Berita Bali

Proyek Villa Beton Sungai di Ungasan, Bendesa : Tanpa Izin ke Desa Adat

Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa angkat bicara mengenai viral di media sosial unggahan video adanya pembangunan proyek

Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Fenty Lilian Ariani
Istimewa
Proyek pembetonan sungai di kawasan Banjar Wijaya Kusuma Desa Ungasan Kuta Selatan Badung yang distop aparat desa pada Junat 8 Maret 2024 

TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa angkat bicara mengenai viral di media sosial unggahan video adanya pembangunan proyek yang menutup sungai dengan cor beton di wilayah Banjar Wijaya Kusuma, Desa Ungasan, Kuta Selatan, Badung.

Disel Astawa mengaku dirinya baru mengetahui adanya proyek tersebut dari laporan Kepala Lingkungan (Kaling) sebelumnya tidak mengetahui sama sekali kalau ada pembangunan disana.

"Sama sekali tidak tahu, saya tadi dapat laporan dari Kelian Adat Banjar saya disana. Nanti akan saya undang Kepala Desa dan yang punya proyek itu setelah hari raya nanti untuk mengetahui lebih jelasnya," ujar Disel Astawa kepada tribunbali.com, Jumat (8/3/2024) malam.

Ia menambahkan bahwa pembangunan proyek tersebut tidak ada izin ke Desa Adat sama sekali.

Dan jika memang proyeknya dihentikan sementara sekarang bagus karena meresahkan warga masyarakat sekitar.


Selain itu Disel Astawa juga menilai dengan dengan adanya mengurus perizinan melalui OSS mengakibatkan pihak Desa Adat dan Desa Dinas tidak dilibatkan dalam rencana pembangunan tempat usaha dan semacamnya.

"Kita susah kontrol semenjak diterapkannya UU Omnibus Law dan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS). Kita dari Desa tidak pernah tahu ada orang yang membangun atau mau bangun usaha apa. Tidak pernah ada mereka mengurus izin ke kita," papar anggota DPRD Bali ini.

Disel Astawa menyampaikan banyak keluhan-keluhan masyarakat yang terjadi di lapangan adanya pembangunan-pembangunan seperti ini, sebelumnya disebelah proyek itu juga ada pembangunan tapi tidak tahu karena tidak ada mengurus izin ke Desa.

"Saya kaget kalau ada pembangunan disana setelah ada yang berkelahi orang Sumba  (buruh proyek yang berkelahi beberapa waktu lalu) dengan Jawa apa mana gitu. Saya kira tidak ada bangunan besar disitu," ucapnya.

Baca juga: LEXi LX Leisure Ride, Yamaha Ajak Media & Vlogger Merasakan Performance Mesin 155cc Terbaru


Ia menambahkan bagaimana  Pemerintah (pusat dan daerah) sekarang mengevaluasi daripada kebijakan itu (Omnibus Law dan OSS)  sehingga perangkat terbawah di Desa Adat dan Desa Dinas betul-betul mengetahui adanya suatu pembangunan di wilayahnya, sejauh mana batas tanahnya yang di bangun.

Kalau dia menutup sungai harusnya mereka ada konfirmasi ke Desa tetapi ini tidak ada sama sekali dan kalau ditutup seperti itu bagaimana persoalan batas wilayah disana.

Peran dan fungsi kontrol Desa Adat dan Desa Dinas tidak ada sama sekali sekarang ini dengan diterapkannya sistem OSS itu.

"Peran Desa Adat dan Desa Dinas tidak pernah tahu tentang izin yang keluar dan wilayah mana ada pembangunan, diam-diam sudah ada bangunan hotel, vila dan lain sebagainya. Jadi seperti itulah kondisinya sekarang bagaimana pemerintah menyikapinya," jelas Disel Astawa.

Sebelum adanya penerapan Omnibus Law dan OSS, ia mengungkapkan dari Desa tahu adanya rencana pembangunan karena mereka melakukan pengurusan izin ke kita tetapi sekarang berubah.

Satu sisi regulasi dipermudah dengan sistem OSS tetapi satu sisi di lapangan jadi tidak mengetahui sama sekali akan adanya pembangunan di suatu wilayah Desa.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved