleksi yang hanya dikenakan tarif PBJT sebesar 10 persen.
Baca juga: Usaha Spa Bali Bisa Gulung Tikar, Pajak Spa 40 Persen Dibayar Mulai 1 Februari 2024
Sebab jelas-jelas dalam Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 8 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan SPA adalah pelayanan kesehatan yang dilakukan secara holistik dengan memadukan berbagai jenis perawatan kesehatan tradisional dan modern yang menggunakan air berserta pendukung perawatan lainnya berupa pijat penggunaan ramuan, terapi aroma, latihan fisik, terapi warna, terapi musik dan makanan untuk memberikan efek terapi melalui panca indera guna mencapai keseimbangan tubuh, pikiran dn jiwa sehingga terwujud kesehatan yang optimal.
"Kami sudah melakukan langkah upaya hukum berupa Judicial Review dengan mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berupa pengujian materiil undang-undang tersebut, kami semua di Bali bersatu menyuarakan keadilan," jelasnya di Badung, Bali, pada Jumat 12 Januari 2024.
Menurutnya, penerapan pajak 40-75 persen ini memberikan resiko besar dari hulu ke hilir dalam ekosistem pariwisata dan bisnis di Pulau Dewata, kegiatan usaha jasa pelayanan SPA bakal meredup, padahal Bali terkenal dengan teknik SPA yang dibalut dengan budayanya.
"Kalau sampai diterapkan, beresiko sekali untuk semua stakeholder bisnis SPA, pariwisata, ekosistem bisnis pariwisata dari hulu ke hilir. Di sini perlu ada pelurusan melalui kajian ulang karena jelas SPA and wellness pohon keilmuannya seperti apa, Bali pernah jadi best SPA and wellness destination tahun 2019, brand image ini yang perlu dijaga, jangan sampai marwah SPA masuk ke hiburan," tukasnya. (*)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.