Berita Bangli

Petani di Bangli Enggan Menanam Jagung, Pakan Ternak justru Didatangkan dari Luar Bali

Mahalnya harga jagung sejak akhir tahun 2023, sangat dirasakan dampaknya bagi para peternak, khususnya peternak ayam.

Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Suasana di peternakan ayam petelur di wilayah Kecamatan Susut 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Mahalnya harga jagung sejak akhir tahun 2023, sangat dirasakan dampaknya bagi para peternak, khususnya peternak ayam.

Terlebih diketahui jagung merupakan bahan pokok utama pakan ayam, selain dedak dan konsentrat. 


Menurut Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan (PKP) Bangli, I Wayan Sarma, mahalnya harga jagung merupakan hal kontradiktif.

Baca juga: Polsek Bangli Laksanakan Pengaturan Lalu Lintas di Lokasi yang Dinilai Rawan Kecelakaan

Di satu sisi peternak butuh komoditas jagung. Namun di sisi lain produksi jagung di Bangli sangat kecil. 


"Kalaupun ada petani yang mau menanam jagung, mereka panen tidak dalam bentuk kering pakan ternak. Melainkan jagung untuk pangan," ucapnya, Kamis (25/1/2024).


Oleh sebab itu, kebutuhan jagung pakan ternak ayam petelur di kabupaten Bangli, justru lebih banyak didatangkan dari luar Bali.

Seperti Sumbawa hingga Lombok, Nusa Tenggara Barat. 

Baca juga: Dewan Bangli Targetkan Bahas 10 Ranperda Pada Tahun 2024


"Karena didatangkan dari luar daerah, tentu harganya lebih tinggi. Apalagi saat ini, ada peningkatan harga jagung sejak bulan November 2023. Tentu hal ini disebabkan hasil produksi panen tidak terlalu bagus, sehingga berdampak pada penurunan produksi," kata dia.


Menurut Sarma, petani di Bangli enggan menanam jagung pakan ternak, karena nilai ekonomisnya kurang. Sebaliknya petani lebih memilih komoditas lain yang lebih menguntungkan. Misalnya padi, hingga tanaman holtikultura. Seperti cabai, bawang, sayur, kacang panjang, dan sebagainya. 

Baca juga: Enam TK Swasta di Kabupaten Bangli Naik Status Jadi Negeri   


"Disamping juga pertimbangan masa panen. Kalau jagung butuh waktu rata-rata 100 hari untuk panen. Sedangkan sayuran hanya butuh waktu 90 hari untuk panen," ujarnya. 


Dikatakan pula, Bangli setiap tahun mendapatkan bantuan benih jagung dari pemerintah pusat dengan alokasi sebanyak 400 hektare. Di mana bantuan bibit jagung per hektare sebanyak 25 kilogram. "Namun dari jumlah alokasi yang kita dapatkan, calon penerimanya hanya setengahnya, yakni 200 hektare. Ini tidak terlepas dari faktor komoditas yang lebih diminati oleh petani," ucapnya. 

Baca juga: Satgas Preventif Sambangi Warga untuk Ciptakan Situasi Kondusif Selama Pemilu di Bangli


Lantas disinggung mengenai solusi bagi para peternak, Sarma mengatakan pihaknya di pemerintah, utamanya dinas pertanian, menyarankan pada peternak untuk mencoba bahan pakan alternatif. 


Sebelumnya, peternak ayam petelur di Bangli mengeluh terkait harga jagung yang kian mahal sejak akhir 2023. Di mana harga jagung yang awalnya Rp 5.000 per kilo, saat ini menjadi Rp 9.200 hingga Rp 9.700 per kilo. 


Kondisi tentunya membuat peternak keberatan, karena biaya produksi semakin membesar. Sementara harga telur ayam justru mengalami penurunan. Dari semula Rp 52 ribu hingga Rp 55 ribu per tray (isi 30 butir), kini rata-rata harganya Rp 46 ribu hingga Rp 48 ribu per tray. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved