Berita Bali

Usaha Spa Bali Bisa Gulung Tikar, Pajak Spa 40 Persen Dibayar Mulai 1 Februari 2024

Para pengusaha spa di Bali mengaku kaget atas naiknya pajak spa sebesar 40-75 persen.

Tribun Bali/ Ni luh Putu Wahyuni Sri
Acara jumpa pers Bali Bersatu #save Bali SPA, Jumat 12 Januari 2024 yang dibarengi dengan tanda tangan petisi. 

“Kami sangat geram karena sesuai dengan penelitian jadi kami mohon untuk pengambil kebijakan dengan sangat tegas. Saya ulang untuk menolak dan batalkan pajak 40-75 persen agar keadilan ada,” katanya.

Pengusaha SPA di Bali membentuk gerakan Bali Bersatu Save Bali SPA untuk menolak naiknya pajak SPA sebesar 40-75 persen.

Ketua Inisiator Bali Bersatu Save Bali SPA, I Gusti Ketut Jayeng Saputra mengatakan gerakan ini untuk menyuarakan suara kebenaran atas apa yang menjadi aktivitas dan definisi SPA itu sendiri.


“Dan secara konstitusional yakni lawyer mengatakan bahwa kita kuat kedepannya. Jadi kami berharap menyuarakan gerakan damai tidak terlalu besar. Kami mendukung apa yang disampaikan Menparekraf,” ucapnya saat jumpa pers, Jumat (12/1/2024).


Dia menjelaskan alasannya jelas karena pertama sesuai dengan KBLI yang digunakan untuk izin di OSS kategori SPA sudah clear masuk di kesehatan dan kebugaran bukan jasa hiburan.

Dari sisi Permenparekraf ini salah kamar. Jadi SPA masuk ke kesehatan bukan hiburan.


“Kami yakin akan terwujud karena gerakan kami asas kebenaran dan keadilan. Jadi apa yang akan dilakukan nanti kami harus duduk dengan teman-teman dan pemangku kebijakan lainnya. Kami akan bergerak dengan jalur politik dan ajak stakeholder yang ada. Kami percaya ini akan disetujui. Sesuai dengan Perda Pajak 40 persen mulai 1 Januari dan dibayarkan 1 Februari 2024,” imbuhnya.


Fakta di lapangan mengatakan, memang ditemukan spa yang bersifat hiburan dan semua pasti melihat bagaimana aktivitas karena sama seperti kafe yang ada di Ubud, bar yang ada di Ubud berbeda aktivitasnya dengan yang kafe dan bar yang ada di luar. Begitu juga dengan spa.


“Spa dimasukkan ke kategori hiburan dan dikenakan pajak 40-75 persen untuk meminimalisir terjadinya penyebaran usaha jasa pelayanan hiburan yang tidak berasaskan budaya kearifan lokal dan religius. Kalau di Bali, jumlahnya lebih banyak spa wellness dan kesehatan dibandingkan spa hiburan,” katanya. 


Pemerintah Tak Diuntungkan


KUASA Hukum Bali Bersatu Save Bali SPA, Mohammad Ahmadi mengatakan, dimasuKkannya spa ke kategori hiburan tak akan membuat pemerintah mendapatkan keuntungan.


“Dengan pengenaan pajak yang sangat tinggi ini karena SPA dikategorikan hiburan sebenarnya tidak menguntungkan pemerintah. Karena kita ini habis Pandemi Covid-19 kemudian pengusaha SPA baru bangkit kemudian kena pajak 40 persen atau lebih 75 persen,” ucapnya di Denpasar, Jumat (12/1/2024).


Dia mengatakan, sudah menempuh jalur uji materi di Mahkamah Konstitusi. Namun disamping itu ia mengimbau kepada Presiden untuk mengeluarkan Perpu pengganti UU yang mengeluarkan spa dari hiburan dan mengembalikan SPA domainnya di kesehatan dan kebugaran.


“Ini adalah kekeliruan yang sangat fatal yang dikeluarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 yang mungkin pemerintah dalam hal ini Kemenkeu bernafsu mencari pendapatan menaikkan pendapatan nasional maupun PAD di daerah-daerah,” tandasnya.


Lawyer atau Kuasa Hukum Bali Bersatu Save Bali SPA, Mohammad Hidayat mengatakan, hingga kini pihaknya masih menunggu panggilan untuk sidang dengan MK.

“Kami berharap pemda bisa menunda untuk pemberlakuan pajak ini 40 persen karena masalahnya masuknya SPA di kategori hiburan kami minta ke MK agar SPA dikembalikan kesehatan,” ucap Hidayat.


Sementara secara politis ia berharap pemangku kebijakan menunda pemberlakuan ini apakah itu di pusat atau daerah dan masuknya SPA ke daerah sangat memukul industri SPA setelah pandemi Covid-19. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved